Bogor,LINews – Hak Guna Bangunan (HGB) merupakan kewenangan pemerintah kepada warga negara dalam menggunakan lahan yang bukan miliknya. Pada prinsipnya, HGB merupakan sertifikat yang menyatakan hak mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukanlah milik pribadi.
Karena bukan milik sendiri, HGB diberikan kepada masyarakat untuk memberdayakan lahan berupa pendirian bangunan atau keperluan lain dalam jangka waktu tertentu. HGB pun tak selalu berada di tanah atas tanah negara, tetapi juga bisa berada di atas tanah hak pengelolaan (HPL) dan tanah hak milik. Dengan demikian, apabila masa sertifikat HGB berakhir dan belum diperpanjang, maka status tanah akan kembali menjadi milik negara atau perusahaan.
Saat itu Staf Khusus (Stafsus) dan Juru Bicara Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi mengatakan, jika HGB tidak diperpanjang akan kembali ke pemiliknya.
“Kalau milik negara kembali ke negara, kalau perusahaan kembali ke perusahaan,” jelas Taufiqulhadi.
Hal tersebut juga ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 35 PP itu disebutkan, pemegang HGB yang tidak lagi memenuhi syarat, wajib melepaskan atau mengalihkan HGB kepada pihak lain yang memenuhi syarat dalam jangka waktu satu tahun. Namun, apabila dalam jangka waktu tersebut haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, maka hak tersebut akan hapus karena hukum. Oleh karenanya, seluruh pemegang HGB harus memperhatikan masa berlaku dan waktu untuk memperpanjang sertifikat.
HGB diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, kemudian diperbarui dalam jangka paling lama 30 tahun. Akan tetapi, HGB di atas tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian HGB di atas hak milik.
“Tetapi, dalam perpanjangan tersebut akan dilihat dalam konteks peruntukannya, apakah sesuai dengan rencana tata ruang dan apakah dimanfaakan secara benar atau tidak,” tegasnya.
Menilik aturan dalam PP 18/2021 tertulis, HGB diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan, Tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak. Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak, Tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang, dan Tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.
Permohonan perpanjangan HGB bisa dilakukan di Kantor Pertanahan (Kantah) daerah setempat selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu perpanjangan HGB.
Lalu, bagaimana dengan SHGB nomor 6 yang terletak di Desa Cijeruk Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor, pemilik SHGB nomor 6 yaitu PT Bahana Sukses Sejahtera (PT BSS) mendapat penolakan untuk melakukan pembangunan di lahan yang telah di kuasainya.
Sampai kini, dugaan menghalangi pembangunan di lahan yang masuk dalam SHGB 6, masih dilakukan segelintir orang yang masih buta akan fungsi SHGB ini.
“Yah sesuai peraturan saja kita akan fungsikan lahan itu untuk pengembangan, kemungkinan akan dibangun buat area wisata oleh PT BSS,” ujar Maulana, Penerima kuasa dari PT BSS untuk mengamankan lahan dan memasang plang, Minggu (29/01/23).
“Dalam hal ini, kami mengedepankan hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia, bahkan belum lama ini ada rumor yang mengatakan bahwa kita mengerahkan preman untuk mengusir petani yang menggarap lahan itu. Padahal itu merupakan berita hoax, toh tanpa pengusiran juga penggarap akan paham akan status lahan itu,” imbuhnya.
“Kami sebagai tim dari PT BSS menyerahkan semua kebijakan kepada Pemerintah, sebab diduga lahan yang akan kami gunakan itu sengaja dihalangi demi kepentingan segelintir orang,” pungkasnya.
(Rsd)