Pangandaran, LINews – Belum lama ini salah satu media harian memberitakan objek wisata Tanjung Cemara yang mana konsep pemberitaan tersebut bukan mempromosikan terkait destinasi wisatanya melainkan persoalan yang tidak di benarkan secara hukum.
Di jelaskan Anang selaku Kuasa Hukum dari keluarga Iwan (almarhum) Pemilik awal tanah tersebut dalam sebuah konferensi pers bersama beberapa awak media di Pangandaran pihak nya menegaskan pemberitaan tersebut hendaknya segera di luruskan. Kamis (15/02).
Bahwa Persoalan peralihan hak tanah tersebut di lakukan di hadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah pihak PPAT (pejabat pembuat akta tanah) sehingga proses peralihan hak atas tanah ini semua sudah sesuai dengan kaidah dan mekanisme hukum.
“Kemudian kewajiban pajak pun di bayar dan itu salah satu instrumen untuk kelengkapan jual beli sehingga bahasa mafia tanah dan lain sebagainya agar segera di klarifikasi, karena secara prinsip, secara formal Bapak Cahya ini adalah Pembeli yang beritikad baik maka, Jual beli itu di lakukan secara terang di hadapan pejabat yang berwenang karena yang di beli adalah tanah yang legalitasnya jelas secara hukum” tegasnya. Bahwa asal muasal tanah tersebut adalah objek redis tahun 94 sehingga terbit sertifikat yang hari ini ramai diperbincangkan.
Lebih lanjut anang pun memaparkan karena ini adalah negara hukum, bagi pihak-pihak yang tidak atau belum menerima atau tidak merasa puas dengan putusan hukum terkait Tanah tersebut ya silahkan cari ruang hukumnya.
Bahwa historis sertipikat tanah tersebut adalah berdasarkan SK Redis sama halnya dengan tanah tanah blok bulak laut Cibenda Tahun 1994 yang kemudian sertifikat tanah yang di maksud terbit Tahun 1994 dan untuk yang 5 sertifkat tersebut kini telah di beli oleh bapak Cahya tentu saja Pembelian Tanah yang dimaksud sudah melalui prosedur yang legal secara hukum negara dan dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah PPAT
Polemik sertifikat dan kepemilikan tanah yang berada di tanjung Cemara Desa sukaresik kecamatan Sidamulih kabupaten Pangandaran inipun semakin benderang ketika beberapa warga yang tahu silsilah tanah tersebut angkat bicara.
Salah satunya adalah Sahidin (55 Th) yang menyatakan Kesaksian bahwasanya mengetahui dari pemilik asal hingga kemudian terjadi jual beli yang sah secara hukum. Hal serupa juga di perkuat oleh kesaksian Ikin (50 th) yang merupakan mantan kepala Desa Sukaresik dan dahulu adalah pernah jadi pihak selaku penggugat di PTUN Bandung .
Demikian yang di sampaikan oleh Anang dalam hal ini Pengacara yang ditunjuk juga untuk dampingi oleh Notaris/PPAT, mengatakan secara gamblang tentang sejarah perjalanan tanah yang berada di tanjung Cemara kepada awak media bahkan anang pun menyampaikan kronologis tersebut hingga ke jalur prosedur hukum yang di tempuh dan hasilnya keberadaan 5 hektar tanah tersebut murni bersertifikat dan jelas kepemilikannya pada saat ini, keberadaan tanah di tanjung Cemara sertifikatnya tidak bermasalah dan valid saat dilakukan verifikasi di BPN pada saat itu proses transaksi jual beli dilakukan.
Konfirmasi juga sudah di tempuh kepada Kepala Desa Sukaresik yang saat itu menjabat (tahun 2016) Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan bahwa kelima bidang sertifikat tersebut sah. Pungkasnya dan sebetulnya terkait persoalan tanah tanah tersebut telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yakni putusan pengadilan tata usaha negara bandung dengan register perkara No. 17/Pdt.G/1999/PTUN Bdg yang mana isi dari amar putusan tersebut adalah menolak gugatan para penggugat untuk seluruhnya (Warga Sukareski) ketika itu, sehingga secara hukum tanah tanah yang menjadi objek redistribusi tanah pada tahun 1994 adalah sah secara hukum.
(BD)