Jakarta, Law-Investigasi
Potensi Kasus Besar Ancam PNBP Triliunan Rupiah
Kasus OTT tunjangan kinerja yang terjadi di Kementerian ESDM ini sedari mula diyakini oleh Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman sekedar menutup kasus-kasus lain yang kategorinya big fish.
“Termasuk juga, Dewas KPK harus memeriksa mister X yang katanya ada di lokasi pada saat dokumen rahasia tersebut ditemukan oleh tim penyidik KPK, harus diungkap siapa sosok mister X tersebut, termasuk sejauh mana keterlibatannya,” desak Yusri.
Lanjut Yusri, penyidik KPK telah menemukan uang Rp 1,3 M pada saat menggeledah apartemen Pakubowono, Menteng, setelah kuncinya terdapat di ruang kerja Idris Sihite, ruang Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM lantai 8.
Kabarnya, kata Yusri, Idris Sihite ketika ditanya penyidik saat itu dari mana sumber dokumen penyelidikan KPK sehingga bisa dia peroleh, dia menjawab diperolehnya dari Menteri ESDM, Arifin Tasrif.
“Sebab, kesimpulan sementara dari bocoran yang beredar luas di berbagai media, pembocor dokumen rahasia itu diduga Ketua KPK, Firli Bahuri. Sehingga ditenggarai Firli telah melanggar kode etik KPK. Ini menjadi persoalan sangat serius. Nama baik lembaga KPK menjadi taruhannya,” ungkap Yusri.
Menurut Yusri, dokumen rahasia KPK yang bocor, adalah dokumen yang menyerupai berkas Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LPTPK) Tunjangan Kinerja (Tukin) di Ditjen Minerba Kementerian ESDM.
“Dokumen itu merupakan kesimpulan hasil penyidikan KPK. Di dalamnya memuat konstruksi perkara berupa gambaran kronologi perkara, terduga pelaku, serta pasal-pasal yang direkomendasikan untuk digunakan, termasuk sudah ditemukan adanya bukti permulaan,” beber Yusri.
Lebih lanjut Yusri mengatakan, dokumen itu bocor ke pejabat Kementerian ESDM, diperkirakan terjadi setelah dokumen tersebut ditanda tangani oleh Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Pol Endar Priantoro pada 28 Febuari 2023. “Informasinya, surat perintah penyidikan (Sprindik) sudah ditetapkan dan ditanda tangani oleh pimpinan KPK pada 10 Maret 2023. Jadi, setidak-tidaknya diperkirakan waktu bocornya dokumen rahasia KPK itu terjadi di antara tanggal 28 Februari 2023 hingga sebelum dilakukan penggeledahan oleh tim KPK di Kementerian ESDM pada 27 Maret 2023,” ungkap Yusri.
“Jadi, jika nanti hasil pemeriksaan Dewas KPK nanti terbukti benar dokumen penyelidikan yang merupakan rahasia KPK bocor dan siapa saja terlibat pembocoran, maka yang terlibat dapat diklasifikasikan sebagai upaya menghalang-halangi proses pemberantasan korupsi yang bisa dijerat pidana, selain hukuman pelanggaran kode etik. Bisa dijerat dengan pasal 21 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegas Yusri.
Yusri juga menyampaikan kalau lembaganya secara resmi telah melaporkan dugaan tindak pidana menyebarkan berita bohong dan dugaan menghalang-halangi penyelidikan KPK. Laporan tersebut diserahkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Metro Jaya di Jakarta, Jumat (14/4/2023)
Dugaan tindak pidana menyebarkan kabar bohong tersebut terkait kasus bocornya dokumen hasil penyelidikan KPK atas perkara dugaan korupsi tunjangan kinerja (Tukin) dan rekomendasi ekspor mineral dan batubara Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Republik Indonesia. Tindak pidana tersebut diduga telah dilakukan oleh Pimpinan KPK Alex Marwata dan Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi.
Terkesan kental ada operasi untuk menyelamatkan dari jeratan hukum terhadap orang yang terungkap dalam bentuk video yang beredar luas soal sumber kebocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi di Ditjen Minerba KESDM, tetapi tak mempertimbangkan akan beresiko besar hancurnya nama baik lembaga KPK.
“Sebab CERI tak mau sia-sia yang baru saja melaporkan dugaan permainan pengesahan RKAB di Ditjen Minerba Kementerian ESDM ke KPK pada 3 April 2023, laporan itu sebagai pintu masuk membongkar kasus big fish di Ditjen Minerba,” beber Yusri.
Selain itu, lanjut Yusri, CERI dalam setahun terakhir ini telah mengendus ada `cowboy senayan` berkoloborasi dengan `dedemit Hambalang`, konon kabarnya rajin menjual-jual nama Firli untuk menekan pejabat Pertamina agar bisa mengusai proyek-proyek.
“Bahkan diduga telah memalak senilai 20 persen dari nilai kontrak terhadap anak usaha Pertamina dan BUMN karya yang telah dan akan memperoleh pekerjaan di PT Pertamina Hulu Rokan,” pungkas Yusri.
Sinyalemen yang disampaikan CERI terkait potensi korupsi di lingkungan kementerian ESDM terutama sektor PNBP sebenarnya sudah tercium oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam Laporan Pemeriksaan Semester II Tahun 2021 BPK menemukan adanya pendapatan yang belum ditagih. Pada Kementerian ESDM, terdapat kurang bayar iuran tetap sebesar Rp123,25 juta dan Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) TA 2020 sebesar.
Rp246,04 miliar dan US$23,84 juta serta lebih bayar sebesar Rp52,55 miliar dan US$7,51 juta. Selain itu, iuran tetap belum ditagihkan ke Wajib Bayar tahun 2021 sebesar Rp316,86 miliar dan lebih bayar penerimaan sebesar Rp3,56 miliar.
Akibatnya, terdapat kekurangan pembayaran PNBP dari iuran tetap dan DHPB sebesar Rp563,02 miliar dan US$23,84 juta dan kelebihan pembayaran PNBP sebesar Rp56,11 miliar dan US$7,51 juta.
BPK telah merekomendasikan Menteri ESDM menginstruksikan Dirjen Minerba agar (1) memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan kepada Direktur Penerimaan yang kurang optimal dalam menyelenggarakan fungsi pengelolaan PNBP minerba; serta (2) menetapkan dan menagih kekurangan pembayaran PNBP berupa iuran tetap dan DHPB sebesar Rp563,02 miliar dan US$23,84 juta dan memproses penyelesaian atas kelebihan pembayaran PNBP iuran tetap dan DHPB tahun 2020 sebesar Rp56,11 miliar dan US$7,51 juta.
Temuan BPK ini semestinya sudah menjadi perhatian aprat penegak hukum terutama KPK. Sinyalemen yang disampaikan sejumlah pengamat dan LSM terhadap adanya dugaan kejahatan tambang yang serius tampaknya belum menjadi perhatian serius lembaga anti rasuah ini.
Padahal, dalam perjalanan KPK telah berulang kali melakukan OTT terhadap sejumlah pejabat terkait izin tambang.Tak salah jika kemudian dugaan perselingkuhan antara oknum pejabat KPK dengan oknum pejabat di Kementerian ESDM seolah menemukan indikasinya.
Perselingkuhan Aparat Penegak Hukum di sektor tambang, baik legal maupun ilegal, bukanlah kabar baru. Namun, baru kali ini isyu ini menimpa lembaga KPK. Tak main-main, yang terkena badai justru di pucuk pimpinannya.
Sidang etik Dewan Pengawas saja tak akan memadai. Apalagi, set pimpinan KPK kali ini akan berkhir di penghujung tahun ini. Tentunya tangan Dewas tak akan bisa lagi menjangkau pimpinan yang diduga lacur itu, jika mereka telah purna tugas.
Presiden Joko Widodo semestinya membentuk Tim Independen khusus untuk membongkar praktik perselingkuhan ini. Sebab, bukan hanya citra lembaga KPK yang menjadi taruhan, tetapi juga triliunan rupiah potensi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang terancam menguap akibat dijarah mafia tambang yang ditengarai telah menjinakkan KPK.
(R. Simangunsong)