law-Investigasi – Kejaksaan Agung mengungkap salah satu korupsi yang paling brutal dan telanjang. Gambaran bagaimana kasus ini terjadi dikupas oleh Menkopolhukam Mahfud MD.
Mahfud mengungkapkan, kasus dugaan korupsi proyek pembangunan BTS yang merugikan negara sebesar Rp8 triliun tersebut menggunakan alasan Covid-19 untuk menunda laporan pertanggungjawaban penggunaan dana Rp10 triliun.
“Masalah terjadi saat proyek senilai lebih dari Rp 28 triliun tersebut cair sebesar lebih dari Rp 10 triliun di tahun 2020-2021. Namun, pada Desember saat laporan penggunaan dana harus dipertanggungjawabkan. Hingga Desember 2021 hasil towernya tidak ada, alasannya Covid-19,” kata Mahfud.
Mahfud menyebut, laporan akhirnya diminta penundaan hingga Maret 2022. Padahal, secara hukum menurutnya hal itu menyalahi aturan.
“Sampai Desember 2021 barangnya tidak ada. BTS itu tower-towernya itu tidak ada, alasan Covid jadi minta perpanjangan sampe perpanjangan sampai Maret. Seharusnya itu tidak boleh secara hukum tapi diberi sampai 21 Maret utk itu,” ujar Mahfud.
Usai laporan masuk, kejanggalan disebutnya belum usai. Laporan tersebut berisi 1.100 tower dari total target 4.200 tower yang dicairkan dengan dana Rp10 triliun lebih tersebut. Namun setelah diperiksa satelit, tercatat hanya ada 958 yang terdeteksi. Dari 958 tower itu, menurut Mahfud, tidak diketahui apakah bisa digunakan atau tidak. Sebab sesudah diambil 8 sampel, tower itu tidak ada yang berfungsi sesuai dengan spesifikasi.
Selanjutnya, Mahfud menyebut dirinya juga sempat memanggil Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh untuk menjelaskan terkait proyek BTS tersebut. “Saya tadi panggil Ketua BPKP ‘ini gimana?’ mulai dari perencanaan ini diatur satu orang,” ungkapnya.
“Berdasarkan bukti yang BPKP peroleh, kami menyimpulkan terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp 8.032.084.133.795,51,” ucapnya dalam konferensi pers Senin (15/5/2023).
Yusuf Ateh mengatakan, BPKP diminta untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam dugaan kasus dugaan tindak pidana korupsi di BAKTI Kominfo. Permintaan tersebut dilayangkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Oktober 2022.
Permintaan tersebut, kata Yusuf Ateh, perihal Bantuan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dan Bantuan Keterangan Ahli pada kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyediaan Infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 s.d. tahun 2022.
“Setelah berdasarkan surat permintaan itu, kami meminta ekspose dari penyidik tentang hasil penyidikan yang sudah dilakukan dan berdasarkan itu kami melakukan penelitian dan memberikan surat tugas audit penghitungan kerugian keuangan negara,” ucapnya.
Ia menambahkan, dalam proses menghitung kerugian keuangan negara, BPKP melakukan prosedur audit di antaranya, melakukan analisis dan evaluasi atas data dan dokumen, melakukan klarifikasi kepada para pihak terkait, dan melakukan observasi fisik bersama tim ahli BRIN dan penyidik ke beberapa lokasi.
“Selain itu juga mempelajari dan menggunakan pendapat ahli pengadaan barang dan jasa LKPP, ahli lingkungan dari IPB, dan ahli keuangan negara,” tegasnya.
Kejaksaan Agung memastikan, dari kerugian keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun dalam kasus dugaan korupsi pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G dan infrastruktur pendukung Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika 2020-2022 tidak ada dana yang mengalir ke partai politik. Meski begitu, diharapkan penetapan Menteri Komunikasi dan Informatika nonaktif Johnny G Plate sebagai tersangka dapat menjadi pintu masuk bagi Kejaksaan Agung untuk membongkar pihak lain yang terlibat, termasuk yang menerima aliran dana.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah, Jumat (19/5/2023), mengungkapkan, penyidik masih mempelajari rincian kerugian keuangan negara yang totalnya mencapai Rp 8,032 triliun.
Hingga saat ini, penyidik telah menetapkan tujuh tersangka. Tujuh tersangka tersebut adalah Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika, Galubang Menak selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia.
Kemudian Yohan Suryanto selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia Tahun 2020, Mukti Ali selaku Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment, Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Johnny G Plate selaku Menkominfo, dan yang terkini WP selaku orang kepercayaan tersangka Irwan Hermawan.
Politisasi Kasus atau Kasus Politik?
Mahfud menegaskan korupsi proyek BTS tidak ada hubungannya dengan politisasi melainkan hukum murni. Mungkin kebetulan, kata Mahfud, pemain korupsi tersebut diisi anggota politik.
“Saudara, itu bukan politisasi, nggak ada hubungannya itu, mungkin kebetulan, berisian pemainnya dengan politik, tapi itu hukum murni. Nah itu masih banyak yang nanti juga proyek apalagi,” ujarnya.
“Baru di satu Kementerian, bagaimana lembaga lain, pusat daerah, ini masalah kita. Kalau negara ini tidak dibenahi di mana-mana negara akan hancur kalo hukum dan keadilan tidak ditegakkan dengan benar,” sambungnya.
Namun, penetapan Johnny G Plate yang juga Sekjen Partai Nasdem sebagai tersangka membuat kasus ini sulit lepas dari stigma politik. Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yakin Johnny G. Plate tak terlibat dalam kasus korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kemenkominfo tahun 2020-2022. Meskipun, Kejaksaan Agung sudah menetapkan Plate sebagai tersangka atas kasus tersebut karena ia adalah menteri yang menginisasi proyek tersebut.
“Tapi saya confident (percaya diri) untuk dia sebenarnya tidak terseret dalam situasi seperti apa yang dialami oleh dirinya hari ini yang diborgol tadi,” kata Paloh saat konferensi pers di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023).
Paloh mendorong penegak hukum memeriksa semua pihak yang dicurigai tanpa adanya hukum khusus. “Periksa seluruh unsur yang ada di institusi manapun, termasuk Partai Nasdem. Partai Nasdem menyambut itu. Berikan hukuman yang setimpal tanpa ada lex specialis dalam pengertian privilege,” katanya.
Beberapa pihak menyebutkan bila penetapan Plate sebagai tersangka diduga terdapat bermuatan politik karena seperti diketahui setelah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Capres 2024 hubungan Partai Nasdem dengan Jokowi cenderung renggang.
Pengamat Politik Ujang Komarudin mengatakan bila hukum itu dapat di intervensi oleh kekuasaan atau kekuatan politik. Ujang menyebut dalam kasus yang menjerat Johnny G Plate ini tentu perlu untuk dipantau secara seksama apakah ada muatan tersebut atau tidak.
“Hukum ini kan masih bisa di intervensi oleh kekuasaan atau oleh politik maka apakah ada intervensi atau tidak, kita lihat saja kedepan,” kata Ujang kepada Law-Investigasi.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu menyebut bila hal tersebut ditambah dengan hubungan Surya Paloh dengan Presiden Jokowi sedang tidak baik-baik saja.
“Sedang tidak baik hubungannya dengan kekuasaan, dengan pemerintah, atau khususnya dengan Pak Jokowi,” ungkapnya.
Ujang mengatakan bila penetapan Johnny G Plate sebagai tersangka kasus korupsi BTS Kominfo ini akan mengganggu fokus dari Partai NasDem dalam menghadapi pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
“Yang jelas efek dari tersangkanya G Plate ini ya tentu akan mengganggu ya konsentrasi NasDem untuk pencapresan Anies maupun dalam konteks menghadapi Pileg di 2024 nanti,” katanya.
Ujang menuturkan jika ada unsur politik dalam penetapan tersangka dan penahanan Johnny G. Plate, alangkah baiknya diselesaikan secara politik. Namun, ia menyatakan dalam penetapan tersangka dan penahanan Johnny G. Plate tersebut, tim penyidik sudah benar lantaran memiliki bukti kuat.
“Kalaupun ada, harus diselesaikan secara politik, bukan secara hukum. Tapi penegak hukum seperti kejaksaan itu tadi sudah memiliki alat bukti berdasarkan laporan dari BPKP gitu, tentang kerugiaan negara 8 triliun. Itu landasan kejaksaan,” tuturnya.
Sementara itu Politisi Partai Nasdem Ahmad Sahroni mengatakan Partai Nasdem meyakini mantan Menkominfo Johnny G Plate tak menikmati korupsi BTS sendirian. Politisi Partai besutan Surya Paloh itu yakin uang haram dari mega proyek tersebut ikut mengalir ke sejumlah pihak lainnya. Untuk itu, Politisi yang akrab disapa Roni itu mengatakan bila aparat penegak hukum harus menelusuri aliran uang korupsi BTS tersebut ke pihak lain.
Bendum Partai Nasdem Ahmad Sahroni mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk serius menuntaskan kasus korupsi BTS. Terutama, mengusut semua pihak yang menikmati uang korupsi dari proyek tersebut. “Agar semua klir dari berbagai fitnah dan praduga, saya harap Kejaksaan Agung bisa segera membongkar dengan terang benderang kasus ini. Siapa saja pemainnya, vendornya, dan semua yang terlibat. Karena menurut saya di skandal sebesar ini, tidak mungkin hanya seorang Johnny Plate yang bermain,” kata Sahroni di Gedung DPR RI.
Wakil Ketua Komisi III itu juga menyampaikan sependapat dengan Menko Polhukam Mahfud MD yang memastikan pengungkapan kasus korupsi BTS murni penegakan hukum. Dia menyebut penetapan tersangka koleganya di Nasdem itu bukan bentuk politisasi.
“Terus terang saya senang dengan statement Pak Mahfud. Apa yang disampaikan oleh Pak Mahfud senada dengan yang saya pernah katakan, bahwa kasus ini bukan soal politisasi, tapi murni karena temuan hukum,” kata Sahroni.
Untuk itu, Sahroni meminta Mahfud terus mengawal penyelesaian kasus korupsi BTS hingga tuntas. Dia juga meminta Kejagung bersikap profesional, terpenting tidak tebang pilih dalam menjerat pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
“Jadi saya harap Pak Mahfud MD bisa terus kawal penyelesaian kasus ini, agar stabilitas politik dapat terjaga menjelang 2024,” ucapnya.
Namun Sahroni tidak setuju apabila penetapan tersangka Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang juga Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate oleh Kejaksaan Agung bermuatan politis. Sahroni yakin, bahwa penetapan tersangka Johnny G Plate memang berlatar belakang hukum.
“Saya rasa ini bukan terkait politis tapi memang latar belakang hukum yang berlaku kepada JP (Johnny Plate) telah ditetapkan. Jadi bukan berarti sekonyong-konyong itu muncul jadi tersangka, tapi kan ada proses yang sudah dilalui beberapa bulan,” ungkapnya.
Meski demikian, Sahroni mengakui, penetapan tersangka Johnny G Plate tak bisa dilepaskan dengan situasi politik terlebih menjelang Pemilu tahun 2024. Sahroni mengatakan bahwa suasana politik jelang Pemilu 2024 sangat dinamis.
“Kalau terkait dengan politik kan memang suasana politik ini kan sangat dinamis mau menjelang 2024,” imbuhnya.
Cuan Mengalir Jauh Sampai Ke Partai?
Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman, menduga aliran uang korupsi proyek pembangunan menara BTS oleh Bakti Kominfo masuk ke kantong-kantong para elite partai politik. Dugaannya berdasar pada perumusan anggaran dan perencanaan proyek yang tidak terlepas dari campur tangan aktor politik.
Ia mengungkapkan, bancakan yang telah diraup koruptor sebesar Rp8 triliun lebih dalam kasus ini tidak hanya berpusat pada sosok tersangka eks Menkominfo Johnny Gerard Plate sebagai elite partai politik Nasdem. Tapi, lebih dari itu, melibatkan elite atau politisi dari partai lain.
“Saya menduga dana yang besar ini enggak mungkin sendiri saja oleh politisi satu partai. Karena perencanaan atau pengesahan anggarannya di DPR di Komisi I. Rasanya apakah DPR akan dengan senang hati tidak bisa berurusan dengan proyek itu. Rasanya kok ndak,” kata Boyamin saat dihubungi Law-Investigasi, Kamis (25/5/2023).
Boyamin menuturkan, celah korup dalam tataran perencanaan dan penganggaran di level parlemen ini tentunya berkaitan dengan intervensi banyak partai politik. Elite dari sejumlah partai politik yang mengetahui dan terlibat langsung dalam penganggaran diduga saling bermain mata. Entah itu partai dari koalisi pendukung pemerintahan maupun partai oposisi.
Dugaan Boyamin ihwal saling bersatunya elite koalisi pendukung dan oposisi dalam kasus korupsi ini merujuk pada tren laku korupsi belakangan yang melibatkan aktor politik.
“Proyek E-KTP yang 2,5 triliun itu melibatkan hampir melibatkan hampir semua partai politik. Ini (korupsi proyek BTS) apalagi lebih besar dari itu,” kata dia.
“Meskipun ini kementerian yang dipimpin oleh satu partai dalam kasus BTS, yang E-KTP dulu juga sama saja yang diduga berasal dari partai yang berkaitan dengan koalisi penguasa. Tapi nyatanya, partai oposisi tampaknya mendapat bagian. Lalu (kasus korupsi) bansos, ada lintas partai yang diduga berurusan,” ia menambahkan.
Tatkala celah penganggaran oleh wakil rakyat mulus dijalankan, Boyamin menduga elite partai politik juga bermain dalam sisi pelaksanaan proyek. Sejumlah konsorsium yang menggarap dalam proyek BTS ini diduga melibatkan peranan elite partai politik.
“Konsorsium itu banyak orang. Saya yakin tidak hanya berasal dari satu partai,” tutur dia.
Lain itu, sub-kontraktor yang di bawah konsorsium, juga disebutnya telah dalam pengkondisian agar aliran dana bancakan mengalir tanpa hambatan. “Karena bisa saja subkontraktor itu ketahuan belum dibayar misalnya. Ternyata uang itu masih di pemborong utama (konsorsium) misalnya. Lalu baru jadi bancakan, dipakai kemana-mana,” ucapnya.
Ia menyebut, ada pihak yang bertugas menjadi perantara dan mengutip hasil uang korupsi. Dari pihak tersebut, lantas uang mengalir ke rekening-rekening ke pihak di luar proyek. “Ada fungsi makelar juga. Karena itu (ada) utusan-utusan, ada yang mengambil untung yang tidak wajar. Atau pihak yang tidak ada kaitannya tapi mendapat bayaran,” katanya.
Dalam dugaannya, ia juga membeberkan bahwa hasil bancakan yang mengalir ke banyak elite partai politik digunakan untuk urusan pembayaran utang. Namun, ia enggan menjelaskan utang apa yang dimaksud. “Uang-uang ini, dalam catatan saya ada diduga untuk membayar utang, tidak untuk pengerjaan proyek. Itu pencucian uang. Bayar utang, berarti utang itu kan barang sudah dinikmati 5 tahun yang lalu tapi belum dibayar dan sekarang dibayar dengan dana proyek,” tukasnya.
Belakangan ini beredar isu terkait dana korupsi proyek pembangunan menara BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Rp8 triliun mengalir ke tiga partai politik besar. Adapun isu yang beredar menyebut tiga parpol yang diduga menerima aliran dana korupsi proyek BTS 4G, yakni PDI Perjuangan, Partai Gerindra, dan Partai NasDem.
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) sekaligus Plt Menkominfo Mahfud MD mengatakan bahwa pihaknya telah mendengar kabar berita tersebut. Bahkan, lengkap dengan nama-nama sosok yang terlibat dalam kasus tersebut. “Ya saya juga dapat berita itu, dengan nama-namanya,” kata Mahfud, dalam konferensi pers, di Kantor Kominfo beberapa waktu lalu.
Meskipun demikian, Mahfud menganggap bahwa isu ini hanyalah gosip politik belaka. “Tapi saya anggap itu gosip politik. Kita bekerja dengan hukum saja,” ucapnya.
Mahfud mengaku telah melaporkan isu ini ke Presiden RI Joko Widodo. Ia mengaku tak ingin membahas kasus ini dari sisi politik. “Saya juga sudah lapor Presiden, Pak saya tidak akan masuk ke soal politik. Ini pembuktiannya akan rumit dan mungkin menimbulkan kemelut politikpoliti
” tutur Mahfud.
“Oleh sebab itu, saya persilahkan kejaksaan atau KPK kalau itu di luar angka-angka yang sudah konkret untuk menyelidiki ini,” tambahnya.
Mahfud mengungkapkan, pihaknya hanya ingin menyelesaikan dan mengungkap kasus ini dari sisi hukum murni saja. “Kalau saya menganggap itu sebagai gosip politik yang tidak akan saya tangani secara administratif di sini secara manajerial kelembagaan, karena itu sudah masuk ke ranah hukum,” ujarnya.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha, juga satu suara perihal duguaan aliran bancakan masuk ke elite atau partai politik. “Bicara kasus korupsi dan elite politik, tentu itu sangat mungkin terjadi. Meskipun aliran uang itu tidak langsung masuk ke rekening partai politik. Tapi, itu melewati beberapa fase yang digunakan oleh elite politik maupun partai politik. Itu pernah terjadi di beberapa kasus,” kata dia saat dihubungi Law-Investigasi, Kamis (25/5/2023).
Dalam catatan Pukat, kata Yuris, kasus korupsi atau temuan bancakan kerap terjadi menjelang momen pemilihan umum. Uang korupsi yang mengalir ke partai diubah menjadi logistik parpol untuk mendulang dukungan. “Beberapa fenomena yang terjadi jelang tahun politik dan masuk tahun politik semisal program yang bersifat bantuan sosial itu biasanya makin tinggi, program hibah semakin tinggi juga,” kata dia.
(Vhe)