Mataram, LINews – Massa jurnalis dari AJI Mataram, IJTI NTB, PWI NTB, dan AMSI NTB berunjuk rasa di depan Gedung DPRD NTB, Mataram, siang tadi. Mereka menolak RUU Penyiaran yang dinilai mengancam kebebasan pers di Tanah Air.
Para jurnalis melakukan aksi berjalan mundur menuju gedung dewan. Ini merupakan simbol mundurnya demokrasi di Indonesia.
Koordinator Aksi, Muzakkir, mengatakan bahwa RUU Penyiaran 2024 yang merupakan revisi dari Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang saat ini dibahas di DPR dinilai mengandung beberapa pasal kontroversial. Pasal-pasal tersebut berpotensi mengancam kebebasan pers serta independensi media di Indonesia.
“RUU ini jelas membungkam independensi dalam melaksanakan kerja-kerja jurnalis,” tegas Muzakkir dalam orasinya, Selasa (21/5/2024).
Dia menegaskan draf RUU ini masih memicu kekhawatiran karena adanya pasal-pasal yang melarang kegiatan dan produk jurnalisme investigasi yang tumpang tindih dan bertentangan dengan UU Pers.
“Kami, sebagai perwakilan dari organisasi-organisasi pers, menolak RUU ini,” katanya.
Ketua AJI Mataram Muhammad Kasim mengatakan jurnalis NTB memiliki pengalaman buruk dengan adanya UU ITE. Beberapa jurnalis sempat dikriminalisasi menggunakan UU tersebut.
“Malah sekarang RUU Penyiaran melarang jurnalis melakukan investigasi. Media komunitas dikekang, konten kreator bisa saja ditindas oleh RUU ini. Tidak ada kata lain selain tolak,” tegas Kasim.
Pengurus AMSI NTB Satria Zulfikar mengatakan bahwa rezim saat ini telah sukses membungkam KPK, Mahkamah Konstitusi, kemudian membungkam aktivis dengan UU ITE. Setelah semua dibungkam, rezim saat ini menghidangkan RUU Penyiaran yang bisa saja membungkam kebebasan pers di Indonesia.
“RUU ini seperti hidangan yang ironi. Ini tentu saja ancaman bagi insan pers yang ingin melakukan investigasi,” tegasnya.
Ketua AMSI NTB Hans Bahanan mengatakan bahwa sejak 4 tahun terakhir ada 12 jurnalis di NTB pernah mendapatkan kriminalisasi oleh aparat, pemerintah, hingga sipil menggunakan pasal UU ITE.
“Jika RUU ini disahkan bukan tidak mungkin akan lebih banyak lagi kasus-kasus serupa di NTB,” tegas Hans.
Hans mengatakan seluruh jurnalis di NTB dengan tegas memberikan pernyataan sikap kepada DPR agar menolak atau membatalkan RUU penyiaran tersebut.
Mereka menuntut DPR meninjau ulang RUU Penyiaran Pasal 42 dan 50 B tentang pembatasan kewenangan jurnalisme investigasi yang akan mengebiri fungsi pers sebagai salah satu pilar demokrasi.
Kemudian merevisi Pasal 34 sampai 36 RUU Penyiaran tentang kewenangan KPI menyelesaikan sengketa pers selain Dewan pers, karena rentan intervensi.
Aksi para jurnalis ini diterima oleh Kabag Keuangan Setwan DPRD NTB Sabirin Alam didampingi Humas Setwan Lalu Juan mengaku bakal meneruskan empat poin seluruh jurnalis di NTB ke pimpinan dewan.
“Kami akan teruskan ke pimpinan. Sekarang posisinya semua anggota DPRD sedang ada kunjungan kerja ke Jakarta,” tandas Sabirin.
Setelah berorasi, seluruh jurnalis dari berbagai media melepaskan tanda pengenal mereka di depan pintu gerbang DPRD NTB, lalu menaburinya dengan bunga rampai. Ini sebagai simbol jurnalisme di ambang kematian.
(Wahyu)