Legenda Maung Panjalu, Jelmaan dari Dua Anak Kembar

Legenda Maung Panjalu, Jelmaan dari Dua Anak Kembar

Ciamis, LINews – Situ Lengkong Panjalu merupakan destinasi wisata religi yang banyak dikunjungi peziarah dari berbagai daerah, terutama Jawa Timur. Selain memiliki tempat yang indah, tempat ini juga memiliki segudang cerita sejarah dan legenda yang menarik untuk dibahas.

Salah satu legenda yang cukup terkenal adalah Maung Panjalu yang merupakan harimau jelmaan dari dua anak kembar penjaga wilayah Panjalu yang ada di sebelah Utara Kabupaten Ciamis.

Legenda itu ditandai dengan Panjalu yang identik dengan maung atau dalam bahasa Indonesia Harimau. Ketika berkunjung ke Panjalu, wisatawan akan melihat dua patung harimau di gerbang wilayah Panjalu. Ada juga di Alun-alun Panjalu Taman Borosngora dan di pintu masuk Nusa Gede atau pulau yang berada di tengah Situ Lengkong Panjalu.

Menurut Pemangku Adat Panjalu, Raden Agus Gunawan menjelaskan, legenda Maung Panjalu ini mengisahkan dua anak kembar yang menjadi harimau putih dan hitam karena melanggar larangan orang tua. Anak kembar itu laki-laki dan perempuan, laki-laki bernama Bongbang Larang dan yang perempuan bernama Bongbang Kancana.

Pada masa lalu, dikisahkan seorang perempuan dari wilayah Padjajaran menikah dengan seorang pria dari wilayah Timur yang diketahui ternyata seorang raja. Perempuan yang dalam keadaan hamil itu kemudian bermaksud untuk menyusul ke wilayah Timur.

Ketika sampai di wilayah Garahang, Panumbangan (masuk wilayah Panjalu) melahirkan anak kembar yang diberi nama Bongbang Larang dan Bongbang Kencana. Singkat cerita keduanya sudah besar dan masih berada di wilayah Panjalu.

“Ada larangan dari orang tuanya untuk tidak minum air yang ada di kendi. Keduanya melanggar malah meminum dari air kendaraan. Akhirnya kendi itu masuk ke kepala anak kembar tersebut,” ujar Agus, Minggu (13/10/2024).

Kendi itu sudah dilepaskan dari kepala anak kembar itu, lalu ditolong oleh seorang bernama Eyang Jabariah atau Aki Garahang dengan cara dipecahkan menggunakan kujang yang bentuknya berbeda dari biasanya.

“Dipecahkan menggunakan kujang, yang biasa dibersihkan di tradisi Nyangku,” ucapnya.

Setelah diselamatkan, Eyang Garahang kemudian berpesan jangan bermain di kulah atau kolam mata air di wilayah itu. Tapi keduanya lagi-lagi melanggar amanat tersebut, karena melihat air yang jernih.

“Anak yang laki itu melihat air jernih tidak tahan ingin berenang. Pas naik, tubuhnya berubah menjadi harimau hitam. Tak tega kakaknya jadi harimau, adiknya karena sehidup semati juga ikut berenang lalu keluar jadi harimau putih,” ucapnya.

Keduanya pun berjanji akan tinggal di Panjalu dan menjaga para keturunan Panjalu yang tidak keluar dari kepanjaluan atau ilmu kerahayuan. Keputusan itu diambil kedua harimau itu karena sebelumnya ia telah ditolong lepas dari kendi yang masuk ke kepalanya. Menurutnya, makna dari legenda itu adalah setiap aturan harus ditaati dan tidak boleh dilanggar.

Sementara itu, Dosen Kegaluhan Universitas Galuh yang juga pegiat budaya Ilham Purwa mengatakan Panjalu identik dengan harimau atau maung karena memiliki legenda Bongbang Larang dan Bongbang Kancana.

Ada beberapa makna atau hikmah yang dapat diambil dari kisah tersebut. Seperti larangan minum air dalam kendi yang ada dalam legenda itu, di masa sekarang tidak boleh makan langsung dari tempat masak atau dari katel melainkan ketika akan dimakan harus ke daun atau piring. Begitu juga ketika minum tidak boleh langsung dari teko, tapi harus memakai gelas, lebih sopan.

“Maung itu hitam dan putih. Itu simbol ada nilai kebaikan dan nilai keburukan. Manusia tidak luput dari dosa. Kemudian anak harus menuruti pepatah orang tua. Setiap tempat memang punya nilai historisnya,” pungkasnya.

(Wan)

Tinggalkan Balasan