Kebijakan Mobil Listrik yang Dipaksakan #3

Kebijakan Mobil Listrik yang Dipaksakan #3

Anggaran kendaraan listrik untuk dinas pemerintah

Menurut Inpres Nomor 7 Tahun 2022, kendaraan listrik untuk dinas pemerintah pusat dan daerah bakal menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Law-Investigasi berusaha meminta keterangan dari Kementerian Perekonomian, namun otoritas di sana seolah menolak dengan halus.

“Terkait dengan mobil listrik, sebaiknya bisa mewawancara teman-teman di Kemen Perin, Kemen ESDM, PLN, Industri Otomotif,” kata Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Rabu (12/10/2022).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga belum menjawab Law-Investigasi hingga naskah ini diterbitkan. Hal ini senada dengan pejabat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau Kementerian Investasi.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia berikut juru bicaranya Tina Talisa, belum memberikan jawaban pada Law-Investigasi hingga naskah ini diterbitkan.

Tesla Gagal Investasi di Indonesia

Tesla disebut lebih memilih membangun pabrik terbarunya di India ketimbang Indonesia. Hal ini diduga karena adanya persoalan iklim pajak tidak sekedar soal tarif, melainkan soal kemudahan, serta birokrasi yang lebih cepat dan mudah.

Selain itu ada juga persoalan soal biaya investasi yang akan dikeluarkan Tesla di India jauh lebih murah, menjadi alasan mengapa Indonesia gagal terpilih.

Padahal Indonesia sebagai penghasil nikel yang diperhitungkan di dunia, seharusnya bisa mengambil hati bos Tesla Elon Musk agar berinvestasi di Indonesia.

Indonesia punya cadangan nikel sekitar 52% dari cadangan dunia. Produksi nikel Indonesia dilaporkan sekitar 800 ribu ton atau sekitar 30 % dari total produksi nikel dunia.

Alasan lainnya adalah adanya persoalan enviromental, social, and governance atau ESG. Nilai ESG adalah nilai-nilai praktik perusahaan yang mengacu pada tiga hal, mulai dari lingkungan, dampak sosial, hingga tata laksana regulasi yang baik.

ESG ini berkaitan dengan adanya iklim usaha seperti hukum dan aturan yang bisa menghambat investasi. Apalagi jika ada kepentingan elit pengusa yang turut ingin bermain dalam mewahnya investasi kendaraan listrik.

DPR Kritisi Kebijakan Kendaraan Listrik

Penggunaan kendaraan listrik kini mulai menjadi tren di dunia dan optimisme kendaraan listrik lebih ditujukan untuk menurunkan gas emisi dan menekan penggunaan bahan bakar minyak di dunia.

Terlebih, saat ini kondisi kerusakan lingkungan dinilai semakin menjadi-jadi dan mengkhawatirkan.

Untuk itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja memerintahkan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai teruntuk para jajarannya, baik di pemerintahan pusat dan daerah.

Instruksi itu diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Listrik (Battery Electric Vehicle) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pengadaan mobil listrik yang dicanangkan dalam penerbitan Inpres Nomor 7 Tahun 2022 mendapatkan sorotan dari sejumlah pihak.

Beberapa pejabat seperti Luhut Binsar Panjaitan hingga Moeldoko diduga ikut mendorong kebijakan itu menjad dalam kepentingan tersebut.

Bahkan penerbitan Inpres tersebut juga membuat Roni Dwi Susanto yang dahulu merupakan Ketua LKPP mundur dari jabatannya.

Terkait dengan kebijakan wacana pengadaan mobil listrik dalam Inpres 7 Tahun 2022, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto memberikan tanggapannya.

Mulyanto mengatakan Instruksi Presiden (Inpres) tentang kendaraan listrik untuk operasional pemerintah, tidak efisien bila diterapkan saat ini.

Pasalnya, hal tersebut merupakan pemborosan APBN dan infrastruktur penunjang kendaraan listrik di Indonesia dinilai masih terbatas.

Menurutnya, rencana tersebut tidak mendesak untuk dilaksanakan. Hal ini mengingat keuangan negara dinilai sedang tidak baik-baik saja.

“Jangan mau didikte oleh kekuatan global. Apalagi ujung-ujungnya akan meningkatkan impor dan ketergantungan pada komponen luar negeri,” kata Mulyanto kepada Law-Investigasi.

Seperti diketahui, Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia baru terdapat 129 unit.

Di sisi lain, ia mengkhawatirkan Inpres ini mampu mengangkat tarif listrik yang lagi-lagi merugikan rakyat.

Selain itu, saat ini penunjang kendaraan listrik di Indonesia saja masih terbatas dan kekurangan itu dinilai malah membuat negara bakal lebih banyak menggelontorkan APBN untuk memenuhi kekurangan yang ada.

“APBN lebih efisien digunakan untuk keperluan masyarakat lainnya seperti untuk kebutuhan masyarakat yang penting-mendesak, yakni untuk menekan inflasi dan meningkatkan daya beli masyarakat dan menopang subsidi,” ungkapnya.

Politisi PKS itu juga mengingatkan pemerintah agar mempertimbangkan matang-matang untuk menerapkan green energy di Indonesia.

Dalam arti, pemerintah harus objektif-rasional dengan mempertimbangkan kondisi nasional sebelum memutuskan penerapan kendaraan listrik.

“Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia juga sudah bilang dalam beberapa kesempatan telah memberikan kode peringatan bahwa kondisi keuangan Indonesia ada pada posisi tidak aman,” ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah diminta berhati-hati memilih program yang hanya memanjakan fasilitas aparat negara.

Untuk itu, menurut Mulyanto, jika program tersebut tidak terlalu penting sebaiknya ditunda atau dibatalkan.

“Apalagi sekarang beredar kabar sudah ada beberapa pejabat negara yang cawe-cawe dalam program penggantian kendaraan dinas ini,” ujarnya.

“Kita patut curiga keterlibatannya dalam program ini bukan untuk tujuan yang baik. Tapi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya,” sambungnya.

Seperti diketahui sesuai Inpres tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendapat tugas untuk melakukan percepatan produksi berbagai jenis kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan hal tersebut baik sepeda motor maupun kendaraan bermotor roda empat atau lebih.

Hal itu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan transformasi dari kendaraan bermotor bakar menjadi KBLBB.

“Kemenperin berkomitmen mendukung upaya transformasi ini. Hal ini sejalan dengan peta jalan pengembangan KBLBB yang telah disusun oleh Kemenperin,” kata Febri saat dihubungi.

Febri menyebutkan bila tugas lain dari Kemenperin yang harus adalah memberikan dukungan teknis untuk pendalaman struktur industri KBLBB dalam negeri agar mampu memenuhi target capaian Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

(Tim Investigasi)