Fakta Keterlibatan Lin Che Wei hingga Eks Dirjen Kemendag

Fakta Keterlibatan Lin Che Wei hingga Eks Dirjen Kemendag

Jakarta, LINews – Kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor crude palm oil atau minyak goreng dan turunannya di Kementerian Perdagangan atau Kemendag memasuki babak baru. Jaksa penuntut umum membacakan tuntutan bagi para terdakwa kasus tersebut.

Dalam perkara itu ada lima terdakwa. Mereka adalah, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Palulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.

Dua lainnya, penasihat kebijakan sekaligus analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) yang juga selaku Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; dan mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana.

1. Tuntutan bagi para terdakwa

Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor dituntut 12 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 10,98 triliun dalam kasus dugaan korupsi Persetujuan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng dan turunannya di Kementerian Perdagangan.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Master Parulian Tumanggor dengan pidana penjara selama 12 tahun ditambah pidana denda sebanyak Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan,” kata jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung Zulkipli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis (22/12/2022).

Sementara Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar ditambah uang pengganti Rp 800 miliar. General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 4 triliun.

Sedangkan, Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dituntut 8 tahun kurungan penjara dan denda Rp 1 miliar. Sementara Indra Sari Wisnu Wardhana dituntut dengan hukuman 7 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Mereka dituntut berdasarkan dakwaan primer dari pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

2. Dugaan memperkaya korporasi

Kelima terdakwa diduga memperkaya sejumlah korporasi yakni pertama, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, seluruhnya sejumlah Rp 1.693.219.882.064.

Kedua, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yaitu PT Musim Mas, PT Musim Mas – Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT. Agro Makmur Raya, PT. Megasurya Mas, PT. Wira Inno Mas, seluruhnya sejumlah Rp 626.630.516.604.

Ketiga, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri seluruhnya sejumlah Rp 124.418.318.216.

3. Kerugian negara

Perbuatan kelima terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara dengan rincian. Pertama, merugikan keuangan negara seluruhnya Rp 6.047.645.700.000 hasil audit BPKP BPKP Nomor: PE.03/SR – 511/ D5/01/2022 Tanggal 18 Juli 2022.

Dari kerugian negara tersebut, terdapat kerugian negara sebesar Rp 2.952.526.912.294,45 yang merupakan beban kerugian yang ditanggung pemerintah dari diterbitkannya PE atas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar (Rp 1.658.195.109.817,11), Grup Permata Hijau (Rp 186.430.960.865,26) dan Grup Musim Mas (Rp 1.107.900.841.612,08).

Kedua, dampak kerugian perekonomian negara karena memberikan dampak kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng yang menimbulkan beban tinggi terhadap perekonomian yang dirasakan oleh masyarakat dan perusahaan yang yang menggunakan bahan baku produk turunan CPO.

Berdasarkan Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada pada 15 Juli 2022, terdapat kerugian perekonomian negara akibat kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng seluruhnya. Nilainya sebesar Rp10.960.141.557.673 yang terdiri dari kerugian rumah tangga sebesar Rp1.351.911.733.986 dan kerugian dunia usaha Rp9.608.229.823.687.

4. Kronologi kasus

Kasus ini berawal ketika Kejaksaan Agung menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi minyak goreng yang akhirnya menyebabkan kelangkaan hingga kerugian perekonomian negara.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Supardi menyatakan dirinya telah memerintahkan 10 jaksa penyelidik untuk memantau dugaan korupsi dari kelangkaan minyak goreng di Tanah Air.

Pemantauan itu, kata Supardi, dilakukan jauh sebelum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan perkara dugaan tindak pidana korupsi minyak goreng ke Kejagung.

“Sebelum dilaporkan ke kami, kami sudah lakukan pemantauan sejak kelangkaan itu terjadi. Tapi ya tidak apa-apa, kalau mau buat laporan juga ke kami ya,” ucap Supardi ketika dihubungi pada pertengahan Maret lalu.

5. Sebanyak 160 Eksportir diselidiki

Berikutnya, setelah beberapa lama, Supardi memanggil sejumlah eksportir minyak goreng dari total 160 eksportir yang diselidiki. Ia menduga ada perbuatan melawan hukum terkait kebijakan wajib pasok kebutuhan minyak goreng dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).

Kejagung melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka perkara ini pada April 2022. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan, penyidik Kejagung menemukan fakta hukum ada dugaan gratifikasi pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan kepada anak usaha Wings Food Group yaitu PT Karya Indah Alam Sejahtera dan PT Mikie Oleo Nabati Industri.

“Jadi disinyalir ada gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan PE tersebut dari Kemendag kepada PT Karya Indah Alam Sejahtera dan PT Mikie Oleo Nabati Industri,” kata Ketut dalam keterangan resmi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Saat itu Ketut menjelaskan, PT Karya Indah Alam Sejahtera dan PT Mikie Oleo Nabati Industri itu tidak memenuhi syarat DMO-DPO untuk melakukan ekspor. Namun begitu, dua perusahaan itu tetap diberikan izin oleh Kementerian Perdagangan untuk mengekspor.

(R. Simangunsong)