Konsisten Perangi Korupsi Dengan Seni

Konsisten Perangi Korupsi Dengan Seni

DR Thony Saut Situmorang MM, (Komisioner KPK 2015-2019)

Law-Investigasi – Wajahnya tak bisa menyembunyikan kekesalan saat dimintai komentar tentang perpanjangan masa jabatan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Thony Saut Situmorang, lebih dikenal sebagai Saut Situmorang adalah komisioner KPK periode 2015-2019.

Dia menilai masa jabatan pimpinan KPK yang diperpanjang menjadi lima tahun berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menunjukkan lembaga tersebut semakin politis. Apalagi, lamanya masa jabatan pimpinan KPK ini sama dengan periodisasi keputusan politik.

“Ini menunjukkan bahwa lembaga ini semakin politis, sudah jelas kan,” kata Saut kepada Law-Investigasi.

Meskipun sudah purna tugas dari KPK sejak 2019 lalu, semangat untuk terus aktif dalam gerakan pemberantasan korupsi tak pernah pupus. Saut bahkan mendeklarasikan kalau perangnya melawan korupsi adalah perang pribadi. “Pertarungan ini menjadi personal, justru saat saya tengah aktif memberantas korupsi saat jadi komisioner KPK. Saat itu saya merasa bukan cuma disudutkan secara opini dan moral. Namun, secara fisik keluarga saya juga sudah ditarget,” ujarnya semangat.

Dia menilai, aktif memberantas korupsi yang jelas-jelas merugikan negara, justru mebuatnya seolah musuh negara. “Saya diintai, keluarga saya diawasi dan dimata-matai. Ini sudah harga diri saya yang disasar. Sejak itu, saya sudah itikad untuk tak akan berhenti perang melawan korupsi,” tuturnya.

Saut Situmorang lahir di Medan, Sumatera Utara, 1959. Ia memulai pendidikan dasar hinga menengah di kota kelahirannya. Ia sekolah di SD Katholik Makmur, SMP Negeri 461, dan SMA Medan Putri dan lulus di tahun 1979.

Tamat SMA, dia memutuskan merantau dan meninggalkan kampung halamannya untuk melanjutkan kuliahnya di Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung. Ia mengambil jurusan Fisika. Ia berhasil meraih gelar sarjana fisika pada tahun 1985.

Dalam pendidikan ini, Saut Situmorang mengejarnya sampai jenjang yang lebih tinggi di tengah keseibukannya sehari-hari. Dia mengambil Manajemen di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, dan lulus pada tahun 2004.

Bahkan sambil sibuk bekerja sebagai seorang dosen pascasarjana di UI, ia memutuskan untuk melanjutkan S3-nya di Universitas Persada Indonesia jurusan Managemen SDM dan lulus pada tahun 2014.

Hal menarik dari Saut, saat menjadi komisioner KPK, dia dikenal sebagai pribadi yang ramah dan gampang membaur. Sekat birokrasi terasa kalis, terutama jika dalam kegiatan di luar kantor.

Salah satu yang paling menonjol adalah kedekatannya dengan kalangan seniman. Dia termasuk kerap berdialog dengan sejumlah seniman di berbagai kota di Indonesia. Termasuk juga mengadakan sejumlah kegiatan seni dalam rangka kegiatan pencegahan korupsi oleh KPK. Kredo seni melawan korupsi benar-benar dimanifestasikan.

Tak hanya mensupport kegiatan, tak jarang dia turut tampil di panggung. Misalnya, saat dia tampil dengan saxophone-nya mengiringi Band Marjinal dalam pentas Konser Perangi Korupsi (KPK) yang digelar di depan Gedung Merah Putih KPK.

Saut mengakui, seni dan saxophone menjadi salah satu ice-breaker-nya saat turun berdialog dengan masyarakat. “Kampanye anti korupsi jadi asyik jika disanding dengan musik. Saya kerap membuka kegiatan dengan saxophone. Kemudian menjelaskan makna dari lagu tersebut, lalu menarik filosofi anti korupsinya,” tuturnya.

Dia masih tetap aktif memonitor gerakan anti korupsi dan juga perkembangan kasus-kasus korupsi. Seperti halnya kasus korupsi BTS yang menurutnya sangat luar biasa, namun juga sudah biasa.

“Luar biasa karena nilai dan pihak yang dilibatkan. Tetapi, memang seperti itulah praktik korupsi dewasa ini,” katanya.

Dalam kasus seperti dugaan korupsi BTS yang melibatkan mantan Menteri Kominfo Johnny G Plate, menurutnya relatif sederhana untuk diungkap. Dalam korupsi kini secara umum bisa dibagi dalam tiga klaster, perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan.

Dalam perencanaan proyek, biasanya dari departemen teknis atau pengguna anggaran sudah kasak-kusuk dengan rekanan. Kemudian, diajukan ke DPR. Di DPR pun kasak-kusuk lagi, terjadi negosiasi. “Secara gamblang, selain kasus BTS. Kita bisa lihat kasus eKTP yang sebagaian sudah inkrah. Polanya sama saja,” paparnya.

Kemudian, pelaksanaan. Pelaksanaan ini akan melibatkan pihak pengguna anggaran, pelaksana proyek (pengusaha) dan auditor.

“Auditor ini bisa BPK, bisa dilihat dari anggota BPK yang kena (tangkap) oleh KPK,” ujarnya.

Jadi, korupsi itu harus ditangani secara holistik. Menurut dia, penanganan kasus korupsi yang parsial hanya akan menimbulkan persoalan baru saja. Di samping tidak akan menyentuh akar dan pelaku utama.

“Maka, dalam kasus BTS, akan menarik jika Plate bisa menjadi JC (justice collaborator). Sejauh mana dia bisa membantu mengungkap kasus ini. Apalagi kan dia disebut bukan aktor utama, berarti ada yang lebih hebat dari dia,” ujarnya.

Menutup perbincangan dengan law-justice dia mengungkap salah satu obsesinya untuk membuat album musik yang berisi pesan-pesan moral.

“Saya sudah menyusun sejumlah lagu, nanti tinggal dipilih saja mana yang paling sesuai. Kita bikin album,” pungkasnya.

(Remond)

Tinggalkan Balasan