Mafia Listrik Dalam Proyek Tower PLN #2

Mafia Listrik Dalam Proyek Tower PLN #2

Sulitnya Memutus Korupsi di Tubuh PLN

Setali tiga uang, LSM pemantau korupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyatakan, sejak dulu PT PLN punya reputasi yang kurang baik terhadap proses pengadaan barang dan jasa.

Peneliti ICW, Egi Primayogha mengatakan, masalah pengelolaan serta pengadaan barang dan jasa di PLN kerap berpotensi berujung pada kasus korupsi.

Menurut Egi, hal ini diperkuat dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dimana pada periode 2014 hingga 2020 BPK menemukan, bahwa masalah pengadaan barang dan jasa jumlahnya paling banyak dibanding masalah lainnya.

Egi melanjutkan, BPK menemukan 23 masalah pengadaan barang dan jasa di PT PLN, 19 masalah pembangunan infrastruktur, dan 16 masalah perjanjian pihak ketiga.

Sementara itu, menurut catatan ICW, kasus korupsi yang berkaitan dengan PT PLN juga merupakan yang terbanyak. jika dibandingkan dengan BUMN lainnya di Indonesia.

“Sepanjang 2010-2018, sedikitnya terdapat 21 kasus korupsi yang berkaitan dengan PT PLN,” sebut Egi.

Sementara, pada periode yang sama, kasus korupsi yang terjadi di PT Pertamina berjumlah 13 kasus, di BRI dan Bulog 12 kasus dan di BNI sebanyak 6 kasus.

Hal ini menunjukkan, PT PLN merupakan salah satu BUMN yang paling rentan terjadi tindak pidana korupsi di dalamnya.

Kemana Dana Rp2,2 Triliun Mengalir?

Sejauh ini, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tower PLN, Kejaksaan Agung sudah memeriksa sejumlah saksi, diantaranya pejabat PT PLN tahun 2016, pejabat Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM), pejabat di Kementerian Perindustrian dan sejumlah perusahaan rekanan.

Namun Kejaksaan Agung belum juga menetapkan tersangka, pun juga Kejagung belum bisa menelusuri kemana uang negara senilai Rp2,2 triliun itu mengalir.

Ketika ditemui di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Supardi mengatakan, kini ia dan jajarannya masih fokus pada pemanggilan saksi-saksi untuk menemukan tersangka.

“Kalau aliran dana, belum yah,” ujar Supardi.

Sementara itu, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi menyatakan, berdasarkan pengalaman dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa, ada sejumlah pihak yang bisa ikut kecipratan uang hasil korupsi tersebut.

Badiul hadi menyebut, karena proses pengadaan barang dan jasa melibatkan dua pihak, yakni pihak pemberi proyek dan penerima proyek, maka biasanya dua pihak itulah yang berpotensi menerima uang hasil bancakan.

Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tower ini, maka pihak-pihak yang berpotensi menerima uang hasil korupsi tersebut adalah internal PT PLN dan perusahaan-perusahaan pemenang tender.

Namun Badiul menyebut satu pihak lagi yang juga berpotensi menerima uang hasil korupsi tersebut, yakni Kementerian BUMN sebagai kementerian yang menaungi PT PLN.

“Bisa jadi aliran dananya sampai ke Kementerian BUMN, karena itulah pentingnya Kejaksaan Agung menelusuri aliran dananya dan menggandeng PPATK agar lebih mudah,” kata Badiul Hadi.

Siapa yang Bermain di Korupsi Tower PLN

Selain masih mendalami keterangan para saksi yang terkait dengan kasus ini untuk menentukan siapa tersangkanya, Kejaksaan Agung juga masih menelusuri peran dari sejumlah perusahaan yang terkait dalam kasus ini.

Termasuk mendalami apakah perusahaan yang menjadi rekanan PT PLN tersebut adalah pemain baru atau pemain lama yang sudah berulangkali menggarap proyek-proyak PLN.

Terkait hal itu, Direktur Penyidikan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Supardi menolak untuk mengungkap lebih jauh profil dan rekam jejak dari perusahaan rekanan PLN tersebut.

“Belum, kita tidak bisa ekspose siapa saja (perusahaan rekanannya), biarkan (pemeriksaan) berjalan dulu lah,” ujar Supardi.

Sejauh ini, satu nama yang baru disebut Kejagung dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Tower PT PLN ini adalah PT Bukaka Teknik Utama Tbk.

Jika dilihat dari laman resmi perusahaan ini, disebutkan bahwa PT Bukaka didirikan pada 1978 berdasarkan Akta Notaris Haji Bebasa Daeng Lalo, SH, No. 149 dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman RI melalui Surat Keputusan No. Y.A.5/242/7 tanggal 21 Mei 1979.

PT Bukaka bergerak di bidang penyediaan produk dan layanan yang berkualitas terhadap sektor-sektor strategis, seperti energi, transportasi dan komunikasi.

Dan yang menarik, perusahaan ini merupakan milik salah satu mantan pejabat di Indonesia, yakni mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sempat menjabat selama dua kali, yakni periode 2004-2009 dan 2014-2019.

Karena itulah PT Bukaka dijalankan oleh keluarga Jusuf Kalla dan kerabat dekatnya. Komisaris utama perusahaan tersebut dipegang oleh adik Jusuf Kalla, yakni Suhaeli Kalla.

Sementara salah satu komisarisnya dijabat oleh anak keempat Jusuf Kalla, yakni Solihin Jusuf Kalla.

Jika Kejaksaan Agung berhasil membuktikan ada korupsi dalam pengadaan tower di PT PLN, maka salah satu perusahaan yang berafiliasi dengan Mantan Presiden Jusuf Kalla akan terseret dalam pusaran kasus korupsi tersebut.

(Tim Investigasi)