Hendry Lie Didakwa Terima Duit Rp 1 Triliun Terkait Korupsi Timah

Hendry Lie Didakwa Terima Duit Rp 1 Triliun Terkait Korupsi Timah

Jakarta, LINews – Pengusaha Hendry Lie didakwa terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan komoditas timah. Jaksa mendakwa Hendry Lie menerima uang senilai Rp 1 triliun.

Sidang dakwaan Hendry Lie digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/1/2025). Jaksa mengatakan Hendry merupakan pemilik saham mayoritas PT Tinindo Internusa, yakni smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah.

“Memperkaya Terdakwa Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak-tidaknya Rp 1.059.577.589.599,19 (Rp 1 triliun),” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa mengatakan Hendry melakukan korupsi bersama-sama Rosalina selaku General Manager Operasional PT Tinindo Internusa, Fandy Lingga selaku Marketing PT Tinindo Internusa sejak 2008 hingga Agustus 2018, Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (PT RBT) sejak 2016, Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak 2017, Harvey Moeis yang mewakili PT RBT.

Hendry Lie juga bekerja sama melakukan korupsi dengan Tamron alias Aon selaku beneficial owner CV Venus Inti Perkasa (CV VIP) dan PT Menara Cipta Mulia, Achmad Albani, Hasan Thjie, Kwan Yung, Suwito Gunawan, MB Gunawan, Robert Indarto, Suranto Wibowo, Amir Syahbana, Rusbani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, dan Alwin Albar, yang masing-masing dilakukan penuntutan dalam berkas terpisah.

“Terdakwa Hendry Lie memerintahkan Rosalina dan Fandy Lingga untuk membuat dan menandatangani surat penawaran PT Tinindo Internusa No 093/ Tin/ VIII/ 2018 tanggal 3 Agustus 2018 perihal penawaran kerja sama sewa alat processing timah kepada PT Timah bersama smelter swasta lainnya, antara lain PT RBT, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa, yang diketahuinya smelter-smelter swasta tersebut tidak memiliki CP (competent person) dan format surat penawaran kerja sama sudah dibuatkan oleh PT Timah,” ujar jaksa.

Jaksa mengatakan Hendry bersama Fandy, Rosalina, dan perusahaan afiliasi, yaitu CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati, dan CV Semar Jaya Perkasa, membeli dan mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah. Hendry juga memerintahkan Fandy menghadiri pertemuan di Hotel Novotel Pangkal Pinang dengan Mochtar Rizal Pahlevi selaku Direktur Utama PT Timah dan Alwin Albar selaku Direktur Operasional PT Timah dan 27 pemilik smelter swasta.

“Yang membahas permintaan Mochtar Riza Pahlevi dan Alwin Albar atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut karena bijih timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah,” kata jaksa.

Hendry Lie disebut mengetahui dan menyetujui pembentukan perusahaan boneka atau cangkang CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati, dan CV Semar Jaya Perkasa sebagai mitra jasa borongan yang akan diberi SPK (surat perintah kerja) pengangkutan oleh PT Timah. Jaksa mengatakan SPK itu untuk membeli dan mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal dari wilayah IUP PT Timah yang selanjutnya dijual kepada PT Timah sebagai tindak lanjut kerja sama sewa peralatan processing antara PT Timah dan PT Tinindo Internusa.

Jaksa mengatakan Hendry bersama Fandy Lingga dan Rosalina melalui perusahaan afiliasi dari PT Tinindo menerima pembayaran bijih timah dari PT Timah. Padahal Hendry sudah mengetahui bijih timah yang dibayarkan tersebut berasal dari penambangan ilegal dari wilayah IUP PT Timah.

Jaksa mengatakan Hendry, Fandy, dan Rosalina menerima pembayaran atas kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah dari PT Timah yang diketahuinya bahwa pembayaran tersebut terdapat kemahalan harga. Hendry juga menyetujui permintaan Harvey Moeis untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan seolah-olah dana corporate social responsibility (CSR) sebesar USD 500-750 per ton.

Jaksa mengatakan kerja sama sewa peralatan processing pelogaman antara smelter swasta dan PT Timah dilakukan tanpa studi kelayakan atau kajian yang memadai. Hendry dan smelter swasta juga menerbitkan surat perintah kerja di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah dengan tujuan melegalkan pembelian bijih timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah.

“Melakukan kerja sama sewa peralatan processing pelogaman timah dengan PT Timah yang tidak berteruang dalam RKAB PT Timah maupun RKAB 5 smelter beserta perusahaan afiliasinya dengan cara melakukan pembelian bijih timah yang berasal dari penambangan ilegal dalam wilayah PT Timah,” ujar jaksa.

Jaksa mengatakan penambangan ilegal oleh smelter swasta di wilayah IUP PT Timah juga terjadi karena pembiaran dari Suranto Wibowo, Amir Syahbana, dan Rusbani selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Akibatnya, terjadi kerusakan ekosistem.

(Luki)

Tinggalkan Balasan