Kongkalikong Korupsi Dana BOS Kepsek SMAN 10 Bandung Berujung Bui

Kongkalikong Korupsi Dana BOS Kepsek SMAN 10 Bandung Berujung Bui

Bandung, LINews – Eks Kepala Sekolah SMAN 10 Bandung harus mendekam di penjara setelah terbukti melakukan korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS). AS tidak sendiri, dia ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya.

Dalam kasus korupsi ini, AS mengambil uang dari dana BOS sebesar Rp 664 juta bersama AN yang merupakan bendahara SMAN 10 Bandung dan EFR seorang pengusaha.

“Kami mendapat pelimpahan dari Polrestabes Bandung pada tanggal 6 Juni 2024 terkait kasus korupsi dana BOS sekolah tersebut. Ada 3 tersangkanya yaitu AS selaku kepala sekolah, AN bendahara dan EFR dari pihak swasta,” kata Kasi Pidsus Kejari Kota Bandung Ridha Nurul Ihsan, Selasa (25/6/2024).

Ridha mengungkapkan, dalam modusnya, AS cs membuat anggaran proyek fiktif hingga melakukan mark up anggaran dana BOS tahun 2020 lalu. Saat itu, SMAN 10 Bandung mendapat kucuran dana hingga Rp 2,2 miliar.

Adapun rinciannya, pada tahun tersebut, AS cs menganggarkan belanja fiktif sebesar Rp 469.028.773. Mark up fee 10 persen untuk proyek sebesar Rp 15.906.000, proyek fiktif belanja bahan renovasi ruang ganti olahraga Rp 36.486.182, mark up proyek belanja jasa kebersihan Rp 128.449.392 dan anggaran belanja yang tidak didukung bukti sebesar Rp 14.666.000.

“Sehingga total kerugian negara atas anggaran dana BOS Rp 2,2 miliar di sekolah tersebut pada tahun anggaran 2020 sebesar Rp 664.536.347 yang diduga dikorupsi oleh ketiga tersangka tersebut,” ucap Ihsan.

Ketiga tersangka kemudian menghadiri sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Bandung pada Rabu (26/6/2024). Dakwaan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Imam Muslihat Cakra Werdaya.

Imam Muslihat mengatakan, kasus itu bermula saat Ade Suryaman ditemui Ervan Fauzi Rakhman pada tahun 2017. Pertemuan tersebut membahas tentang kelanjutan proyek pengadaan barang/jasa di SMAN 10 Bandung. Singkatnya, Ade merekomendasikan Ervan untuk menemui Asep Nendi selaku bendahara sekolah.

“Bahwa setelah mendapat persetujuan secara tidak langsung dari Ade Suryaman, kemudian Ervan Fauzi Rakhman menemui Asep Nendi dengan maksud untuk membicarakan kelanjutan menjadi penyedia pada pengadaan barang/jasa di SMA Negeri 10 Bandung,” kata JPU Imam Muslihat saat membacakan dakwaannya.

Setelah pertemuan itu terjadi, Asep Nendi menyetujui Ervan sebagai pihak penyedia proyek di sekolahnya. Tapi, Asep Nendi meminta fee kepada Ervan sebesar 10 persen untuk setiap penunjukan pengadaan yang dilakukan di SMAN 10 Bandung.

Setelah kesepakatan itu, Asep Nendi meminta kepada Ervan untuk menyediakan rekening penampungan dana BOS SMAN 10 Bandung. Pada 2020, SMA tersebut tercatat menerima kucuran dana BOS sebesar Rp 2,28 miliar.

Setiap pencairan dana BOS, Ervan mendapat fee 7 persen per transaksi yang masuk ke rekening. Sementara, dana BOS yang masuk ke rekening penampungan tersebut diserahkan Ervan kepada Asep Nendi dengan dalih proses pembelanjaan akan dilakukan sendiri oleh pihak sekolah.

“Bahwa Ervan Fauzi Rakhman menyanggupi untuk menyediakan peminjaman rekening perusahaan dan terdakwa Ervan Fauzi Rakhman menyediakan 5 perusahaan berbeda termasuk perusahaan miliknya,” ucap JPU Imam Muslihat.

Kemudian setelah itu, dibuatlah 32 transaksi fiktif yang dikoordinir Asep Nendi kepada 5 perusahaan yang dibuat Ervan dengan nilai Rp 469 juta. Dari transaksi fiktif tersebut, Ervan disinyalir kecipratan uang haram Rp 32,8 juta, sedangkan sisanya diserahkan kepada Asep Nendi.

Untuk lebih meyakinkan transaksi fiktif tersebut, Ervan disebut membuat bon atau kwitansi sendiri. Bon ini kemudian ditandatangani Asep Nendi selaku bendahara sekolah dan Ade Suryaman selaku Kepsek SMAN 10 Bandung.

Kemudian, ada transaksi berupa pemberian fee 10 persen dari Asep Nendi kepada Ervan dengan nilai mencapai Rp 15,9 juta untuk sejumlah proyek pengadaan barang/jasa. Tapi, jaksa menyatakan proyek tersebut tidak didukung dengan bukti yang kuat.

Selain dengan perusahaan Ervan, SMAN 10 Bandung pada tahun tersebut juga membuat proyek belanja jasa kebersihan dengan nilai Rp 35 juta per bulan dengan perusahaan lain. Total dana yang dikucurkan untuk proyek ini kemudian tercatat mencapai Rp 402 juta.

Namun dari hasil penulusuran, jaksa menemukan ketidakwajaran dalam proyek tersebut. Dari total dana yang dikucurkan Rp 402 juta, jaksa menemukan ketidakwajaran pembayaran proyek itu yang nilainya mencapai Rp 128 juta.

Tak hanya itu, jaksa juga menemukan transaksi mencurigakan berupa belanja bahan renovasi ruang ganti olahraga sebesar Rp 36.486.182. Tapi, dokumen transaksinya dianggap tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dari transaksi mencurigakan tersebut, jaksa menyatakan bahwa ada uang sebesar Rp 14,6 juta yang masuk ke rekening pribadi Asep Nendi.

“Bahwa akibat perbuatan terdakwa Asep Nendi bersama Ervan Fauzi Rakhman dan Ade Suryaman telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 664.536.347 (Rp 664 juta),” ucap Imam Muslihat.

Ketiganya pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan primer.

Serta Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan subsider.

Setelah pembacaan dakwaan tersebut, Ade Suryaman cs nampak pasrah. Melalui pengacaranya masing-masing, mereka memutuskan tidak mengajukan eksepsi atas kasus korupsi yang menjerat ketiganya.

“Prinsipnya, kami tidak mengajukan eksepsi karena surat dakwaannya sudah mencukupi. tapi dari beberapa kronologi dakwaan kami masih keberatan,” kata pengacara Ade Suryaman, Hendriyadi Halim, Kamis (27/6/2024).

Hendriyadi mengklaim, saat kasus itu terjadi, kliennya telah mempercayakan semua pengelolaan dana BOS SMAN 10 Bandung kepada bendahara sekolah, Asep Nendi. Termasuk kaitan proses pengadaan barang/jasa di sekolah maupun fee yang diberikan kepada pihak swasta.

“Peran dari klien kami, dalam posisinya sebagai kepala sekolah, sebenarnya dia tidak tahu sama sekali karena yang mengerjakan semuanya dipercayakan kepada saksi Asep Nendi. Termasuk penunjukan pihak ketiga sampai pemberian fee, sama sekali tidak diketahui oleh klien kami. Tapi Nanti kita lihat aja di pembuktiannya seperti apa,” ucapnya.

(Nasikin)

Tinggalkan Balasan