Bandung, LINews – Penegakan hukum humanis Kejaksaan mampu menjalar di seluruh satuan kerja Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri. Lewat penerapan Keadilan Restoratif, penanganan perkara-perkara ringan mampu memperoleh kepastian hukum, pihak bertikai bersepakat tidak melanjutkannya hingga persidangan di lembaga peradilan umum.
Virus penegakan hukum humanis dalam penerapan Keadilan Restoratif ternyata juga menyasar di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Dalam kurun waktu 5 (lima) bulan Tahun 2023, ada sebanyak 53 (lima puluh tiga) perkara pidana ringan dari sejumlah Kejaksaan Negeri dihentikan penuntutannya. Ini membuktikan adanya peningkatan yang signifikan dalam penerapan RJ sepanjang tahun ini, dibandingkan tahun 2022 lalu sebanyak 18 (delapan belas) perkara.
Keadilan Restoratif salah satunya adalah solusi atas kebuntuan masyarakat selama ini dalam berurusan dengan penegakan hukum Kejaksaan. Penanganan tindak pidana ringan selama ini dianggap kurang memberikan ruang perdamaian, kesetaraan, merajut silaturahmi antara korban dengan pelaku, bahkan kesempatan berubah dan memperbaiki diri bagi pelaku pidana.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Ade Tajudin Sutiawarman mengaku bangga jajarannya di Kejaksaan Negeri wilayah hukum Kejati Jabar, khususnya bidang Pidana Umum mampu mewujudkan penegakan hukum humanis lewat penerapan Keadilan Restoratif.
Pasalnya, penerapan Keadilan Restoratif dalam penghentian penuntutan perkara-perkara pidana yang dilakukan Kejaksaan diartikan sebagai sikap korps Adhyaksa yang peduli terhadap kehidupan masyarakat, agar terciptanya kebersamaan, solidaritas, saling menghargai, saling memaafkan dan timbulnya toleransi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Sehingga Kejaksaan mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, terlebih lagi diperkuat dengan lahirnya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI sebagaimana diatur dalam Pasal 30C huruf b dan c yang pada pokoknya mengatur turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan saksi dan korban, serta proses rehabilitasi, restitusi, dan kompensasinya.
“Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum memandang penerapan RJ sebagai salah satu edukasi bagi rakyat agar ke depannya dapat menghindari perilaku-perilaku yang berujung adanya penindakan hukum. RJ diharapkan adanya efek jera dan mampu meminimalisir tindak pidana di tengah kehidupan bermasyarakat. Sebab sejatinya, bila berbicara mengenai penegakan hukum humanis, maka berbicara tentang kemanusiaan,” tegas Kajati Jabar Ade Tajudin Sutiawarman dalam keterangan tertulisnya yang disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum Sutan Sinomba Harahap, Rabu 31 Mei 2023.
Ade Tajudin menegaskan, Kejaksaan harus mampu memberikan rasa keadilan kepada masyarakat, dimana musyawarah merupakan hukum tertinggi terutama perkara yang sederhana, Sehingga diharapkan dengan adanya program Restorative Justice ini, Kesadaran Hukum Masyarakat terus meningkat. Beberapa perkara yang dihentikan penuntutan nya melalui Restorative Justice diantaranya perkara pencurian, penadahan, penganiayaan dan perkara lainya.
(Nasikin)