Law-Investigasi – RUU Perampasan aset adalah rancangan instrumen hukum yang diharapkan bisa menjerat pelaku tindak pidana dengan motif ekonomi seperti pencurian, penipuan dan penggelapan yang sudah berkembang semain pelik mengingat para pelaku berasal dari kalangan terpelajar bahkan mampu menyusun tindak pidana tersebut bukan hanya skala nasional tetapi lintas negara.
Terkuaknya dana “siluman” yang mencapai 300 trilyun lebih misalnya, dengan kemunculan kasus yang dipicu oleh pejabat Kemenkeu yang didapati memiliki aset atau nilai kekayaan setara dengan Presiden Joko Widodo itu tentu membuat semua orang terbelalak bahwa ketika kondisi ekonomi dunia memburuk, malah justru Indonesia memiliki uang dengan nilai fantastis di wilayah Kementerian Keuangan dan entah siapa pemiliknya.
Artinya RUU Perampasan Aset yang telah digaungkan sejak tahun 2022 lalu oleh Mahfud MD salah satunya memiliki peran penting untuk segera di sah kan mengingat kasus berupa pencurian, penipuan dan penggelapan dengan motif ekonomi itu kembali menyeruak di awal tahun 2023 jelang tahun politik.
Sayangnya RUU (Rancangan Undang-undang) yang sudah cukup lama berproses sejak tahun lalu, bahkan masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tak juga kunjung di sah kan hingga akhir triwulan pertama tahun 2023.
Jenis kejahatan seperti ini tentu saja selain menghasilkan banyak harta kekayaan sekaligus juga bisa sangat mungkin melibatkan banyak dana untuk pembiayaan peralatan-peralatan yang akan digunakan sebagai penunjang pelaksanaan tindak pidana.
Akan semakin sulit penanganan jenis tindak pidana dalam kategori tersebut oleh penegak hukum karena kompleksitas variabel pendukung yang digunakan dan dilakukan oleh para oknum.
Seberapa Urgen RUU Peranpasan Aset Berlaku di Indonesia
Sejak rancangan Undang-Undang tersebut dibuat, kemudian masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas, kasus pencurian, penipuan dan penggelapan dengan motif ekonomi terus berjalan, meskipun secara parsial, jika tetapi terlihat bahwa setiap sendi baik perusahaan swasta hingga lembaga pemerintah tersisip kasus tersebut.
Dan diakui bahwa negara tampak sulit untuk memberikan efek jera bagi para pelaku, untuk itu RUU Perampasan Aset diharapkan bisa segera sah menjadi UU.
“Presiden juga sudah berkali-kali katakan tolong RUU Perampasan Aset dalam tindak pidana itu segera disahkan,” kata Menteri Koordinator (Menko) Politik Hukum dan Keamanan Mohammad Mahfud MD dalam sebuah FGD (focus group disscussion) di Jakarta.
KPK sebagai lembaga anti korupsi memilih untuk langsung beraksi ketimbang berbicara di ruang publik dengan mendorong upaya pengesahan lebih cepat kepada Mahfud MD.
Dari kondisi tersebut maka bisa dilihat bahwa negara memang benar-benar perlu sebuah payung hukung untuk bisa memberi efek jera kepada para oknum pelaku kejahatan dengan motif ekonomi yaitu berupa RUU Perampasan Aset dan instrumen tindak pidana secara efektif dan efisien.
Tentunya dengan tetap memperhatikan nilai-nilai keadilan dengan tidak melanggar hak-hak perorangan. Karena pelaku tindak pidana dengan motif ekonomi itu secara curang dan berlawanan dengan norma dan ketentuan hukum, mengambil keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang lain atau kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Semantara itu Edward Omar Sharif Hiariej selaku Wakil Menteri HUkum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan progres dari RUU Perampasan Aset Tindak Pidana sudah masuk dalam tahap harmonisasi. “RUU Perampasan Aset masih diharmonisasi,” ujar Edward Omar Sharif Hiariej di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat (10/3/2033).
Menurut Sharif, RUU Perampasan Aset akan diserahkan kepada DPR setelah terbit surat dari Presiden dan perumusan rancangan UU tersebut tak lepas dari United Nation Convention Against Corruption yang telah diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006.
Apakah RUU Perampasan Aset bisa segera disahkan?
(Adrian)