Bandung, LINews – Kepala BKPSDM Majalengka Irfan Nur Alam kini sudah berstatus sebagai terdakwa di kasus korupsi proyek bangun guna serah Pasar Sindangkasih, Cigasong, Majalengka. Dia bersama tiga terdakwa lainnya didakwa memeras seorang pengusaha hingga mencapai Rp 7,5 miliar.
Irfan terjerat kasus ini dalam kapasitasnya sebagai Kepala Kabag Ekbang Setda Majalengka. Kemudian mantan Pj Bupati Bandung Barat Arsan Latif yang saat itu menjabat sebagai Inspektur Wilayah IV Inspektorat Jenderal Kemendagri, seorang pengusaha bernama Andi Nurmawan, serta ASN bernama Maya Andrianti yang saat itu menjabat Kepala Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setda Majalengka.
Dalam uraian dakwaan yang telah dibacakan, Komisaris PT PGA almarhum Endang Rukmana menjadi korbannya dalam kasus ini. Melalui tangan Andi Nurmawan dan seorang lainnya bernama Dede Rizka Nugraha (DRN), Endang telah menyetorkan uang Rp 7,5 miliar supaya perusahaannya bisa memenangkan tender proyek tersebut.
Jadi, sebelum kasus ini terbongkar, Pemkab Majalengka awalnya punya niat pada Februari 2020 untuk merevitalisasi Pasar Sindangkasih yang sudah dalam kondisi rusak parah. Tapi, kondisi COVID-19 saat itu memaksa supaya proyek revitalisasi tidak membebani anggaran daerah.
Setelah beberapa kali rapat dilakukan, Mei 2020 disepakati proyek revitalisasi pasar tersebut dengan nilai appraisal Rp 940 juta per tahun akan menggunakan skema bangun guna serah (BGS). Selain Pasar Sindangkasih, saat itu ikut disepakati 4 objek barang milik daerah (BMD) yang ikut skema serupa.
Kemudian, saat proses ini masih berjalan, terdakwa Andi Nurmawan beserta kawannya, Dede Rizka Nugraha rupanya mengetahui rencana proyek tersebut. Mereka kemudian melancarkan aksinya dengan mendekati PT DKM yang sempat tertarik menjadi investor revitalisasi pasar ini.
Tapi ternyata, PT DKM saat itu tak tertarik melanjutkan minatnya dalam proyek tersebut. Andi dan Dede kemudian menemui dan menawarkan proyek ini kepada Komisaris PT PGA, almarhum Endang Rukmana. Meski awalnya sempat tak tertarik, tapi Endang akhirnya mau menggarap proyek itu setelah ditawarkan bertemu dengan Irfan Nur Alam.
“Pada pertemuan tersebut, Dede Rizka Nugraha dan Andi Nurmawan memperkenalkan terdakwa (Irfan Nur Alam) selaku Kabag Ekbang yang juga anak Bupati Majalengka Karna Sobahi kepada almarhum Endang Rukanda,” demikian bunyi dakwaan itu dikutip Jumat (13/9/2024).
Setelah pertemuan tersebut, Endang akhirnya berubah pikiran dan tertarik menggarap proyek yang ditawarkan. Untuk lebih memudahkan proses lelang, terdakwa Andi Nurmawan ditunjuk menjadi kuasa direksi PT PGA pada Agustus 2020.
Setelahnya, giliran pertemuan Irfan Nur Alam dengan Arsan Latif untuk membicarakan regulasi pemanfaatan Pasar Sindangkasih melalui skema bangun guna serah. Arsan Latif kemudian datang ke Majalengka pada Oktober 2020, dan menjelaskan tentang pemanfaatan BMD yang tertuang dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.
Tak hanya itu saja, Arsan Latif juga difasilitasi liburan selama di Majalengka dengan menginap di rumah dinas jabatan bupati. Saat menginap, Arsan Latif melakukan pertemuan dengan Andi Nurmawan, Dede Rizka Nugraha, termasuk dengan Endang Rukmana beserta istrinya, Sri Mulya, termasuk dengan Maya Andriyati yang saat itu ditunjuk menjadi ketua panitia pemilihan mitra proyek Pasar Sindangkasih.
Obrolan pun kemudian dibuka dengan membahas regulasi untuk rencana proyek bangun guna serah Pasar Sindangkasih. Di momen ini, Arsan Latif membeberkan tentang perusahaan calon mitra nanti tidak harus yang telah memiliki pengalaman, tapi dibolehkan berafiliasi dengan perusahaan lain yang punya pengalaman proyek yang ditentukan.
Tapi ternyata, di draf Peraturan Bupati Majalengka yang merujuk Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, persyaratan yang tercantum belum memuat tentang istilah afiliasi itu. Di sini, Arsan Latif menjalankan perannya yang memang lebih memahami aturan di ranah Kemendagri.
“Pada saat itu, Arsan Latif menyampaikan bahwa pengalaman itu bukan pengalaman perusahaan tapi pengalaman orang-orang di perusahaan tersebut yang memiliki pengalaman bekerjasama dengan pihak lain yang melakukan kontrak bangun guna serah dengan pemerintah daerah,” demikian uraian dakwaan jaksa.
“Bahwa atas penjelasan saksi Arsan Latif maka istilah ‘afiliasi’ berikut kriterianya tersebut masuk kedalam Draft Perbup,” tambahnya.
Arsan Latif juga diminta Irfan Nur Alam untuk mencarikan perusahaan yang berpengalaman mengurus proyek bangun guna serah Pasar Sindangkasih, Cigasong, Majalengka. Upaya ini dilakukan supaya PT PGA bisa lolos sebagai pemenang proyek tersebut.
Singkatnya, pada November 2020, Arsan Latif menggandeng seorang pengusaha bernama Soemarsono Hadi yang menjadi direktur di dua perusahaan yaitu PT PGI dan PT AI. kata Arsan Latif dia sudah punya pengalaman mengurus proyek bangun guna serah di Depok dan Kota Bogor.
Sumarsono Hadi lalu dipertemukan dengan Andi Nurmawan oleh Arsan Latif di kantor Kemendagri. Dalam pertemuan tersebut, Soemarsono Hadi langsung ditunjuk menjadi direksi PT PGA untuk mengurus proyek di Majalengka.
“Bahwa pada saat menandatangani dokumen-dokumen tersebut, saksi Soemarsono Hadi hanya menandatanganinya saja tanpa melakukan pemeriksaan atau membaca dokumen-dokumen yang disodorkan oleh Andi Nurmawan. Saksi Soemarsono Hadi bersedia bertanda tangan pada dokumen-dokumen tersebut karena sudah diperiksa oleh Arsan Latif bertempat di ruang kerjanya di Kantor Kemendagri. Pada saat itu saksi Arsan Latif memberikan jaminan kebenaran dokumen-dokumen tersebut seraya berkata ‘sudah tanda tangani saja pak nano’,” kata uraian jaksa.
Regulasi pun kini sudah beres disiasati. Tugas selanjutnya, yaitu menyusun proses tender agar berjalan mulus tanpa kendala. Sebagai salah satu syaratnya, tender sebagaimana aturan yang ada, wajib diikuti tiga perusahaan. Jika kurang, maka tender itu batal dan tak bisa dilaksanakan.
Pada momen ini, peran Andi Nurmawan kembali dijalankan. Setelah mendapat segala informasi tentang lelang itu dari Maya, Andi kemudian menyiapkan tiga perusahaan mulai dari PT PGA, PT RDZ dan PT KEB sebagai syaratnya.
Nilai investasi Pasar Sindangkasih sebesar Rp 75 miliar, kemudian disiasati Andi Nurmawan supaya dimenangkan PT PGA. Bersama seseorang bernama M Afzal, dia sengaja membuat penawaran PT PGA lebih tinggi dibanding dua perusahaan lainnya sebesar Rp 77 miliar, supaya perusahaan tersebut bisa lolos sebagai pemenang.
Singkatnya, PT PGA pun dinyatakan sebagai pemenang proyek bangun guna serang Pasar Sindangkasih, Cigasong Majalengka. Ternyata, modus yang Andi Nurmawan lakukan ini tak cuma-cuma karena dia meminta nominal uang yang begitu besar kepada Endang selaku pemilik PT PGA sebagai pelicinnya.
Dalam uraian jaksa, Andi atas sepengetahuan Irfan Nur Alam, meminta uang sekitar Rp 4,09 miliar kepada almarhum Endang Rukanda untuk kelancaran pemenangan PT PGA. Uang itu lalu diberikan kepada Andi meski Endang mengetahui ada beberapa kejanggalan dalam proyek tersebut seperti pemalsuan dokumen hingga pengalam kerja perusahaannya.
Selain Andi, Dede Rizka juga kecipratan uang dari Endang usai memuluskan PT PGA. Dia mendapatkan duit sebesar Rp 3,495 miliar dari Endang.
Pada Mei 2021, proyek itu ternyata belum juga dieksekusi. Endang beserta istrinya kemudian bertemu dengan Irfan di ruang kerjanya yang ditemani Dede Rizka Nugraha. Di pertemuan tersebut, Irfan memberikan syarat kepada Endang supaya mengganti kuasa direksi PT PGA dari Andi ke Dede Rizka.
Syarat itu ternyata tak disanggupi Endang. Lalu secara tiba-tiba, PT PGA milik Endang memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai pemenang proyek bangun guna serang Pasar Sindangkasih, Cigasong, Majalengka pada pada awal 2022.
Gagalnya lelang ini ternyata membuka celah kasus korupsi yang tercium Kejati Jabar. Setelah serangkaian penyelidikan, Kejati menetapkan Irfan Nur Alam, Andi Nurmawan, Maya hingga Arsan Latif sebagai tersangka kasus korupsi proyek bangun guna serah Pasar Sindangkasih, Cigasong, Majalengka.
Keempat terdakwa pun didakwa melanggar pasal berlapis. Mulai dari Pasal 12 huruf e, Pasal 12B, Pasal 11 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Nas)