Bandung, LINews – Mantan Direktur Utama PT Pos Indonesia Budi Setiawan berhasil ditangkap Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung di kediamannya yang bertempat di Bunasuka Residence Blok B. No. 10 Kota Bandung, Minggu (26/6) kemarin.
Budi Setiawan merupakan buronan terpidana kasus korupsi pengadaan perangkat kerja berupa Portabel Data Terminal (PDT) di Kantor Pusat PT Pos Indonesia (Persero) Tahun 2012-2013.
Buronan selama 4 tahun atas kasus korupsi pengadaan barang senilai Rp9,4 Miliar itu, ditangkap oleh tim Pidsus Kejari Bandung, didampingi tim Intelijen Kota Bandung dan tim Intelijen Kodam III Siliwangi.
“Mantan Dirut PT Pos Budi Setiawan ditangkap di kediamannya pada hari Minggu 25 Juni 2022 kemarin, pada pukul 00.05 WIB,” kata Kepala Kejari Bandung Rachmad Vidianto melalui Kasi Pidsus Kejari Kota Bandung Taufik Effendi, di Kantor Kejari Bandung, Senin (27/6).
Budi Setiawan sendiri dijatuhi hukuman 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan, sebagaimana Putusan Kasasi Nomor 209 PK/PID.SUS/2018 Tanggal 19 November 2018.
Selang satu hari, tepatnya pada hari ini Senin 27 Juni 2022, tim Kejari Bandung kembali menangkap Sukianti Hartanto selaku Sales Manager PT Datindo Infonet Prima di salah satu rumah makan di Jakarta Pusat.
“Sedangkan, Sales Manager PT Datindo Infonet Prima Sukianti Hartanto ditangkap di Rumah Makan Ikan Bakar Cianjur, Jalan Batutulis 15 Jakarta Pusat, pada hari ini Senin, 27 Juni 2022 pada pukul 13.05 WIB,” jelas Taufik.
Sukianti Hartanto merupakan terpidana yang dijatuhi hukuman 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan, berdasarkan Putusan Kasasi Nomor 212PK/PID.SUS/2018 Tanggal 3 Desember 2018.
Kedua terpidana ini lanjut Taufik, sudah dieksekusi oleh tim Kejari Bandung ke lembaga pemasyarakatan.
“Sudah dilakukan pemeriksaan, kemudian sudah komunikasi dengan Lapas kita bawa ke Lapas Sukamiskin dan Lapas Perempuan Sukamiskin juga,” jelasnya.
Sementara itu, Kasubsi Pidsus Kejari Bandung Theo Simorangkir menambahkan, saat menangkap Sukianti Hartanto, terpidana sempat melakukan perlawanan dengan meminta untuk didamping oleh kuasa hukum dan berdalih sedang ada gangguan kesehatan.
“Perlawanan dalam artian bahwa minta untuk minimal didampingi oleh lawyer terus diminta untuk penundaan dikarenakan sedang gangguan kesehatan. Sementara saat dicek secara kedokteran dia sehat,” kata Theo.
Untuk diketahui, PT Pos Indonesia kala itu menjalin kontrak dengan PT Datindo Infonet untuk pengadaan alat tersebut dan mengeluarkan dana hingga Rp 10,5 miliar. Alat yang bentuknya mirip telepon genggam itu akan digunakan pengantar pos untuk mengirim barang kepada penerima.
Dana itu didapat PT Pos dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pengadaan barang itu dimenangkan oleh PT Dataindo Infonet Prima.
Belakangan terungkap pengadaan barang itu dipenuhi patgulipat. Dari 1.725 alat yang dibeli, banyak yang tidak berfungsi serta tidak sesuai spesifikasi. Seperti tidak ada GPS hingga daya baterai berdaya tahan rendah. (MP. Nasikin)