Kejati Minta Ketua BRA Tersangka Korupsi Bantuan Korban Konflik Dicekal

Kejati Minta Ketua BRA Tersangka Korupsi Bantuan Korban Konflik Dicekal

Banda Aceh, LINews – Penyidik Kejati Aceh telah memeriksa Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) berinisial SH yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi bantuan korban konflik. SH dan dua tersangka lainnya akan dicegah ke luar negeri.

Pemeriksaan keenam tersangka dalam kasus itu dilakukan penyidik di Kejati Aceh, Selasa (24/7) pagi hingga sore. Keenam orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah SH, MHD selaku KPA pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah, ZF selaku koordinator atau penghubung ketua BRA, M merupakan PPATK, ZM selaku peminjam perusahaan untuk pelaksanaan pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah, dan HM koordinator atau penghubung rekanan penyedia.

“Para tersangka diperiksa selama kurang lebih enam jam dimulai sekira pukul 09.30 WIB dengan didampingi oleh penasihat hukumnya masing-masing, di mana dalam pemeriksaan diselingi dengan istirahat, makan dan salat hingga selesai sekira pukul 18.00 WI,” kata Plh Kasi Penkum Kejati Aceh Ali Rasab Lubis dalam keterangannya, Rabu (24/7/2024).

Menurutnya, SH diperiksa dengan 41 pertanyaan sementara tersangka lain bervariasi antara 19 hingga 39 pertanyaan. Usai pemeriksaan, penyidik akan memohon pencekalan terhadap tersangka.

“Terhadap hasil dari perolehan pemeriksaan para tersangka dimaksud guna mempercepat proses penanganan perkaranya agar dapat diajukan kepada penuntut umum, yang dalam kesempatan ini terhadap tersangka SH, tersangka ZF, dan tersangka ZM telah dimohonkan tindakan pencegahan berpergian ke luar negeri, serta akan diikuti prosesnya kepada tersangka Mhd, M, dan HM,” ujar Ali.

Sebelumnya, penyidik Kejati Aceh menetapkan ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) berinisial SH sebagai tersangka dugaan korupsi bantuan korban konflik dengan pagu anggaran Rp 15,7 miliar. SH menjadi tersangka bersama lima orang lainnya.

Ali mengatakan, anggaran bantuan pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan rucah untuk masyarakat korban konflik di Aceh Timur bersumber dari APBA Perubahan tahun 2023 dengan total pagi Rp 15,7 miliar. Berdasarkan hasil penyelidikan, sembilan kelompok yang disebut sebagai penerima manfaat ternyata tidak menerima bantuan tersebut.

Mereka juga disebut tidak menandantangani berita acara serah terima sehingga tidak sesuai dengan ketentuan. BRA disebut telah membayarkan 100 persen namun korban konflik tidak pernah mendapatkannya.

Berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara oleh auditor dengan perhitungan kerugian total, kata Ali, kasus itu merugikan negara Rp 15,3 miliar. Angka itu diketahui berdasarkan nilai pencairan yang masuk ke rekening masing-masing perusahaan yaitu sembilan paket pekerjaan setelah dikurangi potongan infak-PPh Pasal 22.

“Karena terhadap hasil pekerjaan sama sekali tidak diterima penerima manfaat,” jelas Ali.

(Alwin)

Tinggalkan Balasan