Law-Investigasi, Program digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dilakukan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyaluran bahan bakar minyak (BBM) terutama yang bersubsidi. Apa lacur, alih-alih meningkatkan efisiensi peyaluran BBM Bersubsidi, digitalisasi ini justru menjadi ladang bancakan. Sejumlah pihak telah dipanggil oleh KPK sebagai saksi, serta ada 3 orang ditetapkan tersangka.
Proyek digitalisasi ini digarap setelah Pertamina dan Telkom bersepakat pada akhir Agustus 2018. Proyek digarap untuk membuat digitalisasi penyaluran bahan bakar minyak subsidi, seperti Pertalite. Setiap BBM yang keluar mesti terekam debitnya melalui sistem digital dan sistem ini diterapkan di ribuan SPBU di seluruh Indonesia.
Secara hukum, digitalisasi SPBU merujuk amanat Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2001 yang garis besarnya mewajibkan pemerintah menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM, yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak. Lain itu, digitalisasi SPBU ditujukan untuk memastikan tepat sasarannya penyaluran jenis BBM yang disubsidi anggaran negara.
Direktur Center Budget Analyst (CBA) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan bahwa proyek digitalisasi SPBU itu melalui Kontrak Nomor SP-12/C00000/2019-SO tanggal 18 April 2019, antara PT Telkom (Persero) Tbk dengan PT Pertamina (Persero). Menurut Uchok, proyek itu diperuntukan alokasi pekerjaan pengadaan dan pemasangan sistem, infrastruktur pendukung, dan data center menghabiskan anggaran Rp 2,8 triliun, dan biaya support Rp 788,5 miliar. Serta, jangka waktu pekerjaan mulai 4 Oktober 2018 hingga 31 Desember 2019.
“Nilai Proyek ini Rp 3,6 triliun atau jumlah maksimal volume BBM sebanyak 237,8 miliar liter untuk pekerjaan pembuatan sistem monitoring distribusi dan transaksi penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 5.518 SPBU Pertamina,” imbuhnya.
Jenis SPBU yang masuk dalam lingkup kerja sama digitalisasi 5.518 SPBU terdiri dari SPBU CODO (Corporate Owned Dealer Operated, yaitu SPBU milik Pertamina dan dioperasikan oleh swasta, ada 208 SPBU; SPBU DODO (Dealer Owned Dealer Operated) yaitu SPBU milik swasta dan dioperasikan swasta, ada 5.071 SPBU; SPBU COCO (Corporate Owned Corporate Operated) yaitu SPBU milik Pertamina dan dioperasikan oleh Pertamina, ada 178 SPBU; dan 61 SPBU yang jenisnya tidak teridentifikasi.
Tambah Uchok, PT Telkom dalam penyelesaian implementasi perangkat dan sistem sangat terlambat. “PT Telkom tidak dapat melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai jangka waktu yang telah disepakati dalam kontrak,” katanya.
Posisi per 21 November 2019, jumlah SPBU yang telah selesai diintegrasi mencapai 1.415 SPBU, atau setara 25,64 persen dari target 5.518 SPBU, selesai UAT (User Acceptance Test) sejumlah 442 SPBU, dan selesai BAST sejumlah 299 SPBU.
“Padahal rencana implementasi digitalisasi SPBU Pertamina, seperti angin surga dan akan dilakukan secara bertahap seperti pada 2018, pelaksanaan inisialisasi data center and cloud services dan implementasi sistem di 1.000 SPBU, serta pada 2019, implementasi sistem di 4.518 SPBU,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Asep Wahyuwijaya buka suara terkait dengan kasus korupsi digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero) oleh PT Telkom tahun anggaran 2018-2023 yang saat ini tengah ditangani KPK. Asep berharap KPK dapat mengungkap kasus korupsi digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero) oleh PT Telkom tahun anggaran 2018-2023 ini agar terang benderang.
“Banyaknya pihak yang dipanggil menjadi saksi mencerminkan proyek yang bernilai triliunan ini bisa saja melibatkan banyak pihak. Saya tentu berharap mudah-mudahan KPK pun bisa mengungkap semuanya dengan terang benderang,” kata Asep kepada Law-Investigasi, Selasa (28/01/2025).
Secara pribadi, Asep mengaku tak habis pikir dengan apa yang sesungguhnya ada di kepala anak perusahaan Telkom hingga terlibat kasus korupsi digitalisasi SPBU Pertamina. Politisi Partai Nasdem tersebut menyatakan dengan dugaan kasus tersebut mengindikasikan bila Telkom telah bertindak sembrono dan ceroboh hingga akhirnya bisa kecolongan.
“Ini, kok bisa-bisanya mereka melakukan tindakan yang bodoh, ceroboh dan sembrono serta merugikan banyak pihak,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Asep menegaskan pentingnya agar kasus korupsi ini dapat diusut tuntas. Asep menduga, kerugian yang ditimbulkan akibat kasus korupsi ini cukup besar lantaran menyeret dua perusahaan pelat merah besar ini.
“Mengingat kerugiannya yang cukup besar, baik secara material maupun sosial, modus operandi dan perilaku koruptif yang terjadi dalam kerjasama bisnis dua BUMN besar ini apapun alasannya memang harus diusut tuntas,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi XII DPR RI Mulyadi mengatakan bila mekanisme pembelian Pertalite menggunakan QR Code yang saat ini sedang diuji coba di beberapa kota tidak efektif. Menurutnya, sistem ini menyulitkan pegawai SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) sekaligus kurang optimal bagi pengawasan yang dilakukan oleh Pertamina.
“Pakai QR Code itu akan sulit bagi Pertamina untuk mengawasi, begitu juga SPBU karena repot sendiri itu mengurus yang begituan,” kata Mulyadi ketika dikonfirmasi, Jumat (31/01/2025).
“Saya dengar dari SPBU wah njelimet lah nggak karuan. Pokoknya semakin rumit itu di lapangan, semakin sulit kita untuk mengawasinya, dan potensi untuk kecurangannya tetap ada,” sambungnya.
Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamudin Daeng menekankan, pembayaran subsidi dari APBN untuk BBM mencapai Rp 16 triliun pada 2020 atau dua tahun setelah kesepakatan proyek digitalisasi. Jika dihitung secara parsial, volume BBM yang disalurkan senilai Rp 1,3 triliun per bulan.
“Tujuan digitalisasi SPBU ini sebetulnya baik demi transparansi dan akuntabilitas penyaluran BBM bersubsidi yang anggarannya bukan main-main,” kata Salamudin Daeng kepada Law-Investigasi, Jumat (31/1/2025).
Digitalisasi SPBU, kata Daeng juga menjadi cara BPH Migas untuk mengawasi penyaluran BBM bersubsidi, karena keputusan besaran volume minyak yang disubsidi dan bakal disalurkan Pertamina mesti melalui restu BPH Migas. Digitalisasi SPBU juga sejalan dengan Surat Menteri ESDM kepada Menteri BUMN Nomor 2548/10/MEM.S/2018 tanggal 22 Maret 2018, hal peningkatan akuntabilitas data penyaluran Jenis BBM tertentu. Beleid internal Kementerian ESDM itu merujuk Perpres No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Fungsi sejumlah regulasi diproyeksikan menghindari kelangkaan BBM bersubsidi di pasaran.
“Jadi, sebenarnya digitalisasi SPBU ini untuk kebaikan demi mengontrol penyaluran dan mendeteksi kecurangan penyaluran BBM subsidi, tapi pelaksanaannya kacau karena pemburu rente,” kata Daeng.
Bagi Daeng, terbongkarnya kasus dugaan korupsi digitaliasi SPBU merupakan bukti kegagalan proyek itu. Dengan adanya proyek itu, justru penyaluran BBM menjadi tidak akuntabel.
“Kita bisa lihat bagaimana kelangkaan Pertalite, misalnya, yang sering terjadi menjadi implikasi dari penyimpangan proyek digitaliasi pom Pertamina,” ucap Daeng.
Soal penyimpangan proyek, Daeng masih ingat betul bagaimana BPH Migas menyoroti kegagalan proyek sejak awal penggarapan. Mulanya program digitalisasi rampung pada Juni 2019 atau satu tahun pasca kesepakatan proyek, tetapi Pertamina dan Telkom tidak sanggup. Sehingga penyelesaian proyek molor bertahun-tahun.
KPK Turun Tangan, Tersangka Sudah Ditetapkan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di PT Pertamina (Persero) periode 2018–2023. Penetapan tiga tersangka setelah penyidik komisi antirasuah melakukan penyidikan sejak September 2024. Proyek yang digarap BUMN Telkom ini diduga membikin kerugian keuangan negara hingga triliunan rupiah. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan tiga tersangka berasal dari pejabat BUMN Telkom dan Pertamina. Penyidik, katanya, berhasil menemukan sejumlah bukti adanya mufakat jahat untuk mengutip anggaran proyek digitalisasi SPBU.
“Penggarap dan pemberi proyek pada pelaksanaannya ada dugaan memperkaya diri sendiri dari uang anggaran proyek dan uang turunan proyek,” kata Asep Guntur kepada Law-Investigasi, Kamis (30/1/2025).
Asep bilang penetapan sejumlah tersangka merujuk pada kesaksian yang tidak selaras dengan temuan penyidik. Dari kontradiktifnya keterangan sejumlah saksi, didapati tiga tersangka tersebut.
“Kami konfrontir sejumlah temuan dan bukti kepada saksi dan calon tersangka,” ujar Asep.
Ihwal kerugian negara dalam proyek ini, Asep menuturkan nilai kerugian didapat dari akumulasi pelaksanaan proyek dan implementasi digitalisasi. Pelaksanaan digitalisasi dinilai tidak sebagaimana mestinya sehingga anggaran dan manfaat ekonomi dari proyek mengalir ke sejumlah pihak, alih-alih manfaat bagi masyarakat.
“Itu mengapa kerugian mencapai triliunan dalam rentang waktu lima tahun tempusnya,” tutur Asep.
Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan pun sebenarnya telah menyampaikan temuan terkait proyek digitalisasi SPBU ini. Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2022, BPK menyoroti penetapan owner estimate di proyek digitalisasi SPBU ini yang menjadi pemborosan keuangan sebesar Rp 196 milyar dan juga berpotensi menjadi pemborosan sebesar Rp692 miliar.
Rupanya, temuan BPK ini bukan hanya di sisi Pertamina sebagai project owner. Auditor BPK pun menyampaikan temuan saat melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) di PT Telkom. Dalam Laporan No 13/Auditama VII/PDTT/04/2023 tanggal 12 April 2023. Disebutkan kalau PT Telkom masih memiliki hutang kepada anak perusahannya PT Telkom Sigma dalam pengerjaan proyek ini. Tagihan sebesar Rp 2 milyar ini timbul akibat adanya invoice ganda.
Merujuk Telkom sebagai aktor utama proyek, KPK dalam penyidikannya memfokuskan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat Telkom. Mereka di antaranya adalah; Dirut PT Multimedia Nusantara (Telkommetra) 2016–2019, Otong Iip; GM Procurement PT Pins Indonesia tahun 2017–2018, Revi Guspa; Senior Account Manager PT Telkom periode 2018–2023, Reza Prakasa; VP Corporate Holding & Portfolio IA PT Pertamina, Anton Trienda; Direktur Enterprise & Bussines Solution PT Sigma Cipta Caraka periode 2018, Sihmirmo Adi; GM Energy Recource Service PT Telkom periode 2018–2023, Saleh.
KPK juga turut menggali keterangan dari VP Sales Support PT Pertamina Patra Niaga Aribawa, Eks Direktur PT Dabir Delisha Indonesia Asrul Sani, serta eks Direktur Sales & Marketing PT PINS Indonesia Benny Antoro. Di level manajemen Telkom, KPK pun memeriksa Direktur Enterprise & Bussines Service PT Telkom periode tahun 2017–2019, Dian Rachawan serta SGM SSO Procurement PT Telkom Indonesia periode tahun 2012–2020, Weriza.
Pada Kamis (30/1/2025), KPK memeriksa VP Sales Enterprise PT Packet Systems tahun 2018, Antonius Haryo Dewanto. Diduga kuat, Antonius merupakan rekanan Telkom dalam menggarap proyek digitalisasi SPBU Pertamina.
VP Corcomm Pertamina, Fadjar Santoso membantah penggarapan proyek digitalisasi SPBU hanya proyek semata untuk kepentingan pejabat tertentu. Bagi Pertamina, proyek itu menjadi cara memaksimalkan penyaluran BBM bersubsidi secara trasnparan dan bisa dipertanggung jawabkan.
“Yang terjadi hari ini (korupsi digitalisasi SPBU) merupakan tindakan seseorang yang di luar prinsip kami yang anti korupsi dalam pelaksanaan kegiatan korporasi,” kata Fadjar saat dihubungi, Kamis (30/1/2025).
“Namun begitu, kami percaya pada proses penegakan hukum yang dilakukan KPK dan kami berharap kasus ini bisa segera selesai,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan BUMN Telkom, Octavius Oky Prakarsa, mengatakan bahwa pihaknya sebagai penggarap proyek sudah mengerjakan proyek secara hati-hati, termasuk memastikan setiap individu bekerja tanpa kepentingan korupsi. Katanya, Telkom pun menyadari digitalisasi SPBU adalah bentuk tanggung jawab negara mengelola subsidi BBM yang jumlahnya triliunan.
“Telkom selalu mengedapankan prinsip transparan dan akuntabilitas. Kami sepenuhnya ikuti proses hukum yang bergulir di KPK,” kata Octavius kepada Law-Investigasi, Kamis (30/1/2025).
Pelan-pelan sejumlah kasus dugaan lkorupsi yang terjadi ditubuh BUMN mulai terungkap. Potensi kerugian negara pun tidak main-main. Dalam kasus ini, justru duit rakyat untuk memantau kinerja subsidi BBM yang digasak. Meskipun KPK masih menghitung kerugian negara aktual, namun akibat kasus ini berpotensi merugikan negara triliunan rupiah akibat subsidi yang tak terukur.
Bancakan dalam kasus ini bukan cuma dalam hal pengadaan proyek ini saja, namun patut diduga juga menggasak jatah subsidi BBM yang tiap tahunnya mencapai puluhan triliun rupiah. Model korupsi di BUMN umumnya masif dan terstruktur, cukup rumit untuk mengungkapnya. Pemeirntahan Presiden Prabowo Subianto harus menaruh perhatian khusus terhadap maraknya dugaan korupsi di BUMN, terutama BUMN yang produktif dan profit. Mereka kerap berkilah telah mejalankan GCG sesuai protol dan perusahaannya selalu laba. Padahal, meskipun perusahaan laba dan emmiliki prosedur GCG yang rigid, potensi terjadi korupsi masih terbuka.
(Vhe/Rey)