Kejagung Sayangkan Kewenangan PK Dicabut

Kejagung Sayangkan Kewenangan PK Dicabut

Jakarta, LINews – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana menerima audiensi Koalisi Masyarakat Sipil untuk membahas terkait perkembangan proses hukum dalam perkara tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup. Salah satu yang dibahas terkait kewenangan PK jaksa yang dicabut sehingga berdampak ke korban.

Adapun Koalisi Masyarakat Sipil yang hadir dipimpin oleh Andi Muttaqien selaku Direktur Eksekutif Satya Bumi. Tak hanya itu perwakilan organisasi masyarakat sipil lainnya yang turut hadir adalah WALHI, Greenpeace Indonesia, Traction Energy Asia, Sawit Watch, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Trend Asia, AURIGA Nusantara, dan Indonesia for Global Justice.

Pada pertemuan itu, Koalisi Masyarakat Sipil memaparkan anotasi legal putusan pengadilan terhadap tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya, yang telah mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kawasan hutan sehingga negara tidak hanya dirugikan akibat perbuatan tindak pidana, tetapi juga berdampak pada kerusakan lingkungan dan hutan dengan nilai kerugian yang tidak terhingga.

Selain itu, Koalisi Organisasi Masyarkat Sipil mengapresiasi dan memberikan kepercayaan kepada Kejaksaan Agung yang menjadi pelopor dan telah menindak secara progresif terhadap tindak pidana korupsi di sektor perkebunan sawit.

Selanjutnya Ketut menyampaikan tindak pidana korupsi yang berhasil ditangani oleh Kejaksaan Agung adalah kasus fasilitas persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya dan perkara PT Duta Palma Group, dengan total kerugian keuangan dan perekonomian negara mencapai triliunan rupiah.

Selain itu, Ketut juga menyampaikan terkait dampak dicabutnya kewenangan jaksa untuk melakukan Peninjauan Kembali (PK). Ia menyebut pencabutan kewenangan PK sangat merugikan korban, dalam hal ini masyarakat dan pemerintah.

“Seperti contoh putusan terhadap PT Duta Palma Group yang menyebabkan kerugian perekonomian negara puluhan triliun, hanya diputus untuk membayar uang pengganti Rp 2 triliun. Hal ini membuat negara yang mewakili masyarakat yang menjadi korban terdampak tidak dapat mengajukan upaya hukum PK terhadap putusan tersebut,” kata Ketut.

Atas isu tersebut, selanjutnya Koalisi Masyarakat Sipil dapat melakukan pengkajian sehingga koalisi masyarakat yang mewakili korban terdampak kerusakan lingkungan dapat mengajukan upaya hukum PK.

Dalam audiensi tersebut juga membahas mengenai moratorium pemberian perizinan pengelolaan lahan kelapa sawit di daerah-daerah agar dilakukan monitoring dan evaluasi. Menurut koalisi masyarakat, perlu dilakukan perbaikan tata kelola pengelolaan organisasi kelapa sawit di masa yang akan datang, yang tidak berdampak bagi lingkungan hidup.

Kemudian isu lain yang dibahas yakni kajian terhadap restitusi tindak pidana korupsi di sektor yang terkait dengan kerusakan lingkungan hidup. Koalisi masyarakat menilai penerapan restitusi perlu perlu dicantumkan ke depan sebagai hukuman tambahan terkait dengan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, baik kepada masyarakat sekitar maupun kepada negara yang harus menanggung, sehingga perlu dikaji adanya hukuman restitusi bagi pelaku tindak pidana.

Ketut mengatakan kajian-kajian dan anotasi legal yang telah diberikan oleh Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil akan dijadikan masukan yang merupakan bagian dari perbaikan dan evaluasi dalam penegakan hukum.

Audiensi ini turut dihadiri oleh Kepala Bidang Penerangan dan Penyuluhan Hukum Dr. Martha Parulina Berliana, S.H., M.H., Kepala Bidang Hubungan Antar Lembaga, Stanley Yos Bukara, S.H., Kepala Sub Bidang Kehumasan Andrie Wahyu Setiawan, S.H., S.Sos., M.H., Kepala Sub Bidang Hubungan Lembaga Non Pemerintah Henry Yulianto, S.H., M.H., Kepala Sub Bidang Penerangan Hukum Eben Ezer Mangunsong, S.H., M.H. Kepala Sub Bidang Media Massa dan Media Sosial Febrian Rizky Akbar, S.H. serta jajaran dari Pusat Penerangan Hukum dan Satya Bumi.

(Adrian)

Tinggalkan Balasan