Law-Investigasi, Sektor pendidikan menjadi salah satu prioritas di dalam APBN. Amanah konstitusi mensyaratkan anggaran pendidikan mesti mencapai 20 persen APBN. Selama masa pandemi, anggaran untuk bidang pendidikan justru tidak menurun, bahkan pemerintah memberikan alokasi khusus untuk anak-anak untuk bisa mengakses pendidikan dengan secara daring. Besarnya anggaran sektor ini membuat anggaran dana pendidikan rawan dikorupsi. Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) telah memberikan predikat WTP 10 kali berturut-turut, bukan jaminan bebas penyimpangan.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata mengatakan Pemerintah saat ini terus memprioritaskan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan anak-anak Indonesia sebagai penerus generasi bangsa. Dia pun menegaskan bahwa APBN hadir untuk menjamin kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan anak-anak Indonesia.
“Perhatian APBN kepada anak-anak ada di banyak area. Di bidang kesehatan misalnya, kita memasukkan anggaran makanan yang sehat untuk anak-anak. Ada vaksinasi untuk mereka, kemudian ada berbagai upaya kesehatan lainnya agar menjaga kesehatan mereka” ujar Isa, Jumat (21/7/2023).
Isa menjelaskan, belanja negara didesain untuk mendukung anak-anak Indonesia agar mampu tumbuh dengan sehat dan juga menjadi manusia yang cerdas. Bahkan, banyak komponen belanja APBN didedikasikan untuk memberi perhatian yang besar bagi anak-anak.
“Untuk pendidikan pasti, bahkan Undang-Undang Dasar kita mengatakan bahwa 20% dari APBN harus dialokasikan untuk pendidikan. Walaupun kita menyadari ada pendidikan sepanjang usia, sepanjang hayat, tapi kita tahu sebagian besar itu berada di usia anak-anak,” ujar Isa.
“Tahun 2022 dan 2023, kita memiliki alokasi untuk Program Indonesia Pintar. Ini untuk 17,9 juta siswa di tahun 2022 anggarannya Rp9,7 triliun. Di tahun 2023 masih sama untuk 17,9 juta siswa anggarannya Rp9,7 triliun. Kartu Indonesia Pintar Kuliah tahun 2022 ini Rp10 triliun untuk 780 ribu mahasiswa, tahun 2023 meningkat menjadi Rp12,8 triliun untuk 893 ribu mahasiswa. Kita mendapatkan anggaran untuk pendidikan kecakapan kerja atau PKK. Tahun 2022 kita alokasikan Rp131,5 miliar. Tahun 2023 Rp139,3 miliar untuk 30 ribu lebih anak” jelasnya.
Selain itu, Isa mengatakan bahwa pemerintah juga memberikan pendidikan kecakapan wirausaha untuk sekitar 19 ribu orang kepada anak usia sekolah yang tidak sekolah dengan anggaran sebesar Rp124 miliar dan tahun ini menjadi Rp147 miliar.
Lantas bagaimana pengelolaan anggaran pendidikan yang bernilai jumbo ini?
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Tahun 2022 dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Raihan ini menjadi capaian kesepuluh kalinya bagi Kemendikbudristek. “Alhamdulillah, berkat masukan-masukan perbaikan dari BPK RI, Laporan Keuangan Kemendikbudristek Tahun 2022 mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk yang ke-10 kalinya. Opini WTP ini memberikan semangat bagi seluruh jajaran Kemendikbudristek untuk selalu meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan dan Barang Milik Negara sebagai bentuk akuntabilitas Kemendikbudristek kepada publik,” ungkap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, dalam sambutannya pada acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, di Kantor Kemendikbudristek, Senayan, Jakarta (26/6/2023) lalu.
Nadiem menjelaskan, Kemendikbudristek menyusun Laporan Keuangan Tahun 2022 sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik sehubungan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2022 dan telah diaudit oleh BPK RI. Nadiem menerangkan bahwa pada tahun 2022 Kemendikbudristek telah merealisasikan anggaran sebesar Rp 81,34 triliun atau sebesar 95,78 persen dari pagu sebesar Rp 84,92 triliun.
WTP Tak Jamin Bebas Korupsi
Meski BPK mengganjar Kemendikbudristek dengan opini WTP. Nyatanya, ditemukan adanya praktik korupsi di sektor pendidikan yang berelasi secara tidak langsung dengan Kemendikbudristek, opini WTP masih tetap diberikan.
Pakar hukum keuangan negara dari Universitas Andalas Beni Kurnia beranggapan bahwa opini WTP dari BPK tidak bisa serta-merta dikaitkan dengan temuan praktik korupsi pada lembaga atau kementerian yang diganjar label WTP itu. “Biasanya BPK melakukan audit terhadap dua pemeriksaan keuangan dan kinerja. Nah, kalau pemeriksaan keuangan dan kinerja sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, itu tidak persoalan, itu bisa saja diberikan opini WTP,” kata Beni kepada Law-Investigasi, Kamis (20/7/2023).
Ia menjabarkan ada sejumlah indikator BPK dalam penetapan opini WTP. Pertama, diukur dari perencanaan pengelolaan anggaran. Artinya harus ada kesesuaian rencana pengelolaan anggaran dengan hasil penggunaan anggaran yang dilaporkan. Berikutnya, pengungkapan informasi terkait penggunaan anggaran harus jelas dan detail. Pengawasan internal dan realisasi anggaran juga menjadi indikator BPK dalam pemberian WTP. Sehingga dilihat sejauh mana peranan inspektorat di masing-masing instansi pemerintahan dalam mengawasi pengelolaan anggaran dan seberapa transparansinya penggunaan anggaran.
“Jangan sampai yang dipertanggung jawabkan, tapi realitasi tidak A atau justru terdapat fiktif pertanggung jawabkan keuangan,” ujar dia.
Namun, menurutnya, titik krusial yang perlu dikemukakan adalah apakah ada kongkalikong dalam mempengaruhi independensi BPK dalam penetapan opini WTP. Sebab, tidak bisa ditampik adanya praktik jual beli WTP demi menghilangkan penyimpangan pengelolaan keuangan yang ada.
“Justru yang paling banyak terjadi adalah, ada oknum BPK yang memberikan opini WTP ini berdasarkan transaksi antara oknum auditor BPK dengan oknum kementrian atau lembaga,” katanya.
(Vhe)