Menakar Kemampuan Pemimpin Perempuan dalam Perspektif Bernegara

Menakar Kemampuan Pemimpin Perempuan dalam Perspektif Bernegara

Pangandaran, LINews – Oki Daylami S.SH pemerhati politik dan hukum dari Tatar Pasundan, menyoroti pentingnya peran pemimpin perempuan dalam masyarakat.

Menakar kemampuan pemimpin perempuan dalam perspektif bernegara memerlukan analisis yang komprehensif dari berbagai sudut pandang, baik dari segi keilmuan, sejarah, maupun konteks budaya dan sosial, ungkap Oki Daylami, S.SH., pemerhati politik dan hukum Tatar Pasundan.

Banyak faktor yang memengaruhi efektivitas kepemimpinan, dan gender bukanlah satu-satunya penentu, beberapa perspektif yang bisa dijadikan acuan dalam menilai kemampuan pemimpin perempuan dalam konteks bernegara diantaranya adalah.

1. Kapasitas Intelektual dan Keterampilan Kepemimpinan

Kemampuan seseorang untuk memimpin suatu negara lebih didasarkan pada kualitas pribadi, keterampilan, dan kapasitas intelektualnya, bukan jenis kelamin. Pemimpin perempuan dapat memiliki keterampilan strategis, kemampuan negosiasi, dan wawasan politik yang sama, atau bahkan lebih baik daripada pemimpin laki-laki. Banyak pemimpin perempuan di dunia yang telah menunjukkan kemampuan mereka dalam memimpin negara, seperti Angela Merkel (Jerman), Jacinda Ardern (Selandia Baru), dan Ellen Johnson Sirleaf (Liberia).

2. Pengambilan Keputusan dan Manajemen Krisis

Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan cenderung lebih kolaboratif dalam pengambilan keputusan dan lebih hati-hati dalam menilai risiko, yang bisa menjadi aset dalam menghadapi situasi krisis. Sebagai contoh, banyak pemimpin perempuan yang dinilai efektif dalam mengelola pandemi COVID-19 karena pendekatan empati dan ketegasan dalam pengambilan keputusan yang berpihak pada keselamatan rakyat. Ini menunjukkan bahwa dalam manajemen krisis, pemimpin perempuan memiliki kemampuan yang setara, bahkan lebih unggul dalam beberapa konteks.

3. Keadilan Gender dan Kesetaraan

Dalam negara yang memiliki agenda kesetaraan gender, kehadiran pemimpin perempuan sering kali membawa perspektif yang lebih inklusif terhadap kebijakan publik. Pemimpin perempuan cenderung lebih sensitif terhadap isu-isu yang menyangkut hak-hak perempuan, anak-anak, dan kelompok marginal lainnya. Ini dapat memperkuat kebijakan yang lebih berkeadilan dan memberi dampak positif bagi pembangunan sosial.

4. Persepsi Budaya dan Sosial

Peran gender dalam kepemimpinan sering dipengaruhi oleh persepsi budaya dan sosial masyarakat setempat. Di beberapa negara, perempuan mungkin menghadapi tantangan tambahan karena stereotip atau norma budaya yang lebih mendukung laki-laki sebagai pemimpin. Namun, di negara-negara dengan tingkat kesadaran kesetaraan gender yang tinggi, pemimpin perempuan dapat diterima dan dihargai karena prestasi dan kemampuannya, bukan semata karena gendernya.

5. Sejarah Pemimpin Perempuan di Berbagai Negara

Sejarah telah membuktikan bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin yang sangat efektif di panggung internasional. Sebagai contoh:

Margaret Thatcher (Inggris) dijuluki “Iron Lady” karena kebijakannya yang tegas dan konservatif.

Benazir Bhutto (Pakistan) menjadi perempuan pertama yang memimpin negara Muslim modern, menunjukkan bahwa perempuan juga dapat memainkan peran penting dalam masyarakat patriarki.

Indira Gandhi (India) berhasil memimpin negara besar dengan tantangan politik yang kompleks.

Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa pemimpin perempuan tidak kalah dalam menjalankan fungsi negara, baik dalam politik domestik maupun dalam urusan internasional.

6. Pemimpin Perempuan dalam Islam

Sebagaimana dalam perspektif agama, khususnya Islam, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tidak ada larangan mutlak bagi perempuan untuk menjadi pemimpin dalam negara. Beberapa ulama menegaskan bahwa kepemimpinan harus didasarkan pada kompetensi dan bukan gender, selama pemimpin tersebut adil dan mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan baik.

7. Kombinasi Empati dan Ketegasan

Pemimpin perempuan seringkali memiliki kombinasi antara empati dan ketegasan yang unik. Mereka mampu menyampaikan kebijakan dengan pendekatan yang lebih humanis tanpa kehilangan otoritas dan ketegasan dalam pengambilan keputusan. Ini dapat memberikan keseimbangan yang diperlukan dalam memimpin negara, terutama dalam situasi yang membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda terhadap isu-isu sosial, ekonomi, dan politik.

Kemampuan pemimpin perempuan dalam perspektif bernegara bukanlah sesuatu yang bisa diukur semata-mata berdasarkan jenis kelamin. Kemampuan ini lebih terkait dengan kualitas pribadi, pengalaman, visi, dan keterampilan dalam memimpin. Sejarah telah menunjukkan bahwa perempuan mampu menjadi pemimpin negara yang efektif, dengan berbagai prestasi yang setara, bahkan melebihi pemimpin laki-laki dalam beberapa aspek. Dalam konteks modern, argumen bahwa perempuan kurang mampu memimpin negara tidak memiliki dasar yang kuat dan sering kali bersumber dari stereotip atau pandangan tradisional yang tidak relevan dengan realitas kontemporer tandasnya.

(BD)

Tinggalkan Balasan