Jaksa Roy, Usut Mafia Tanah Rp 1,3 T hingga Kasus Alex Noerdin

Jaksa Roy, Usut Mafia Tanah Rp 1,3 T hingga Kasus Alex Noerdin

Jakarta, LINews – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Prabumulih, Sumatera Selatan (Sumsel) Roy Riady satu-satunya jaksa dari Sumatera Selatan (Sumsel) yang masuk dalam nominasi Adhyaksa Awards 2024. Roy Riady dikenal di kalangan rekan kerja dan masyarakat sebagai jaksa spesial tangani perkara korupsi.

Saat ini, Roy sudah berpindah tugas menjabat sebagai Kajari Musi Banyuasin (Muba), Sumsel. Roy tergabung dalam 25 nama kandidat penerima Adhyaksa Awards 2024. Nama-nama itu adalah hasil seleksi yang sangat ketat dari ribuan jaksa yang diusulkan masyarakat dan internal kejaksaan dan dia masuk dalam kategori Jaksa Tangguh dalam Pemberantasan Korupsi. Para kandidat ini dipilih oleh Dewan Pakar secara langsung dalam rapat yang digelar di Jakarta Selatan, akhir Mei lalu.

Roy mengaku tak percaya dirinya bisa masuk dalam nominasi tersebut. Sebab, 4 nama yang juga masuk dalam Adhyaksa Awards seperti Direktur Penuntutan KPK Bima Suprayoga, Kajari Timur Tengah Utara (TTU) Roberth Jimmy Lambila, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi, dan Kepala Biro Perlengkapan Jambin Kejagung, Asep Maryono merupakan seniornya.

“Saya tidak menyangka saya masuk kandidat nominasi Jaksa Tangguh dalam Pemberantasan Korupsi. Saya bangga di Sumsel hanya ada nama saya yang masuk kandidat pemilihan Adhyaksa Awards 2024,” katanya.

Roy menceritakan sejak dilantik sebagai jaksa di tahun 2007, pria asli kelahiran Palembang, sudah dipercaya menangani perkara korupsi saat itu. Tersangkanya Kepala Dinas Perhubungan di Kabupaten Aceh Tenggara yang masih kerabat Bupati.

“Alhamdulillah saat itu, terungkap adanya korupsi yang dilakukan kepala dinas itu,” kata Roy Riady.

Dalam perjalanan korupsi yang ditangani Roy selama menjadi jaksa kasus terbesar yang pernah diungkapnya yakni kasus korupsi aset tanah Pemkab Manggarai Barat (Labuan Bajo), Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2020 dengan total kerugian negara mencapai 1,3 triliun.

“Dalam kasus ini, saya sebagai ketua tim penyidik. Untuk tersangka ada 17 orang mulai dari Bupati, ASN, dan pihak swasta,” katanya.

Dia mengaku ketika menyidik kasus ini, banyak mendapat tekanan bahkan ancaman dari berbagai pihak. Namun, Roy tidak gentar dan tetap maju untuk menyelesaikan perkara tersebut.

“Banyak (tekanan) mulai dari dihalangi preman, bahkan kuasa hukum saksi (saat belum menjadi tersangka),” ujar Roy Riady.

Diketahui kasus mafia tanah di Labuan Bajo, NTT yang merugikan negara 1,3 triliun, Roy juga melakukan pemeriksaan terhadap mantan Jenderal dan tokoh pers nasional.

“Perkara mafia tanah di Labuan Bajo, NTT termasuk salah satu perkara yang sangat sulit dilakukan penyidikannya mengingat tanah milik Pemkab Manggarai Barat berasal dari penyerahan ahli waris adat karena tanah tersebut merupakan tanah ulayat. Penyidik harus memastikan benar itu adalah aset Pemkab Manggarai Barat karena di atas tanah tersebut telah dikuasai baik fisik maupun yuridis oleh pengusaha masyarakat preman dan figur nasional,”ungkapnya.

Roy mengatakan untuk menyelesaikan perkara kasus korupsi asat tanah Pemkab Manggarai Barat, dirinya membutuhkan waktu selama 6 bulan.

“6 bulan selesai. Kerugian dalam kasus ini mencapai Rp 1,3 triliun,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Roy juga mengatakan bahwa dirinya ikut terlibat menjadi penyidik dan penuntut umum dalam kasus yang menjerat mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin. Kasus yang ditangani yakni tindak pidana korupsi pembangunan korupsi Masjid Sriwijaya dengan kerugian negara Rp 113 miliar.

Saat menangani kasus ini, Roy mengaku pikirannya sempat terpengaruh dengan nama Alex Noerdin yang cukup dikenal di Sumsel karena sebagai kepala daerah. Namun, hal itu tidak menyurutkan nya untuk mengungkap kasus tersebut.

“Ya sempat. Tapi karena saya menjalankan perintah atasan jadi tetap maju untuk mengungkap kasus itu,” ungkapnya.

Roy mengatakan, dirinya bersama dengan tim membutuhkan waktu 1 tahun untuk menyelesaikan perkara mantan Gubernur Sumsel 2 periode itu.

“Kurang lebih 1 tahun 8 bulan menyusun berkas dan 4 bulan proses sidang hingga putusan,” ujarnya.

Roy juga mengatakan saat menangani kasus tersebut sama seperti kasus di Labuan Bajo dengan mendapat tekanan. Namun, dia tidak memperdulikannya karena sedang menjalankan tugas sebagai jaksa.

“Sama (tekanan seperti kasus Labuan Bajo) tapi saya tetap jalan menjalankan tugas. Ya itulah suka dan duka menjadi seorang jaksa,” ujarnya.

Roy menambahkan, setiap kali dirinya akan menyelesaikan perkara selalu meminta doa dan restu kepada sang ibu, agar kasus yang ditanganinya dapat terselesaikan dengan baik.

“Saya selalu minta doa kepada ibu setiap kali akan menyelesaikan suatu perkara. Dan setiap pagi saya sujud dengan ibu saya kalaupun jauh saya telpon ibu saya setiap pagi. Alhamdulillah dengan meminta doa semua perkara yang sama pegang semuanya selesai dengan baik,” tutupnya.

Selain 2 kasus tersebut, berikut sederet kasus-kasus besar yang pernah ditangani Roy:

– Perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang melibatkan Muhammad Nazaruddin.

– Perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang Tubagus Chaeri Wardana.

– Perkara tindak pidana korupsi Pasal 21 menghalangi penyidikan Obstruction of Justice Friedrich Yunadi.

– Perkara tindak pidana korupsi pasal 22 memberikan keterangan tidak benar atau palsu Miryam S Haryani.

– Perkara tindak pidana korupsi suap anggota komisioner KPU Kota Prabumulih Andri Swantana (penerima suap) dan EF Tahana Yudha (pemberi suap).

– Perkara tindak pidana korupsi dana Hibah pada Bawaslu Kota Prabumulih.

– Perkara tindak pidana korupsi melibatkan Kepala Dinas Kesehatan Kota Prabumulih.

– Perkara tindak pidana korupsi melibatkan Kepala Dinas Perhubungan Kota Prabumulih.

(Vhe)

Tinggalkan Balasan