Sorong, LINews – Sejumlah wartawan yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Kota Sorong. Mereka menyatakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran yang diinisiasi oleh Komisi I DPR RI Periode 2019-2024.
Unjuk rasa tersebut berlangsung di depan Kantor DPRD Kota Sorong, sekitar pukul 11.00 WIT. Massa aksi berasal dari 4 organisasi yakni Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) hingga perwakilan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
“Kami menilai draf RUU Penyiaran tersebut berpotensi membawa malapetaka dan mengancam kebebasan pers di Papua Barat Daya,” kata Koordinator Aksi Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya Safwan Ashari kepada wartawan, Rabu (22/5/2024).
Safwan menyebut RUU Penyiaran tersebut akan menambah deretan masalah tata kelola media penyiaran serta mengekang kebebasan pers. RUU Penyiaran yang ada saat ini berpotensi merugikan masyarakat luas termasuk jurnalis, sehingga harus ditolak pengesahannya.
“RUU ini bisa mengekang kebebasan kami sebagai jurnalis dalam peliputan. Apalagi pembahasan ini dalam masa transisi pemerintahan nanti dan tidak melibatkan banyak pihak termasuk pilar keempat demokrasi di Indonesia,” ungkapnya.
Dia menegaskan menolak RUU Penyiaran terlebih yang ada dalam Pasal 50 huruf b yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Padahal, kata dia, liputan investigasi adalah liputan bergengsi bagi jurnalis.
“Terus terang kami tolak RUU Penyiaran sebab di dalamnya seperti Pasal 50 huruf b secara jelas melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Kita harus tahu bahwa investigasi adalah liputan yang paling mahal dan dapat membantu penegak hukum,” terangnya.
Selain itu, Perwakilan IJTI Papua Barat dan Papua Barat Daya Maichel mengaku sangat prihatin terhadap revisi UU Penyiaran yang akan berdampak pada karya jurnalistik.
“Saya perihatin atas rencana DPR merevisi UU Penyiaran yang akan mengekang pers saat liputan investigasi. Liputan investigasi adalah liputan yang sangat mahal dilakukan oleh kami sebagai pilar keempat demokrasi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Papua Barat Daya, Fauzia menegaskan RUU Penyiaran harus ditolak sebab hanya akan menguntungkan oknum-oknum tertentu. Fauzia menilai pers tidak ada independen jika Dewan Pers dialihkan ke KPI.
“Apalagi untuk dialihkan ke KPI maka pers tidak miliki Nilai independen lagi. Mereka maunya apa, itu hanya untuk melindungi kepentingan oknum-oknum tidak bertanggung jawab kedepannya. Kami jelas menolak dengan tegas RUU Penyiaran karena akan membatasi dan mengkerdilkan sistem demokrasi, terlebih kebebasan pers di negeri ini,” tegasnya.
Sementara itu Ketua DPRD Kota Sorong Erwin Ayal berjanji akan membawa aspirasi para wartawan ke DPR RI maupun Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Dia mengaku tidak tahu menahu tujuan dari pembahasan RUU Penyiaran itu.
“Saya janji akan mengantarkan aspirasi yang disampaikan oleh Jurnalis Papua Barat Daya secara berjenjang hingga ke pusat, kami akan kasih ke DPR RI dan Kementerian Kominfo. Saya juga tidak tahu apa tujuan dari pembahasan RUU Penyiaran ini untuk siapa,” tutupnya
Berikut, 3 poin pernyataan sikap
1. Kami Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya, dengan tegas menolak draf RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kerja-kerja pers yang berkualitas dan berintegritas.
2. Kami Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya menolak pengambilalihan tugas Dewan Pers oleh Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawal tugas-tugas jurnalistik.
3. Kami Solidaritas Jurnalis Papua Barat Daya, mendesak DPRD Kota Sorong agar segera berkoordinasi secara berjenjang untuk melanjutkan aspirasi kami terkait penolakan terhadap Revisi UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang akan menghambat tugas jurnalis Indonesia.
(Ris)