Kasus Brigadir J Janggal seperti Penembakan 6 Laskar FPI

Kasus Brigadir J Janggal seperti Penembakan 6 Laskar FPI

Jakarta, LINews – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pengusutan kasus penembakan terhadap Brigadir J di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Mabes Polri Irjen Ferdy Sambo penuh kejanggalan dan terkesan ditutup-tutupi.

Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar mengatakan upaya kepolisian menyembunyikan fakta dalam kasus itu seperti terjadi pada insiden penembakan terhadap enam Laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada Desember 2020 lalu.

“Bukan kali pertama, upaya kepolisian dalam menyembunyikan fakta juga terjadi pada kasus terdahulu, seperti halnya penembakan terhadap enam laskar FPI,” kata Rivanlee dalam keterangan resminya, Kamis (14/7).

Rivanlee mengatakan persidangan kasus penembakan Laskar FPI telah terbukti sejumlah warga sekitar diduga mengalami intimidasi oleh aparat. Warga kala itu diminta aparat tidak merekam peristiwa dan bahkan diminta untuk menghapus file rekaman.

“Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Komnas HAM ketika memberikan keterangan di persidangan,” kata dia.

Rivanlee mengatakan kasus serupa terjadi dalam penyiksaan terhadap Alm. Hermanto yang merupakan tahanan Polsek Lubuklinggau Utara. Saat itu, pihak kepolisian terkesan menutupi kasus dengan menghalangi jenazah yang meninggal untuk dilihat oleh pihak keluarga.

“Untuk lari dari pertanggungjawaban pidana pun, anggota Kepolisian berdalih bahwa tindakan diambil merupakan langkah terukur terhadap pelaku kriminal. Padahal dalam peristiwa ini, kami justru menemukan adanya dugaan rekayasa kasus dan fakta,” kata dia.

Rivanlee mencatat ada enam kejanggalan yang tak masuk akal dalam pengusutan kasus penembakan terhadap Brigadir J.

Kejanggalan pertama, ada disparitas waktu yang cukup lama antara peristiwa dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar dua hari. Kedua, kronologis yang berubah-ubah disampaikan oleh pihak Kepolisian ke publik.

Lalu, kejanggalan ketiga ditemukannya luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian muka. Keempat, Keluarga yang sempat dilarang melihat kondisi jenazah. Kelima CCTV dalam kondisi mati pada saat peristiwa terjadi. Kejanggalan terakhir disebutkan keterangan Ketua RT yang tidak mengetahui adanya peristiwa dan proses olah TKP.

“Kami menilai bahwa sejumlah kejanggalan tersebut merupakan indikasi penting bahwa Kepolisian terkesan menutup-nutupi dan mengaburkan fakta kasus kematian Brigadir J. Terlebih keberadaan Kadiv Propam saat peristiwa terjadi pun tidak jelas,” kata dia.

Rivanlee meminta Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo menjamin independensi dan transparansi tim khusus yang bertugas untuk mengungkap fakta kasus tersebut. Serta dapat menyampaikan secara berkala pada publik atas perkembangan yang terjadi.

“Kapolri menjamin ruang masukan, saran, serta penyampaian dari pihak keluarga korban untuk bebas dari tindakan intimidatif dan tekanan dalam bentuk lain guna mencari fakta seterang-terangnya. Serta meminta LPSK untuk menjamin perlindungan bagi keluarga korban,” pinta dia.

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan kredibilitas Polri dan Pemerintah menjadi taruhan dalam kasus penembakan Brigadir J ini. Ia menilai banyak kejanggalan dalam penanganan kasus sebagaimana yang telah dipaparkan oleh kepolisian sebelumnya.

“Kasus ini memang tak bisa dibiarkan mengalir begitu saja karena banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan, maupun penjelasan Polri sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya,” kata Mahfud, Rabu (13/7).

Tim khusus bentukan Kapolri sementara itu baru mulai bergerak menyelidiki kasus penembakan Brigadir J.

Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri sekaligus Ketua Timsus Komjen Agung Budi Maryoto menyatakan pihaknya sudah mulai melakukan serangkaian langkah penyelidikan.

“Pertama tentu melaksanakan pendalaman terhadap olah TKP, kemudian juga pendalaman terhadap hasil autopsi, kemudian juga pendalaman terhadap saksi-saksi. Saya menambah pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang dimungkinkan untuk melengkapi dalam koridor hukum,” ujarnya dalam konferensi pers, semalam (13/7).

Kendati demikian, Agung mengaku belum bisa membeberkan hasil perkembangan penyelidikan secara secara signifikan. Dia juga tidak menjelaskan lebih lanjut sudah berapa saksi yang telah diperiksa. Timsus juga menggandeng Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). (Robi)