Kasus Graha Wismilak, Perjanjian Nyono & Polda Jatim Disinggung

Kasus Graha Wismilak, Perjanjian Nyono & Polda Jatim Disinggung

SURABAYA, LINews – Dirut PT Wismilak Inti Makmur Tbk Ronald Walla diperiksa polisi terkait kasus dugaan pemalsuan akta autentik gedung Grha Wismilak yang berada di Jalan Darmo nomor 36-38 Surabaya, Jumat (18/8).

Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Farman mengatakan materi yang ditanyakan terkait dengan alur jual beli gedung Grha Wismilak.

“Jual beli di situ antara saudara Nyono Handoko atau PT Hakim Sentosa dengan Wili Walla atau PT Gelora Djaja. Itu ada dua tahapan,” kata Farman.

Farman menjelaskan tahapan pertama jual beli itu dimulai dari adanya pengikatan perjanjian jual beli (PPJB) tertulis antara Nyono Handoko atau PT Hakim Sentosa dengan Polda Jatim.

Perjanjian antara keduanya itu juga diketaui oleh Willi Walla atau PT Gelora Djaja.

“Dalam perjanjian itu, pada intinya, apabila memang itu benar aset milik Nyono Handoko dan harus dilakukan okupasi, harus ada tanda tanah penggantinya, yaitu seluas 4000 meter. Itu sudah diketaui Pak Willi Walla,” jelas Farman.

Dalam PPJB itu, lanjut dia, juga disebutkan proses pembelian akan dilaksanakan atau disempurnakan apabila perjanjian antara PT Hakim Sentosa dengan Polda Jatim telah terpenuhi.

“Faktanya untuk PPJB antara PT Hakim Sentosa dengan Polda Jatim waktu itu tidak terlaksana dengan sempurna. Penggantian tanah seluas 4.000 meter persegi tidak pernah terealisasi,” katanya.

Farman mengatakan telah melakukan koordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait adanya kerugian uang negara dalam hal ini adalah aset Polri.

“Aser ini terdaftar dalam investaris Polda Jatim pasa 1993 dan kami masih ada buku itu,” tandas Farman.

Diberitakan sebelumnya, Kakanwil BPB Jatim Joharno menegaskan sertifikat HGB nomor 648 dan 649 cacat administrasi.

Dia menjelaskan cacat administrasi dikarenakan surat keputusan (SK) yang terbit itu tidak sesuai dengan letak bangunannya yang diajukan.

“Cacatnya adalah yang dimohon itu letaknya di A, sementara SK-nya terbit untuk yang letaknya di B. Artinya, penerbutan SK itu tidak sesuai dengan tempatnya,” ucapnya.

(Wahyu)

Tinggalkan Balasan