Investor di Labuan Bajo Jadi Tersangka Kasus Tanah Pemprov

Investor di Labuan Bajo Jadi Tersangka Kasus Tanah Pemprov

JAKARTA, LINews – Jaksa Agung Republik Indonesia Sanitiar Burhanudin diminta memberikan kepastian hukum atas kasus dugaan korupsi pemanfaatan aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT).

Adapun kasus dugaan korupsi itu terkait tanah seluas 31.670 meter persegi yang terletak di Pantai Pede, Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.

Buntut dari kasus itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan Heri Pranyoto selaku Direktur PT Sarana Investama Manggabar sebagai tersangka (SIM).

“Kami telah telah menyampaikan permohonan perlindungan Jaksa Agung RI agar proses penyidikan jangan sampai disalahgunakan oleh aparatur Penyidik Kejaksaan Tinggi NTT untuk menjerat atau menetapkan klien kami sebagai tersangka hingga terdakwa di Pengadilan,” kata kuasa hukum Direktur PT SIM Heri Pranyoto, Khresna Guntarto dalam keterangan tertulis, Selasa (1/8/2023).

Bahkan, Khresna juga meminta agar Jaksa Agung menerbitkan surat penetapan penghentian penyidikan (SP3) dalam kasus itu.

Pasalnya, Khresna mengkhawatirkan penetapan tersangka terhadap kliennya didasarkan pada asumsi dugaan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang salah, sesat, dan tidak benar.

“Klien kami, PT SIM, berikut jajaran pengurusnya, merupakan mitra kerja sama swasta yang melaksanakan proyek dengan skema BOT/ BGS tanpa keuangan negara atau daerah sama sekali,” ujar dia.

Khresna mengatakan, permohonan perlidungan kepada Jaksa Agung itu disampaikan melalui surat resmi.

Dia mengatakan persoalan terkait bisnis itu seharusnya diproses dalam ranah hukum perdata, bukan dalam ranah tindak pidana korupsi. Sebab, menurutnya, tidak ada unsur merugikan keuangan negara dalam kasus itu.

Khresna memohon agar penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemanfaatan asset Pemprov NTT berupa tanah seluas 31.670 meter persegi itu dapat dihentikan atau setidak-tidaknya menunggu hasil pemeriksaan dalam Perkara Perdata Gugatan di Pengadilan Negeri Kupang Nomor: 302/ PDT.G/ 2022/ PN.KP hingga putusan hakim berkekuatan hukum tetap.

Dalam gugaran perdata itu PT. SIM merupakan penggugat. Kemudian, Gubernur NTT selaku Pemprov NTT sebagai tergugat I dan PT Flobamora sebagai Tergugat II.

“Sebab, substansi persoalan yang dipermasalahkan penyidik erat kaitannya dengan perkara perdata yang sedang berjalan tersebut,” ungkap Khresna.

Lebih lanjut, Khresna meminta Jaksa Agung memerintahkan jajaran Satuan Tugas (Satgas) 53 Kejaksaan Agung RI atau Jaksa Pengawas untuk memantau dan mengawasi kinerja Kejati NTT agar amanah mewujudkan nawacita dari Presiden Joko Widodo.

Khresna mengatakan kliennya sudah merugi karena mengeluarkan uang puluhan miliar rupiah atas investasi yang ternyata berujung kepastian.

“Klien kami jelas-jelas sudah dirugikan karena mengeluarkan uang puluhan miliar rupiah atas investasi BOT/ BGS yang ternyata tidak pasti, lalu justru dihadapkan pada proses rekayasa kasus dugaan tindak pidana korupsi yang seakan rumit, yang dapat mengkriminalisasi Klien kami,” ujar Khresna.

Terkait permohonan ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana belum bisa banyak memberikan komentar.

Ketut meminta pihak terkait menunggu perkembangan kasusnya hingga inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

“Tunggu dulu perkembangannya, proses sedang berjalan, sidangnya seperti apa nanti kita menunggu putusannya ke mana arahnya. Proses sedang berjalan kita enggak bisa menilai apa-apa terhadap suatu ketentuan yang sedang berjalan,” kata Ketut saat dikonfirmasi terpisah.

Versi BPK, nilai kerja sama rendah

Diberitakan sebelumnya, Kejati NTT telah menetapkan dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi pemanfaatan aset tanah milik Pemprov NTT pada Senin (31/7/2023) petang.

Tanah seluas 31.670 meter persegi yang terletak di Kelurahan Gorontalo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat itu sebelumnya telah didirikan Hotel Plago oleh PT Sarana Investama Manggabar (SIM).

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi NTT, A. A. Raka Putra Dharmana menerangkan, kedua tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Kedua tersangka ialah TDSB selaku Kabid Pemanfaatan Aset (pengguna barang) dan HP selaku Direktur PT Sarana Investama Manggabar,” ujar Raka Putra dalam keterangan tertulis yang diterima LINews, Selasa (1/8/2023).

Menurut Raka, tindakan keduanya telah menimbulkan kerugian negara senilai Rp 8.522.752.021 berdasarkan laporan hasil audit BPKP Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Raka Putra menjelaskan, tanah itu merupakan hibah dari Kementerian Pariwisata RI pada tahun 2012 kepada gubernur NTT.

Kemudian, pada 23 Mei 2014, Pemprov NTT mengadakan perjanjian kerja sama (PKS) melalui Bangun Guna Serah (BGS) tanpa melalui tender kepada PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM). PKS tersebut bernomor: HK.530 Tahun 2014 – Nomor: 04/SIM/Dirut/V/14 tentang Pembangunan Hotel dan Fasilitas Pendukung lainnya di atas Tanah Milik Pemprov NTT.

Pada 2021, terdapat temuan tim auditor BPK yang menilai bahwa kontribusi kerja sama itu sangat rendah, sehingga disarankan untuk melakukan revisi namun tidak ada tanggapan dari pihak PT SIM.

Berdasarkan perhitungan ahli appraisal Pemerintah Provinsi NTT Nomor:BPAD-NTT.A3/000.030/2633/2022, didapatkan nilai kontribusi yang seharusnya adalah Rp 1.547.958.670 per tahun.

“Sehingga kerugian negara yang ditimbulkan dari perbuatan para tersangka ditaksir senilai Rp 8.522.752.021 berdasarkan laporan hasil audit BPKP Perwakilan Propinsi Nusa Tenggara Timur Nomor: PE.03.03/SR-277/PW24/5/2023,” tutup dia.

(Roy)

Tinggalkan Balasan