‘Kenakalan’ Ratusan PNS Pajak Lewat Istri

‘Kenakalan’ Ratusan PNS Pajak Lewat Istri

Jakarta, LINews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menemukan 2 perusahaan konsultan pajak yang sahamnya dimiliki para pegawai Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan atas nama istrinya.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan 2 perusahaan itu ditemukan dari daftar 134 pegawai Ditjen Pajak yang wajib lapor LHKPN dan memiliki saham di 280 perusahaan tertutup menggunakan nama sang istri.

“Perusahaannya banyak, macam-macam, 280 itu lagi diteliti mana yang perusahaan konsultan,” kata Pahala saat ditemui di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis (9/3/2023).

Menurut Pahala, tidak ada aturan yang melarang praktik tersebut, karena peraturan pemerintahnya bersifat multitafsir. Namun, secara kelayakan dan kepatutan menurutnya praktik tersebut tidak etis karena berisiko membuka ruang gratifikasi dan suap.

“Tidak etis, karena waktu PP yang tahun 80an dilarang berbisnis, tapi PP berikutnya itu enggak jelas aturnya. Hanya bilang agar memilih kegiatan yang etis. Tapi saya lupa PP berapa tahun 2021,” ujarnya.

Pahala menjelaskan, tidak etisnya pegawai pajak memiliki saham di perusahaan tertutup berbentuk konsultan pajak atau bentukan lainnya, seperti catering, lantaran para pegawai pajak pasti memiliki hubungan komunikasi yang intens dengan para wajib pajak.

“Karena kan orang pajak berhubungan dengan wajib pajak. Wajib pajak itu kan berkepentingan membayar sesedikit mungkin, petugas pajak atas nama negara dengan wewenangnya harus bisa membuat pungutan pajak maksimum,” tutur Pahala.

Akibatnya, akan muncul risiko ketika bertemu. Menurut Pahala risiko yang paling mungkin dari hubungan mereka adalah gratifikasi dan suap, sebab para wajib pajak berpotensi mengirimkan dana suapnya ke perusahaan yang sahamnya dipegang para pegawai pajak supaya tidak terdeteksi dalam pelaporan bank atau tunai.

“Kalau wajib pajak ngasih ke dia kan ada deteksi bank, kalau tunai ada buktinya juga kan. Nah dengan berbisnis, buka PT, apalagi konsultan pajak dia ada kemungkinan mengalirkan pembayaran ke PT sebagai konsultan pajak, baru dari situ dia ambil,” ungkapnya.

Di LHKPN pun menurut Pahala nilai perusahaan hasil bisnisnya tidak dicantumkan, hanya jumlah sahamnya saja yang harus dilaporkan. Misalnya, dengan saham 50 lembar senilai Rp 1 juta maka yang harus dilaporkan hanya total nilainya yang Rp 50 juta.

“Kalau konsultan dapat Rp 1 triliun enggak ada di LHKPN. Berisiko kan jadinya, itu lah opsi mengaburkan pendapatan dia, tapi bukan konsultan pajak saja. Perusahaan lain juga mungkin. Kalau ada pemasukan di sana kan jadi pemasukan pemegang saham juga, itu bahayanya dia pegang saham di perusahaan,” tutur Pahala.

(Remond)

Tinggalkan Balasan