Menyingkap Kasus Korupsi Pengadaan Satelit Militer

Menyingkap Kasus Korupsi Pengadaan Satelit Militer

Jakarta, LINews – Kasus dugaan korupsi pengadaan satelit di Kementerian Pertahanan terjadi pada periode 2015 dan baru diungkap oleh Menkopolhukam Mahfud MD, pada pertengahan Januari lalu.

Kasus ini terendus ketika awal pandemi Covid-19, ia mendapat laporan bahwa pemerintah harus hadir kembali dalam sidang arbitrase di Singapura karena digugat oleh perusahaan yang bergerak di bidang teknologi yakni Navayo.

Pemerintah, kata dia, digugat untuk membayar kontrak dan barang yang telah diterima Kemhan. Setelah ditelusuri, ternyata kerugian negara akibat kasus ini bisa bertambah. Sebab, Kemhan ternyata membuat kontrak pengadaan satelit tersebut dengan banyak pihak dan berpotensi untuk kembali digugat.

“Kementerian Pertahanan pada tahun 2015 melakukan kontrak dengan Avanti, padahal anggarannya belum ada, dia kontrak. Kontrak itu mencakup dengan PT Avianti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel dan Telesat,” kata Mahfud dalam konferensi pers di Kemenkopolhukam, pada Kamis (13/1/2022).

Tak mau berlama-lama, Mahfud langsung menyerahkan kasus tersebut ke Kejaksaan Agung. Korps Adhyaksa itu pun gerak cepat. Selang sehari, yakni pada Jumat (14/1/2022).

Kasus dugaan korupsi pengadaan satelit tersebut naik ke penyidikan. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febri Adriansyah menyatakan, Kejagung sudah memiliki cukup bukti untuk memulai penyidikan dalam kasus ini.

“Kemarin kita sdh lakukan expose. Peserta expose menyatakan bahwa alat bukti sudah cukup kuat untuk dilakukan penyidikan sehingga surat perintah penyidikan diterbitkan pada tanggal 14 Januari nomor print 08,” terang Febrie.

Dalam menelusuri kasus ini, Kejaksaan Agung juga telah memeriksa 11 orang dari unsur swasta dan Kemhan. Hasilnya ditemui sejumlah perbuatan melawan hukum, diantaranya proses pengadaan yang terkesan sembrono, tidak direncanakan dengan baik.

Sebab anggaran belum ada, namun Kemhan telah meneken kontrak dengan pihak penyedia. Selain itu, ada juga penyewaan satelit, padahal hal tersebut belum dibutuhkan. Ditambah lagi satelit yang disewa tidak berfungsi dan spesifikasinya tidak sama dengan satelit yang lama.

Meski begitu, Kejaksaan Agung belum bisa menentukan siapa saja yang menjadi tersangka dalam kasus ini. Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Supardi mengatakan, proses penyidikan dalam kasus pengadaan satelit di Kemhan ini masih terus berjalan.

“Penyidikan ini butuh proses hingga bisa menentukan tersangka,” ujar Supardi kepada awak media di depan Gedung Bundar.

Selain belum sampai pada tahan penetapan tersangka, Kejagung juga belum sampai pada tahap menelusuri kemana aliran dana dugaan korupsi tersebut mengalir.

“Ini baru pada tahap menemukan peristiwa dugaan korupsi tersebut,” tambah Supardi.

Untuk mendalami kasus ini, Kejagung memeriksa sejumlah saksi. Kepala Pusat Penerangan Hukum, Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, Kejagung telah memeriksa 7 saksi dari PT. Dini Nusa Kusuma, yakni:

  1. PY selaku Senior Account Manager PT. Dini Nusa Kusuma,
  2. RACS selaku Promotion Manager PT. Dini Nusa Kusuma,
  3. AK selaku General Manager PT. Dini Nusa Kusuma,
  4. SW selaku Direktur Utama PT. Dini Nusa Kusuma/Tim Ahli Kementerian Pertahanan,
  5. AW selaku Presiden Direktur PT. Dini Nusa Kusuma,
  6. AMP selaku Solution Manager PT DNK, dan
  7. CWM selaku Senior Account Manager PT DNK.

Leonard menjelaskan, saksi-saksi tersebut diperiksa guna kepentingan penyidikan. Salah satunya untuk mencari fakta hukum tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) Kemhan tahun 2015 sampai dengan 2021.

“Bahwa PT DNK sendiri merupakan pemegang Hak Pengelolaan Filing Satelit Indonesia untuk dapat mengoperasikan Satelit atau menggunakan Spektrum Frekuensi Radio di Orbit Satelit tertentu,” jelas Leo.

Tak hanya memeriksa sejumlah saksi dari PT. DNK, Kejagung juga menggeledah kantor PT. Dini Nusa Kusuma pada Rabu (18/1/2022). Penggeledahan dilakukan di dua kantor PT. DNK, yakni di di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan dan di Panin Tower Senayan City Lantai 18A Jakarta Pusat.

Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung juga menggeledah Apartemen milik saksi SW (Direktur Utama PT. Dini Nusa Kusuma/Tim Ahli Kementerian Pertahanan). Kepala Pusat Penerangan Hukum, Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, dalam penggeledahan tersebut, Kejagung menyita sejumlah barang, diantaranya:

1.3 (tiga) kontainer plastik dokumen.

2.Barang Bukti Elektronik dengan total kurang lebih 30 (tiga puluh) buah.

Fokus Kejagung kepada PT. Dini Nusa Kusuma ternyata bukan tanpa alasan. Pada Rabu (19/1/2022). Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin menyatakan, dalam kasus ini Kejaksaan Agung hanya memeriksa dan mengusut dari pihak sipil saja.

Menurut dia, pihak militer yang diduga ikut terlibat dalam kasus ini akan menjadi kewenangan Polisi Militer.

“Untuk tahap apakah militer terlibat kami memerlukan tahap-tahap koordinasi dengan polisi militer dan kewenangannya ada pada polisi militer. Kecuali nanti ditentukan lain pada saat koneksitas,” ujar Burhanuddin. (Vhe/PJI)