Ini Kata Pimpinan Samsat, Setelah Pengungkaan Penggelapan di Samsat Kalapa Dua

Ini Kata Pimpinan Samsat, Setelah Pengungkaan Penggelapan di Samsat Kalapa Dua

Serang, LINews – Kepala Samsat Kelapa Dua Bayu Adi Putranto mengaku tidak bisa menjelaskan kenapa ada penggelapan pajak di kantornya, yang saat ini sedang disidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Soal penggelapan uang pajak mobil dari penyetor yang digelapkan dari Juni 2021 hingga Februari 2022 pun ia mengaku kurang paham.

“Karena itu sistem, saya khawatir ada kesalahan dari saya menjelaskannya, lebih baik ke pusat (Bapenda Banten) karena sistemnya ada di pusat,” ujar Bayu dimintai konfirmasi melalui sambungan telepon seluler, Sabtu (23/4/2022).

Bayu mengaku hanya petugas teknis sebagai Kepala Samsat Kelapa Dua. Jadi ia enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai pegawainya yang terjerat korupsi penggelapan pajak.

“Kami cuma teknis saja,” ujarnya.

Soal pengembalian Rp 6 miliar dari tersangka penggelapan pajak, ia juga tidak tahu karena itu semua sudah ada di Bapenda (Badan Pendapatan Daerah). Ia tidak bisa menjawab lebih lanjut.

“Di Bapenda semua, boleh klarifikasi terkait hal itu,” ujarnya.

Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengumumkan penetapan empat orang tersangka dalam kasus korupsi penggelapan uang hasil setoran pajak di Samsat Kelapa Dua. Para tersangka adalah Kasi Penagihan dan Penyetoran Zulfikar, PNS Samsat Ahmad Prio, honorer di kasir M Bagja Ilham, dan Budiono mantan pegawai Samsat dan pembuat aplikasi Samsat.

Modus penggelapan pajak dilakukan dengan mengubah nilai pajak kendaraan baru menjadi kendaraan bekas. Penggelapan dilakukan dari Juni 2021 hingga Februari 2022.

Dari pengakuan tersangka, mereka mendapat Rp 6 miliar dan menggunakan hasil penggelapan untuk membeli rumah dan mobil. Tersangka juga membakar dan merobek bukti pembayaran sah setoran pajak para pengendara.

“Hasil pemeriksaan mereka (tersangka) sudah menggunakan atau menikmati uang hasil tersebut contohnya ada yang membeli mobil, membeli motor, beli rumah, atau melakukan rehab rumah,” katanya.

Para tersangka katanya dijerat Pasal 2, Pasal 3, Pasal 8 Undang-Undang Tipikor. Tapi bisa saja ada instrumen hukum lain yang bisa dijerat pada tersangka dan nanti akan dijeratkan. Katanya, masih ada instrumen hukum lain bisa diterapkan pada para tersangka setelah ada pemeriksaan lebih lanjut.

“Pasal 2, Pasal 3, Pasal 8, ini kan masih terus,” ujar Leonard pada Jumat (22/4) kemarin. (Yadi)