Membongkar Dugaan Aliran Dana Sawit ke Keluarga Istana

Membongkar Dugaan Aliran Dana Sawit ke Keluarga Istana

Law-Investigasi, Dalam rangka mengembangkan industri sawit, sesuai amaran konstitusi, pemerintah membentuk BPDPKS yang memiliki fungsi untuk menghimpun dana dari pelaku industri sawit. Duit ini dikutip daripunguran ekspor dan bea keluar. Dana yang telah dihimpun telah menyentuh angka triliunan rupiah. Sayangnya, penglolaan dana tersebut masih lebih berat ke konglomerat. bahkan, 81 persen dana sawit digelontorkan ke konglomerasi sawit untuk subsidi biodiesel.

Pemerintah melalui BPDPKS mensubsidi Wilmar dan korporasi sawit lain dalam memproduksi biodiesel. Adapun dana subsidi BPDPKS ke korporasi berasal dari pungutan ekspor dan bea keluar sawit. Sejak 2015 hingga 2023, sebesar 79% atau Rp146,56 triliun dana BPDPKS disalurkan untuk kepentingan produksi biodiesel. Sementara dari sisi penguasaan industri biodiesel, pada 2023, industri biodiesel didominasi oleh grup-grup besar sawit.

Dari 12 grup usaha penerima alokasi, 81% dari total alokasi dikelola oleh 6 grup usaha, yaitu Wilmar, Royal Golden Eagle (RGE), Musim Mas, KPN, Permata Hijau, dan Sinar Mas. Adapun lima besar grup penerima subsidi biodiesel adalah Wilmar (Rp56,6 triliun), Musim Mas (Rp26,5 triliun), Royal Golden Eagle (Rp21,3 triliun), Permata Hijau (Rp14,9 triliun), dan Sinar Mas (Rp14 triliun).

Peneliti dari Auriga Nusantara, Sesilia Maharani Putri, mengatakan keterlibatan langsung Jokowi dan/atau anggota keluarganya dalam bisnis sawit masih sulit ditemukan kebenarannya. Namun demikian, kata dia, kebijakan-kebijakan Pemerintahan Jokowi tidak sedikit yang berpihak pada korporasi sawit, semisal subsidi biodiesel. Pada rentang 2015-2023, subsidi biodiesel mencapai Rp 179 triliun, yang dinikmati oleh hanya 15 grup usaha.

“Wilmar adalah penerima subsidi terbesar, yakni Rp 56,6 triliun atau 32% dari total subsidi. Sinar Mas sendiri menikmati subsidi biodiesel sebesar Rp 26 triliun atau 15% dari total subsidi. Dilihat dari angka tersebut, saya yakin bahwa sponsorship Wilmar ke Persis Solo hanya seporsi sangat kecil dari total subsidi yang dinikmati Wilmar dan Sinar Mas,” kata Sesilia kepada Law-Investigasi, Jumat (20/9/2024).

Soal konflik kepentingan, Wilmar dan Sinar Mas sebagai penikmat subsidi biodieselbisa jadi juga memberikan “bagi hasil” sejenis ke penguasa. Namun, tidak sebatas di lingkar kekuasaan Jokowi dan keluarganya, sebab spektrum aliran dana bisa juga mengalir ke pihak lain “Dalam jajaran kekuasaan, tidak hanya Jokowi dan/atau keluarganya, tapi terbuka kemungkinan juga jajaran menteri, pejabat atau pensiunan polisi/militer, parlemen, hingga partai politik,” kata dia.

Rudi mempertanyakan pada BPDPKS yang justru memberikan bantuan berupa alat berat kepada koperasi, bukan kepada petani secara langsung. “Banyak petani sawit yang dipungut biaya oleh BPDPKS kecewa semua. Mereka butuh bantuan bibit dan pupuk, tapi kok BPDPKS malah beri bantuan ke koperasi,” kata Rudi, Kamis (19/09/2024).

Politisi Partai Nasdem tersebut menilai penyaluran bantuan dari BPDPKS kental bermuatan nepotisme, bukan atas dasar kebutuhan. Menurutnya ini harus menjadi perhatian khusus. Rudi menyatakan bila petani sawit kecil rata-rata butuh bibit, pupuk dan lain-lain, tapi BPDPKS malah berikan bantuan alat berat ke koperasi, ini semakin tidak terarah.

Merasa janggal, Rudi pun mendorong agar BPDPKS diaudit secara menyeluruh agar bisa bekerja transparan. Hal itu penting karena anggaran berasal dari pungutan petani sawit. “BPDPKS harus diaudit dan diperiksa. Saya sendiri sebagai petani sawit tidak terima dengan pola dan kebijakan BPDPKS yang sesuka mereka,” ucapnya.

Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyebut sudah sejak awal menyatakan dulu sudah merekomendasikan pemerintah segera mengajukan izin prakarsa Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Niaga Berbasis Data Pangan Nasional yang akurat. Menurutnya, hal tersebut yang menyebabkan harga minyak goreng mengalami kenaikan hingga kelangkaan. Hal itu kini berefek kepada BPDPKS.

Rieke menyebut ia dengan tegas menolak subsidi yang bersumber dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) disalurkan ke perusahaan minyak goreng yang pemiliknya sama dengan pemilik perusahaan sawit. “Harusnya dana BPDPKS untuk penguatan perkebunan sawit rakyat,” kata Rieke, Jumat (20/09/2024).

Politisi yang akrab disapa Oneng tersebut Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tidak adil dalam menyalurkan anggaran yang dikelolanya. Ia menyebut terdapat beberapa perusahan besar yang merupakan produsen biodiesel mendapatkan dana sebesar Rp 176 Triliun dari dana yang disalurkan oleh BPDPKS. “Ada tiga perusahaan besar yang merupakan produsen biodiesel dapat Rp 176 triliun atau sekitar 91,3% dari dana yang disalurkan BPDPKS. Sementara untuk kebutuhan perkebunan sawit rakyat di antaranya untuk replanting atau peremajaan sawit rakyat (PSR) hanya sekitar 0,37%,” imbuhnya.

Selain itu, Rieke juga menyoroti soal kasus dugaan korupsi pengelolaan dana sawit oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Legislator PDI Perjuangan itu pun mempertanyakan soal seberapa besar setoran PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero) ke BPDPKS. “Jadi harus jelas bagaimana kesepakatan pengelolaan dana tersebut,” imbuhnya.

Ia pun kembali menanyakan soal seberapa besar kontribusi yang diberikan PTPN kepada BPDPKS. Pasalnya kata Rieke, saat ini BPDPKS tengah tersandung kasus korupsi yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung. “BPDPKS ini sudah masuk pada ranah penyelidikan hukum yaa, ada dana untuk biodiesel,” katanya.

Untuk itu, ia menegaskan bahwa dirinya sebagai anggota Komisi VI DPR mendukung penuh Kejagung untuk menuntaskan kasus yang sudah berlarut-larut. “Saya memberikan dukungan penuh kepada Kejaksaan Agung untuk usut tuntas,” tegasnya.

Benarkah Duit Sawit Mengalir Ke Kaesang-Gibran?

Belakangan dugaan aliran duit sawit masuk ke saku Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, keduanya putera Presiden Joko Widodo mengemuka. Lambannya penanganan kasus yang berkaitan dengan dana sawit, ternyata mengundang isyu baru. Disebut-sebut ada dugaan aliran dana ke keluarga Istana.

Jejak keterlibatan dugaan korupsi terkait sawit sempat terekam dalam laporan akademisi Ubedilah Badrun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2022. Dalam laporannya, Ubed menduga Sinar Mas telah menggelontorkan sejumlah dana untuk bisnis Kaesang-Gibran dalam entitas bisnis dengan jumlah hampir triliunan.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika saat dikonfirmasi mengatakan laporan tersebut masih ditelaah di Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK dan belum dilimpahkan ke Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK. “Belum ada info lanjut masuk proses penyelidikan,” kata Tessa, Kamis (19/9/2024).

Ubedilah Badrun menduga aliran dana dari bisnis sawit bisa saja masuk ke lingkar bisnis Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka. Pengamat politik dari Univesitas Negeri Jakarta ini bilang bahwa tak menutup kemungkinan dana dari sejumlah bisnis korporasi sawit mengalir ke entitas bisnis anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu. Adapun yang disorot adalah keterlibatan Wilmar-korporasi sawit yang menjadi sponsor utama Persis Solo—klub sepak bola milik Kaesang.

Menurut Ubed, korupsi di lingkaran keluarga Jokowi sudah makin terang benderang. Kian terang yang dia maksud terkait dugaan korupsi lain yang melibatkan entitas bisnis Kaesang-Gibran di sektor minuman dan makanan. Katanya, ada dugaan aliran dana secara menyimpang masuk ke lini bisnis GK Hebat, yang dimiliki Kaesang-Gibran. Penyokongnya grup Sinar Mas melalui salah satu anak dari mantan direktur korporasi sawit itu. Sehingga, katanya, KPK mesti melakukan penyelidikan.

“Apalagi kelindan korupsinya melibatkan perusahaan seperti Wilmar di Persis. Polanya ini lama. Jadi tidak hanya satu perusahaan, tapi di perusahaan lain. Ini masih dalam konteks perusahaan sawit. Itu bisa saja gratifikasi sama seperti di Sinar Mas. Dan harusnya putra-putra presiden itu bisa jadi tersangka,” kata Ubed kepada Law-investigasi, Jumat (20/9/2024).

Kata Ubed, pola samanya adalah adanya gratifikasi dari korporsai yang ingin mendapat kepentingan. Dari gratifikasi yang masuk ke bisnis Kaesang-Gibran ini, korporasi hendak mendapat previlege dari Jokowi. “Jadi dugaan gratifikasi dari Wilmar ke Persis ini semakin memperkuat kasus sebelumnya yang saya laporkan terkait Sinar Mas,” ucapnya.

“Apalagi kalau polanya sama. Karena bisa jadi ada kepentingan sehingga ada gratifikasi dan TPPU. Ada uang haram yang transit di situ. Ini semua terjadi saat Jokowi menjadi presiden sehingga tidak bisa Kaesang-Gibran berbisnis dan berpolitik kalau tidak ada tangan dari bapaknya,” ia menambahkan.

(Vhe)

Tinggalkan Balasan