Bandung, LINews – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bandung menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Balai Besar Pengembangan Pasar Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (BBPPK dan PPKK) Lembang, Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia.
Kepala Kejari Kabupaten Bandung, Donny Haryono Setyawan, mengungkapkan bahwa kedua tersangka yang ditetapkan adalah inisial ED, Kepala BBPPK dan PPKK Lembang periode 2019-2021, dan inisial K, seorang perantara yang diduga mencarikan perusahaan-perusahaan fiktif untuk keperluan proyek.
“Iya kita tetapkan dua tersangka terkait dengan penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh penyidik pada bidang tindak pidana khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung,” ujarnya, Selasa (24/6).
Menurutnya, penyidikan dilakukan terhadap kegiatan pengadaan barang dan jasa pada tahun anggaran 2020, di mana ditemukan 11 paket pekerjaan senilai Rp1,9 miliar.
“Paket itu terdiri dari 9 pekerjaan pengembangan dan perlengkapan penunjang inkubasi bisnis, 1 pengembangan website dan aplikasi, serta 1 pengadaan peralatan pengolahan kopi,” ungkapnya.
Donny menjelaskan, seluruh kegiatan tersebut dikerjakan sendiri oleh tersangka ED dan K, tanpa melalui mekanisme pengadaan resmi sesuai aturan yang berlaku.
“Pelaksanaannya tidak sesuai dengan mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah. Bahkan kegiatan tersebut fiktif,” kata dia.
Dana proyek tersebut, lanjut Donny, sebagian besar digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka.
“Berdasarkan pengakuan tersangka, uangnya digunakan untuk membayar kredit mobil, membeli sepeda motor, keperluan sehari-hari, dan juga didistribusikan ke pihak lain,” ujarnya.
Dari hasil audit resmi, kerugian keuangan negara akibat tindakan tersebut mencapai Rp1.928.839.000.
“Perbuatan para tersangka telah menyebabkan kerugian negara hampir Rp2 miliar,” tegas Donny.
ED disebut sebagai aktor intelektual atau intellectual dader dalam perkara ini.
Ia tidak hanya mengarahkan proses korupsi, tetapi juga bekerja sama dengan K untuk merekayasa seolah-olah pekerjaan dilakukan oleh 11 perusahaan penyedia barang dan jasa.
Namun, lanjut Donny, perusahaan-perusahaan tersebut ternyata hanya dipinjam namanya.
“Sebelas perusahaan ini hanya dipinjam perusahaannya. Diciptakan seolah-olah mereka sebagai penyedia jasa. Faktanya, mereka tidak pernah melaksanakan pekerjaan itu,” jelasnya.
Penyidik saat ini masih terus mendalami kasus tersebut, termasuk potensi keterlibatan pihak lain dan aliran dana yang mengalir dari hasil tindak pidana tersebut.
“Kami masih mendalami fakta-fakta terkait pertanggungjawaban pidana dari pihak lain. Pendekatan yang kami gunakan tidak hanya follow the suspect, tapi juga follow the money. Bagaimana penyidik bisa semaksimal mungkin mengembalikan kerugian keuangan negara,” ujar Donny.
Dia menegaskan bahwa penyidikan masih berjalan dan tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka dalam perkara ini.
“Kemungkinan penambahan tersangka tetap terbuka,” pungkasnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18, dan subsider pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Nas)