Jakarta, Law-Investigasi – Sejak 2016 hingga awal 2023 pemerintah membangun jalan tol yang panjangnya mencapai 2.923 Kilometer. Keseluruhan panjang tol tersebut akan terbagi mejadi 33 ruas tol, dengan rencana nilai investasi sebesar Rp 593,2 Triliun.
Investasi sebesar itu tentunya merupakan godaan terbuka bagi birokrat-pengusaha bermental korup. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah menemukan sejumlah titik rawan dalam investasi dan pembangunan jalan tol tersebut.
KPK menjelaskan sejumlah masalah ditemukan dalam tata kelola proyek pembangunan jalan tol di era Presiden Joko Widodo (Jokowi )sehingga berpotensi terjadi korupsi. Seperti lemahnya akuntabilitas lelang pengusahaan jalan tol, terjadinya benturan kepentingan, hingga Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang tidak melaksanakan kewajibannya.
Potensi rawan korupsi proyek jalan tol itu terendus mulai dari proses perencanaan, peraturan pengelolaan jalan tol yang digunakan masih menggunakan aturan lama. Akibatnya pembangunan tidak mempertimbangkan perspektif baru seperti kompetensi ruas tol dan alokasi pengadaan tanah.
Kemudian, proses lelang, KPK menemukan dokumen lelang proyek jalan tol tidak memuat informasi yang cukup atas kondisi teknis dari ruas tol. Akibatnya, pemenang lelang harus melakukan penyesuaian yang mengakibatkan tertundanya pembangunan.
Salah satu temuan KPK yang ternag benderang adalah adanya potensi kerugian negara sebesar Rp 4,5 triliun. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan bahwa uang Rp 4,5 triliun tersebut merupakan ongkos pembebasan lahan yang harus dikembalikan usai tol sudah selesai dibangun.
“Rp 4,5 triliun itu pemerintah dulu sudah beliin tanah pembebasan tanah. Janjinya nanti kalau jalan tolnya jadi dibalikin itu uang. Ternyata tol udah jadi 4,5 triliunnya belum dipulangin dan belum jelas juga rencana pengembaliannya gimana, makanya kita dorong, dipanggil dong ini semua, kan 4,5 T kan gede duitnya,” ujar Pahala melalui keterangan yang diterima Law-Investigasi.
Kemudian, Pahala juga mengatakan bahwa terdapat lima orang yang terlibat dengan perusahaan pembangunan jalan tol tersebut. Kelimanya itu merupakan komisaris dalam perusahaan itu dan mereka semua sudah dicopot jabatannya oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Salah satu proyek pembangunan jalan tol yang sudah masuk radar penegak hukum karena dugaan kasus korupsi adalah Proyek pembangunan jalan Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated) atau kini dikenal tol MBZ (Mohamed Bin Zayed).
Tol Cikampek II merupakan jalan tol layang terpanjang di Indonesia yang membentang panjang dari wilayah Junction Cikunir hingga Karawang Barat dan melintasi beberapa bangunan perlintasan eksisting berupa Overpass, Jembatan Penyebrangan Orang (JPO), atau Simpang Susun pada Jalan Tol Jakarta – Cikampek eksisting. Sehingga pada konstruksinya telah dilakukan penyesuaian berupa peninggian elevasi struktur elevated dengan tetap memperhatikan kualitas pemenuhan ketentuan dan persyaratan teknis yang berlaku.
Jalan Tol Japek II Elevated yang telah beroperasi tersebut telah menjadi salah satu solusi kemacetan yang sering terjadi di ruas vital tersebut. Ruas tol Japek II Elevated merupakan jalan tol layang terpanjang di Indonesia dan menjadi jalan tol bertingkat (double decker motorway) yang pertama di Indonesia karena dibangun di atas Jalan tol Jakarta-Cikampek. Adapun tujuan dibangunnya jalan tol ini adalah untuk memisahkan pergerakan komuter jarak pendek Jakarta-Bekasi-Cikarang (lajur kolektor/eksisting) dengan pergerakan jarak jauh tujuan Cirebon, Bandung, Semarang, dan Surabaya (lajur ekspres/layang), khususnya golongan I non-bus.
Pembangunan Jalan Tol Layang Japek dikerjakan oleh kontraktor PT Waskita Karya (Persero) Tbk bersama PT Acset Indonusa Tbk (Kerjasama Operasi). Pengusahaannya dilakukan oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) yang merupakan anak usaha dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan nilai investasi sebesar Rp 16.2 Triliun.
PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC), anak usaha PT Jasa Marga (persero) Tbk menerima pinjaman sindikasi sejumlah Rp11.363.386.000.000. Pinjaman sindikasi berasal dari 16 bank dan lembaga keuangan konvensional serta syariah ini akan digunakan untuk membiayai pembangunan proyek Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II elevated. Pembiayaan yang memadukan antara lembaga keuangan dan perbankan baik konvensional dan syariah terlaksana pertama di proyek tol.
Setelah rampung dan sempat beroperasi beberapa bulan, jalan ini mendapat nama baru. Pemerintah Indonesia menetapkan nama Sheikh Mohamed Bin Zayed (MBZ) sebagai nama Jalan Layang untuk Jalan Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated).
Peresmian penamaan jalan layang terpanjang di Indonesia ini dilakukan Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Senin (12/4/2021) di lokasi akses masuk Jalan Layang Tol Arah Cikampek Km 10 A Jakarta – Cikampek.
Peresmian perubahan nama jalan layang tersebut ditandai dengan penekanan tombol sirine oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Indonesia Abdulla Salem Obaid Al Dhaheri, Duta Besar Indonesia untuk Uni Emirat Arab Husin Bagis, dan Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Subakti Syukur.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam sambutannya mengatakan, latar belakang pemberian nama Jalan Layang MBZ Sheikh Mohamed Bin Zayed adalah penghormatan bagi Uni Emirat Arab (UEA) yang telah menjalin hubungan diplomatik di bidang sosial dan budaya dan ekonomi selama 45 tahun dengan Indonesia.
Di bidang ekonomi UEA merupakan salah satu negara dengan investasi terbesar di Indonesia khususnya di bidang infrastruktur. Sebelumnya nama Presiden Joko Widodo juga telah dicanangkan sebagai nama salah satu jalan tol strategis di negara penghasil minyak tersebut.
“Perlu kami sampaikan juga sebelumnya nama jalan Presiden Joko Widodo juga telah dicanangkan di Abu Dhabi pada sebuah jalan yang strategis antara Abu Dhabi National Exhibition Center menuju ke arah kompleks kedutaan. Ini juga merupakan sebuah penghormatan pada bangsa Indonesia yang diberikan oleh pemerintah UEA khususnya Sheikh Mohamed Bin Zayed. Jadi, itulah latar belakang dari perubahan nama ini,” kata Pratikno (12/4/2021).
(Vhe)