Bandung, LINews – Kasus pemalsuan surat dan dokumen yang menjerat Heri Hermawan Muller dan Doddy Rustandi Muller kembali berlanjut di persidangan. Pengadilan Negeri (PN) Bandung, memutuskan menolak eksepsi yang dilayangkan duo Muller bersaudara tersebut.
Sebagaimana diketahui, duo Muller bersaudara melayangkan eksepsi karena menilai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak jelas. Setelah serangkaian agenda persidangan, hakim menjatuhkan putusan sela atas eksepsi itu.
“Mengadili, menyatakan keberatan atau eksepsi tersebut tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim PN Bandung, Syarif, saat membacakan amar putusan sela di PN Bandung, Jl LLRE Martadinata, Selasa (20/8/2024).
Atas putusan sela ini, hakim memerintahkan kepada JPU untuk melanjutkan perkara yang menjerat duo Muller bersaudara. Rencananya, agenda pemeriksaan saksi akan dilakukan dua kali dalam sepekan.
“Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara,” ucap Syarif.
Kandasnya upaya perlawanan Muller bersaudara pun direspons pengacara keduanya, Jogi Nainggolan. Ia memastikan, setelah ini, pihaknya akan membuktikan jika dakwaan JPU tidak jelas.
“Bagi kami itu hal yang biasa kalau eksepsi ditolak. Tapi, nanti akan kita buktikan dalam perkara pokok bahwa klien kita tidak melakukan suatu kejahatan seperti yang dituduhkan,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Heri dan Dodi didakwa telah memalsukan surat maupun dokumen hingga bisa mengklaim lahan yang telah dikuasai warga Dago Elos, Kota Bandung. Keduanya dianggap melanggar Pasal 263 ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Pasal 263 ayat 2 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Pasal 266 ayat 1 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP serta Pasal 266 ayat 1 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
JPU menyatakan dou Muller bersaudara didakwa memalsukan surat seperti akta kelahiran maupun Acte Van Prijgving Van Eigendom Vervonding. Dakwaan ini pun sekaligus mematahkan klaim keduanya atas kepemilikan lahan di Dago Elos.
Terkait akta kelahiran misalnya, Duo Muller bersaudara mengklaim sebagai keturunan seorang warga Belanda bernama Goerge Hendrik Muller. Tapi, JPU menyatakan Heri maupun Doddy telah menambahkan sendiri nama Muller di belakang nama mereka. Nama itu ditambahkan oleh Heri pada 2013, sedangkan Doddy pada 2014.
Ternyata, berdasarkan penelusuran di Disdukcapil Kabupaten Bandung pada 30 Januari 2024, tak ada nama Muller di belakang nama mereka dalam buku register. JPU juga memastikan keduanya tak pernah mengajukan permohonan untuk penggantian nama tersebut ke pengadilan.
“Dengan kata lain, nama terdakwa I dan terdakwa II tidak mengajukan permohonan perubahan atau menambah nama dalam akta (kelahiran) dengan mengajukan permohonan ke pengadilan,” demikian uraian dakwaan tersebut.
Selain itu, berdasarkan pemeriksaan laboratoris kriminalistik, JPU menemukan kejanggalan terhadap keaslian akta kelahiran dou Muller bersaudara tersebut. JPU menyatakan akta kelahiran mereka nonidentik atau merupakan produk cetak yang berbeda dengan blanko pembanding A maupun B.
Kemudian, selain akta kelahiran, JPU juga menyatakan kejanggalan terhadap Acte Van Prijgving Van Eigendom Vervonding bernomor 3740, 3741 dan 3742 yang diklaim Muller bersaudara. JPU menegaskan eigendom itu palsu setelah melakukan penelusuran ke BPN Kota Bandung.
Dalam uraiannya, JPU menyatakan bahwa eigendom nomor 3740 dan 3741 dari hasil penelusuran di BPN, terakhir kali tercatat atas nama De Te Semarang Gev N.V Cememt Tegel Fabriek En Materialen Handel Simongan. Sementara eigendom 3742, meski belum ditemukan kartu Recht van Eigendom-nya, tapi di buku register pembantu terakhir kali tercatat atas nama De Te Semarang Gev N.V Cememt Tegel Fabriek En Materialen Handel Simongan.
“Padahal faktanya vervonding tersebut adalah palsu,” demikian bunyi dakwaan itu.
Selain itu, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, JPU menilai duo Muller bersaudara tidak pernah menguasai maupun meningkatkan status kepemilikan lahannya setelah undang-undang itu diberlakukan.
“Dan tanah tersebut telah dikuasai negara sehingga diatas tidak pernah melakukan tanah tersebut telah diterbitkan Bukti Kepemilikan kepada masyarakat,” ucapnya.
Dengan klaim ini, JPU menyatakan bahwa Muller bersaudara bisa memenangkan gugatan kepemilikan lahan melawan 335 warga Dago Elos, plus Pemkot Bandung. Padahal kata jaksa, sebelum gugatan itu dimenangkan Muller bersaudara, sudah ada 73 warga Dago Elos beserta pemerintah yang telah 20 tahun menduduki lahan di sana bermodal bukti kepemilikan berupa sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan dan kartu inventaris barang (KIB) Pemkot Bandung.
“Akibat perbuatannya, terdakwa 1 dan terdakwa 2 telah membuat kerugian senilai Rp 546 miliar,” kata dakwaan jaksa.
(Nasikin)