Bandung, LINews – Persidangan kasus korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Bandung Yana Mulyana cs kembali dilanjutkan. Eks Kadishub Kota Bandung Ricky Gustiadi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk mengonfrontasi sejumlah aliran dana dalam kasus yang menyeret Dishub tersebut.
Selama memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (1/11/2023), Ricky selalu membantah fakta persidangan yang disampaikan Jaksa KPK. Ricky banyak berdalih tidak mengenal, dan tidak tahu tentang perkara korupsi yang menyeret Yana, Kadishub Dadang Darmawan dan Sekdishub Khairur Rijal.
Salah satunya, terjadi saat JPU KPK menanyakan tentang peran petinggi PT Citra Jelajah Informatika (CIFO) dan PT Sarana Mitra Adiguna (SMA) yaitu Sony Setiadi, Benny hingga Andreas Guntoro yang kini telah menjadi terpidana dalam kasus tersebut. Namun, Ricky mengaku tidak mengetahui dan mengenal mereka. Sebab, dia sudah tidak lagi menjabat sebagai Kadisbhub pada saat itu.
“Saya tidak pernah kenal dengan perusahaan itu, karena laporannya belum ke saya. Yang tahu hanya KPA (kuasa pengguna anggaran), tapi sampai pelaksanaan saya nggak tahu,” kata Ricky saat itu.
Ricky juga dicecar Jaksa mengenai Direktur Komersial PT Manunggaling Rizki Karyatama Telnics atau PT Marktel, Budi Santika selaku perusahaan yang pernah menggarap proyek di Dishub. Dia kembali membantah mengenai keterlibatannya dengan Budi, meskipun Ricky disebut-sebut mengatur aliran dana dari PT Marktel hingga Rp 1,3 miliar.
“Saya tidak kenal dengan Budi dan PT Marktel. Karena itu semua diurus sama bawahan,” ucap Ricky.
Setelah itu, Jaksa kemudian mencecar Ricky mengenai proses pengumpulan dana di setiap Bidang di Dishub. Pertanyaan ini dilontarkan karena Jaksa mendapat kesaksian dari ASN Dishub bernama Kalteno, bahwa Ricky yang mengatur sekaligus memerintahkan anak buahnya agar mengumpulkan dana sebesar 5 persen dari setiap pencairan proyek maupun APBD.
Namun, Ricky lagi-lagi membantah fakta persidangan tersebut. Ricky berdalih tidak pernah memberikan arahan pengumpulan dana dari setiap proyek, melainkan hanya berupa arahan umur untuk peningkatan kinerja pegawai di Dinas Perhubungan.
“Yang jelas arahan saya ke bawahan, sesuai dengan tugas saya sebagai Kadishub, hanya arahan supaya mencapai target kegiatan. Saya tidak ada perintah untuk ini (perintah mengumpulkan uang),” ujarnya.
Mendengar kesaksian itu, JPU KPK Tony Indra terlihat kesal karena keterangan Ricky yang berbelit-belit. Jaksa kemudian mencecar Ricky lagi mengenai pengumpulan uang yang berasal dari fee proyek Dishub berdasarkan BAP Kalteno.
“Di BAP saudara Kalteno, menyebutkan bahwa saudara saksi yang memerintahkan pengumpulan uang itu. Nggak mungkin Kalteno berani mengumpulkan uang kalau nggak ada perintah dari saudara, itu bagaimana?,” tanya Jaksa ke Ricky.
“Nggak ada, Pak. Nggak ada perintah seperti itu, mohon izin. Yang ada hanya bantu dinas, tapi saya tidak pernah menarget berapa,” timpal Ricky.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini, Yana Mulyana, Kadishub Dadang Darmawan dan Sekdishub Khairur Rijal telah didakwa menerima suap total senilai Rp 2,16 miliar. Uang suap tersebut berasal dari 3 perusahaan yang menggarap sejumlah proyek di Dishub Kota Bandung.
Adapun rinciannya, Sekdishub Kota Bandung Khairur Rijal memiliki keterlibatan penerimaan suap paling besar di kasus tersebut yaitu senilai Rp 2,16 miliar. Sementara Dadang dan Yana, disinyalir terlibat dalam penerimaan suap Rp 300 juta dan Rp 400 juta.
Ketiganya masing-masing didakwa melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif pertama.
Serta Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kesatu alternatif kedua.
Dan Pasal 12B Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan komulatif kedua.
(Nasikin)