Kerugian Negara gegara Benur Capai Rp 1.600 Triliun

Kerugian Negara gegara Benur Capai Rp 1.600 Triliun

Sukabumi, LINews – Asosiasi Penggiat Budidaya Lobster Nusantara (PBLN) mengungkap fakta mencengangkan terkait sederet aturan soal benih bening lobster (BBL) atau benur dianggap sebagai ‘kerangkeng’ untuk nelayan pencari benur.

Hingga Mei tahun ini, PBLN mencatat ada 358 kasus terkait benur yang sudah diputus, mulai dari tingkat Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), hingga ke Mahkamah Agung.

“Sampai hari ini di bulan Mei 2023 ada 358 kasus yang sudah resmi diputuskan, mulai dari PN, PT maupun MA. Dari 358 kasus yang sudah putus itu, kerugian negara terungkap sebanyak Rp 1.600 triliun,” kata Wakil Asosiasi PBLN Syaifullah Asnan di hadapan ratusan nelayan penangkap benur di Kampung Pajagan, Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Selasa (25/7/2023).

Dalam kegiatan itu, PBLN sendiri menerima banyak keluhan dan masukan dari nelayan penangkap benur terkait kesulitan yang mereka hadapi hingga saat ini. Mulai dari intaian aparat penegak hukum hingga putusan hukum yang membuat nelayan dipenjara.

“Makanya kami hadir, bagaimana menguatkan data itu, ini masalahnya ada kerugian negara yang terlalu besar, mohon doanya dikabulkan, kami akan menyuarakan aspirasi ini hingga ke DPR-RI,” jelas Syaifullah.

Kepada awak media, Syaifullah menyebut mereka yang terjerat hukum adalah para penggiat benur, terutama mereka yang terkait dalam aktivitas kurir atau pengiriman benur.

“358 orang ini yang berkaitan dengan benur, terjerat penyelundupan. Mereka semua termasuk nelayan dan yang membawa ekspedisi, mereka terjerat aturan KKP No 16 Tahun 2022 yang merupakan pengganti dari Peraturan Nomor 17 Tahun 2021 soal larangan ekspor benih bening lobster,” ungkap Syaifullah.

Ia menjelaskan hari ini pihaknya menggelar silaturahmi dengan nelayan di Sukabumi. Tujuan PBLN adalah untuk menyerap aspirasi nelayan.

“Kami menyerap aspirasi nelayan dan kita sampaikan ke DPR RI Komisi IV dan sudah mengirimkan surat, surat itu sudah mendapat tanggapan akhir Agustus ini dan mudah-mudahan kita diundang, termasuk bersama perwakilan nelayan se-Indonesia bisa hadir dan bisa menyampaikan aspirasi apa yang selama ini menjadi kegundahan nelayan,” beber Syaifullah.

Terkait sejumlah keluhan yang disampaikan perwakilan nelayan, PBLN menjelaskan akan melakukan ikhtiar. Harapannya, hal itu bisa menggerakan pemangku kebijakan mulai dari pihak Kementiran KKP.

“Kita mencoba berikhtiar bagaimana menggerakan pemerintah, terutama Kementrian KKP melihat nelayan, keresahan-keresahan yang ada di masyarakat, ternyata kebijakan selama ini justru merugikan mereka,” ujarnya.

“Jadi kita di asosiasi mencoba bagaimana memfasilitasi ini kepada DPR RI membawa asprasi ini, mudah-mudahan mendengar dan mereka juga menyampaikan ini ke kementerian. Kami sudah melalui kajian akademisi, melibatkan kampus ternama di antaranya Unpad ada Unila, itu sudah melakukan riset mulai dari budidaya sampai data terakhir dan kita sudah mendapatkan data dari kementerian sendiri,” beber Syaifullah.

Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Cikahuripan Heri Suryana yang akrab disapa Jaro Midun mengatakan mayoritas warganya memang berprofesi sebagai nelayan, terutama penangkap benur. Sehingga, tidak aneh ketika pihak PBLN memilih Cikahuripan sebagai tempat menampung aspirasi.

“Masyarakat desa yang ada di Cikahuripan dari jumlah KK yang ada 1.600 KK, yang mayoritas pada umumnya nelayan, maka sangat ekonomi di desa Cikahuripan ini sangat bergantung kepada hasil dari laut,” ujar Jaro Midun.

Jaro Midun mengungkap alasan, kenapa mayoritas nelayan di desanya memilih untuk menangkap benur. Pertama sulitnya ikan didapat dan mahalnya harga BBM.

“Iya, sekarang betul ikan itu sulit, di sini itu susah, jauh tidak terjangkau BBM oleh nelayan ini. Sehingga ada benih udang lobster sehingga ini yang kemudian dijadikan tumouan kesejahteraan ekonomi masyarakat kami, ya makanya saya sangat berharap ini kepada pemerintah supaya dari peraturan menteri ini supaya untuk ada solusi untuk nelayan kami sejahtera, tidak terkerangkeng dengan hukum,” papar Jaro Midun.

(Rus)

Tinggalkan Balasan