Jakarta, LINews – Isu dugaan korupsi jual beli Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga (PPN) dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) muncul lagi kepermukaan. Kepolisian RI mencatat akibat adanya dugaan korupsi jual beli BBM itu, nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp 451,6 miliar.
Atas munculnya isu tersebut, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting angkat bicara. Ia membenarkan bahwa terjadi piutang macet oleh PT AKT yang timbul dari pelaksanaan perjanjian jual beli BBM Industri tahun 2009-2012.
“PT AKT tidak melaksanakan kewajiban pembayarannya berdasarkan perjanjian sejak 2012. Pertamina Patra Niaga telah melakukan langkah-langkah untuk proses penagihan piutang tersebut namun tidak pernah terbayar,” ungkap Irto.
Irto mengatakan, bahwa PT AKT mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan diputuskan homologasi April 2016, di mana sepakat membayar hutang ke PPN mulai tahun 2019.
“Namun sampai saat ini tidak pernah dibayarkan. PPN telah melakukan penagihan realisasi pembayaran hutang berkali-kali, bahkan terakhir di Mei dan Juni 2022,” tandas Irto.
Pada dasarnya, kata Irto, Pertamina Patra Niaga patuh pada seluruh keputusan hukum dan sedang terus melakukan upaya untuk mendapatkan pembayaran dari PT AKT.
Kepolisian RI mencatat akibat adanya dugaan korupsi jual beli BBM itu, nilai kerugian negara ditaksir mencapai Rp 451,6 miliar. Adapun perjanjian jual beli BBM non tunai yang diduga mengandung unsur korupsi antara Pertamina Patra Niaga dan Asmin Koalindo Tuhup itu terjadi pada periode 2009-2012 yang ditandatangani Direktur Pemasaran PT PPN dan Direktur PT AKT.
Dalam perjanjian jual beli itu, pada periode pertama kontrak menyepakati transaksi sebesar 1.500 kiloliter (kl)/bulan. Kemudian tahun 2010-2011 PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 kl/bulan (Addendum I). Selanjutnya tahun 2011-2012 PT PPN menaikkan volume menjadi 7.500 kl/pemesanan (Addendum II).
“Direktur Pemasaran Pertamina Patra Niaga melanggar batas kewenangan atau otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas Rp50 miliar berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 Tanggal 11 Agustus 2008 tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, dan Otorisasi,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo dalam keterangan resmi yang dikutip dari situs resmi Humas Polri, Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Dari transaksi tersebut ada dugaan kerugian negara mencapai Rp 451,66 miliar yang timbul lantaran PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak 14 Januari 2011 hingga 31 Juli 2012.
Yang disoal kepolisian adalah, PT PPN tidak melakukan pemutusan kontrak meski PT AKT sudah tidak melakukan pembayaran pada periode tersebut. Sementara Direksi PT PPN tidak ada upaya melakukan penagihan. “Berdasarkan hasil penyelidikan, terdapat dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat dalam proses perjanjian penjualan BBM nontunai antara PT PPN dengan PT AKT pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut,” katanya.
(Riky)