Jakarta, LINews – Pendiri maskapai Sriwijaya Air, Hendry Lie, disebut menyetujui permintaan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, untuk menyetor “biaya pengamanan” sebesar 500-750 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton timah.
Persetujuan Hendry ini diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) saat membacakan surat dakwaan untuk Hendry Lie.
Ia didakwa bersekongkol terlibat dalam korupsi pada tata niaga komoditas timah yang merugikan negara Rp 300 triliun melalui perusahaan smelter timah swasta, PT Tinindo Internusa (PT TIN).
“Terdakwa Hendry Lie melalui Rosalina dan Fandy Lingga menyetujui permintaan Harvey Moeis untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey Moeis sebesar 500 dollar AS sampai dengan 750 dollar AS per ton yang seolah-olah dicatat sebagai CSR,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).
Adapun Rosalina merupakan General Manager Operasional PT TIN, sementara Fandy duduk sebagai marketing perusahaan yang mayoritas sahamnya dikuasai Hendry Lie tersebut.
Menurut jaksa, biaya pengamanan itu juga dikumpulkan dari smelter swasta lainnya yang turut meneken perjanjian kerja sama sewa alat pengolahan dengan PT Timah Tbk.
Selain PT TIN, perusahaan itu adalah CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa.
Meskipun PT Refined Bangka Tin (RBT), perusahaan yang diwakili Harvey Moeis dalam pertemuan dan pembahasan proyek, juga terlibat kerja sama itu, namun mereka tidak menyetorkan biaya pengamanan.
Surat dakwaan jaksa menyebutkan, biaya pengamanan yang disetorkan dengan kedok dana CSR itu dikelola Harvey Moeis atas nama PT RBT.
Jaksa menyebut, biaya pengamanan itu diserahkan para smelter swasta kepada Harvey dengan bantuan pengusaha money changer Helena Lim melalui perusahaannya, PT Quantum Skyline Exchange.
“Helena selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange menerima ‘biaya pengamanan’ yang selanjutnya ‘biaya pengamanan’ tersebut diserahkan kepada Harvey Moeis,” ujar jaksa.
Baik dalam persidangan kasus korupsi pada tata niaga timah yang sudah diputus di pengadilan tingkat satu maupun dakwaan Hendry Lie, sama-sama disebutkan bahwa biaya kerja sama sewa smelter itu terlalu mahal.
Kemahalan ini dihitung dari selisih biaya sewa dengan biaya produksi PT Timah Tbk menggunakan alat sendiri.
(Luki)