Law-Investigasi, Lagi-lagi laku mafia menyerang sendi perekonomian negeri ini. Kali ini, bahkan sektor paling mendasar yang diserang—beras. Celah ini secara brutal dimanfaatkan oleh jejaring yang terorganisir dengan memasok kemasan beras premium yang berisi beras oplosan. Tak cukup beras dioplos, ternyata ada juga yang ngentit kuantitas hingga 10 persen per kemasan. Presiden Prabowo menjuluki mereka serakahnomic.
Temuan tersebut disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) RI Andi Amran Sulaiman yang mengungkap adanya skandal besar terkait peredaran beras oplosan di pasar nasional. “Kerugian masyarakat itu 99 triliun, hampir 100 triliun. Itu kalau satu tahun. Kalau terjadi dua tahun, tiga tahun, anda estimasi sendiri,” tegas Amran usai rapat dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu (16/07/2025).
Berdasarkan temuan resmi, sebanyak 212 merek dari 268 sampel beras dari 10 provinsi penghasil utama dinyatakan tidak sesuai standar mutu, harga, dan volume. Praktik pengoplosan ini disinyalir merugikan masyarakat hingga nyaris Rp100 triliun per tahun. Amran menjelaskan bahwa penyimpangan yang ditemukan melibatkan pengoplosan beras curah berkualitas rendah yang dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium maupun medium.
“Sederhananya gini deh, kalau beras biasa harganya Rp12.000-Rp13.000, terus dijual Rp15.000, rugi nggak konsumen? Ya sudah, kali Rp3.000-Rp4.000 per total. Itu data kita kali, nilainya yang ditemukan potensi kerugian Rp 99 triliun satu tahun,” jelasnya.
“Kalau emas 18 karat kemudian ditulis mereknya 24 karat, kemudian dijual dengan harga 24 karat, penipuan atau oplosan atau apa? Penipuan,” tambahnya.
Menurut Amran, data tersebut diperoleh setelah dilakukan pengujian oleh 13 laboratorium terakreditasi di seluruh Indonesia. Temuan ini kemudian diserahkan kepada kepolisian dan kejaksaan untuk diproses secara hukum. “Kami sudah menyurat ke Bapak Kapolri, juga menyurat ke Bapak Jaksa Agung, memberikan data-data ini. Kami hanya menyerahkan bahwa ini ada sesuai hasil lab ya,” imbuhnya.
Kasus beras oplosan sontak membuat Presiden Prabowo Subianto geram. Dalam pidatonya pada acara Harlah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ke-27 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (24/7/2025), Prabowo menyebut tindakan itu sebagai perbuatan pidana dan kurang ajar. Prabowo menyoroti ironi dari rantai subsidi beras yang diberikan negara, namun kemudian dimanfaatkan segelintir pihak untuk mencari keuntungan pribadi.
“Bayangkan ya, beras kita subsidi benih. Kita subsidi pupuk. Pabrik pupuk milik rakyat milik negara. Pestisida disubsidi. Waduk-waduk dibangun oleh uang rakyat. Ya, irigasi-irigasi dibangun oleh uang rakyat. Beras alat-alatnya pakai bahan bakar disubsidi oleh rakyat. Begitu sudah digiling jadi beras, ya, itu paket diganti (jadi premium),” kata Prabowo.
Dampak oplosan
Law-Investigasi mendatangi pasar induk beras yang berlokasi di Cipinang, Jakarta Timur, Rabu (23/7). Suasana sepi aktivitas jual beli sudah tampak tak jauh dari pintu masuk pasar. Toko-toko beras kebanyakan tidak buka. Lalu-lalang kendaraan bongkar muat juga sepi melintas. Bahkan, dalam satu blok, tidak ada satu toko beras yang buka melapak.
Sekalipun tampak ada aktivitas, yang terjadi hanya proses memuat beras. Kuli-kuli mengangkut masuk beras dari truk, sedangkan penjaga kios hanya melihat, alih-alih melayani konsumen lantaran tidak ada yang belanja. Pun saat ada toko yang melapak, kebanyakan para pegawai toko hanya membereskan stok beras. Sepi di pasar induk beras terbesar di Jakarta itu sudah mulai terjadi pasca Lebaran. Hal ini diperparah saat isu beras oplos bergulir. Beberapa toko beras yang kedapatan dicek oleh pihak penegak hukum menjadi pemantik sepinya pengunjung. Selepas itu, para pengusaha pun memilih menutup lapaknya.
Sebut saja Nurman, seorang kuli angkat beras yang empat tahun belakangan beredar di pasar induk bilang isu beras oplos bisa diperdebatkan. Ini lantaran di lapangan yang terjadi adalah pencampuran beras, dan bersifat terbuka antara konsumen dan penjual.
“Ya ada beras yang dicampur. Tapi kan permintaan dari pembeli,” ujar dia.
Efek sepinya jual-beli di pasar, lantas berdampak pada kehidupan ekonomi kuli dan pelaku usaha. Dia berharap isu ini ada titik cerahnya. Jika memang ada penyimpangan, maka segera diungkap dan pulihkan kembali kondisi pasar.
“Saya sudah tidak pulang 2 Minggu karena enggak cukup uang untuk keluarga di kampung. Sekarang mah buat makan sudah mending,” ujar pria paruh baya asal Serang ini.
Pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas bilang isu beras oplos yang diungkap pertama kali oleh Kementerian Pertanian patut dipertanyakan apa yang menjadi kebenaran dan kepentingannya. Sebab, istilah beras oplos sebenarnya tidak terlalu relevan dalam dunia perberasan. Dwi bilang, istilah yang jamak diketahui bersama di kalangan pelaku usaha adalah blending beras.
Menurut Dwi, ada takaran tertentu pelaku usaha industri beras melakukan pencampuran beras medium ke kemasan berisi beras super yang akan dikemas. Begitu pula, takaran beras medium dalam takaran tertentu dicampur beras menir, yang kemudian dikemas dan dicap beras jenis medium.
“Semua dalam jumlah yang wajar dan itu biasa dilakukan selama ini. Batasnya 15-20 persen dari total,” ujar Dwi kepada Law-Investigasi, Kamis (24/7/2025).
Lalu, kata Dwi, yang terjadi juga adalah pencampuran varietas sehingga beras yang beredar pastinya beragam varietasnya. Praktik semacam ini bukan cuma dilakukan pelaku usaha di penggilingan padi berskala kecil, tapi juga dilakoni industri besar macam Wilmar hingga Food Station. Blending varietas juga dilakukan untuk memenuhi selera konsumen dan harga yang bisa terjangkau masyarakat. Semisal di pasar tradisional, yang terjadi adalah kesepakatan antara penjual dan konsumen untuk memilih jenis beras.
“Contoh ada konsumen yang minta beras wangi. Jadi 80 persen beras biasa dicampur beras pandan wangi,” kata dia.
Soal harga, Dwi bilang kesepakatan untuk mencampur varietas beras ini untuk menambal kekurangan dana konsumen yang hendak tetap merasakan beras berkualitas tinggi. Dari beras yang kualitas 70 persen baik, semisal premium, lalu dicampur beras jenis di bawah level premium. “Ini ditujukan untuk menyesuaikan ekonomi masing-masing masyarakat,” kata dia
Di sisi pengusaha, Dwi pun menekankan blending beras untuk menekan daya produksi yang selama ini cukup besar. Efeknya harga beras terkerek naik. “Yang ada itu blending dalam industri perberasan. Dan ini tidak berbahaya,” katanya.
Di balik isu oplos beras ini, Dwi menuturkan bahwa yang sepatutnya disorot adalah harga gabah yang relatif stabil, akan tetapi harga beras di pasaran mengalami kenaikan dalam beberapa waktu belakang.
“Sekarang ini harga pasaran beras di luar harga normal, jadi pemerintah sebaiknya fokus untuk mengatasi,” katanya.
Saat ditanya apakah ini pengalihan isu terkait harga beras naik, Dwi tidak sepenuhnya berspekulasi demikian. Juga, apakah guliran isu oplos beras ini untuk kepentingan pejabat tertentu, Dwi belum bisa berkata seperti itu.
“Ya kita lihat saja kemana ujungnya dugaan penyimpangan yang saat ini diusut,” ujar dia.
Dwi mewanti-wanti pemerintah mesti terbuka dalam proses pengusutan kasus ini. Termasuk bagaimana keterbukaan pemerintah mengungkap hasil uji mutu. Klaim-klaim soal temuan adanya beras kemasan yang tidak sesuai kandungan semestinya, itu perlu dibuktikan dan dipublikasikan.
“Harus transparan untuk dapat perhatian dan kepercayaan publik,” katanya.
Dwi merujuk hasil pengusutan atau sidak ke korporasi beras bahwa tidak semuanya ada beras yang dioplos. Kata dia, proses produksi beras seperti premium di perusahaan besar, semestinya sudah sesuai dengan aturan. Ini karena produksi sudah bersifat otomasi.
“Kalau dari sejak awal memang produksi beras premium, pasti sudah ada standar koperasi besar. Jadi mutunya seharusnya terjamin,” ujar dia.
Penegakan Hukum, Beras Oplosan Dikeroyok Polri dan Kejaksaan Agung
Kasus beras oplosan ini tampaknya membuat panas kuping Presiden Prabowo Subianto. Tak tanggung-tanggung, Presiden langsung menginstruksikan Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut kasus beras oplosan. Prabowo menegaskan, praktik mengoplos beras merupakan bentuk penipuan dan pidana yang harus ditindak aparat penegak hukum.
“Saya minta Jaksa Agung sama Kapolri usut dan tindak. Ini pidana,” tegas Prabowo saat meluncurkan Koperasi Desa Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025).
Berdasarkan laporan yang diterima Prabowo, praktik curang beras oplosan telah merugikan masyarakat hampir Rp 100 triliun setiap tahunnya. Ia menuturkan, pemerintah sudah setengah mati mencari uang dengan mengoptimalkan pemasukan dari pajak dan bea cukai. Namun di sisi lain, justru ada oknum yang meraih keuntungan lewat praktik yang merugikan masyarakat.
“Saya tidak terima. Saya disumpah di depan rakyat, untuk memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saya perintahkan Kapolri dan Jaksa Agung usut, tindak,” ujar Prabowo.
Tak tunggu lama, Bareskrim Polri lantas mengungkap tiga produsen dari lima jenis merek beras premium yang melanggar mutu dan takaran beras atau oplosan. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf yang menyebut temuan itu didapati pihaknya setelah melakukan uji sampel sampel beras premium dan medium dari pasar tradisional maupun modern.
Helfi menyebut proses pengujian sampel itu dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pengujian Standar Konsumen Pasca Panen Pertanian. Berdasarkan hasil pengujian itu, Helfi menyebut terdapat 5 merk beras premium yang tidak memenuhi standar mutu.
“Lima merek sampel beras premium yaitu Sania, Sentra Ramos Biru, Sentra Ramos Merah, Sentra Pulen dan Jelita,” kata Helfi dalam konferensi pers, Kamis (24/07/2025).
Berdasarkan temuan itu, Helfi menyebut pihaknya resmi meningkatkan status perkara kasus pelanggaran mutu dan takaran beras atau beras oplosan ke tahap penyidikan. Ketua Satgas Pangan Polri ini juga menyebut peningkatan status tersebut dilakukan usai menemukan adanya unsur tindak pidana terkait beras oplosan yang beredar di pasaran.
“Berdasarkan hasil penyidikan, ditemukan adanya dugaan peristiwa pidana, sehingga dari hasil gelar perkara status penyelidikan kita tingkatkan menjadi penyidikan,” jelasnya.
Sementara produsen dari kelima merek itu merupakan PT Food Station selaku produsen Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru dan Setra Pulen. Kemudian Toko SY (Sumber Rejeki) produsen Jelita dan PT Padi Indonesia Maju Wilmar selaku produsen Sania.
Jika Polri fokus pada tindak pidana perlindungan konsumen, maka Kejaksaan Agung membidik dugaan korupsi sesuai kewenangan mereka. Mulai pekan ini mengusut dugaan ketidaksesuaian mutu dan harga besar berdasarkan standar nasional Indonesia. Kejagung melalui tim Satgasus P3TPK pada telah mulai penyelidikan soal penyimpangan ketidaksesuaian mutu dan harga beras. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna, mengatakan Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana korupsi yang dipimpin Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah, sudah turun ke lapangan dan mendapati sejumlah data dan temuan.
Murka Presiden Prabowo Subianto di depan khalayak terkait kasus mafia beras oplosan ini akan sia-sia belaka jika penegak hukum tak bekerja cepat. Polemik beras oplosan ini rentan ditunggangi dengan isyu ketahanan pangan, maka–selain kecepatan–kecermatan dan kehati-hatian mutlak diperlukan dalam mengusut kasus ini. Presiden sudah secara gamblang merujuk terminologi serakahnomic. Kerakusan di level pengusaha ini tak akan langgeng jika tidak didukung oleh sepedaan mereka di sektor pengawasan dan regulator.
Kejahatan ekonomi terorganisir, mudahnya kita sebut saja jejaring mafia, tidak berdiri sendiri dan tidak bekerja di ruang hampa. Ada interaksi-interaksi dengan stake holder yang memuluskan langkah mereka. Modus operasi yang berlangsung secara masif dalam rentang beberapa tahun ini, hanya bisa terjadi dengan melibatkan faktor pengawasan dan regulator.
Kesempatan bagi Prabowo untuk mengevaluasi ulang kebijakan swasembada pangan. Sebab, kebijakan swasembada pangan ini tampaknya sengaja dijegal dari dalam oleh jejaring mafia untuk memuluskan kejahatan terorganisir mereka dalam distribusi beras oplosan. Terbatasnya suplai beras dalam negeri, membuat para mafia merasa di atas angin. Mereka tentunya beranggapan, penegak hukum tak akan berani mengusut, karena mereka merasa memiliki akses untuk melumpuhkan distribusi beras yang ujung-ujungnya kelangkaan.
Jalan telah dibuka, apakah Presiden akan menapaki jalan menuju swasembada dengan memberantas mafia-mafia sektor pangan terutama komoditas beras? tentunya akan sangat tergantung pada political will dan keberanian Prabowo. Jiwa kenegarawanan Prabowo diuji di sini.
(Vhe)