Minta Perlindungan, Plt Bupati Mimika Laporkan Kejari Mimika ke Kejagung

Minta Perlindungan, Plt Bupati Mimika Laporkan Kejari Mimika ke Kejagung

Jakarta, LINews – Pihak Plt Bupati Mimika Johannes Rettob, Yohanes Mere, mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Kamis (2/3) kemarin. Mereka melaporkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Timika dan meminta perlindungan hukum untuk kliennya.

Yan Mere menilai Kejari Timika mempertontonkan pelanggaran hukum terhadap tersangka dugaan korupsi pesawat dan helikopter. Karena itu, dia meminta kliennya dilindungi.

“Kami minta perlindungan hukum, kerja mereka seperti kesetanan, mereka melanggar kaidah hukum pidana dan melanggar hak asasi manusia,” ujar Yan kepada wartawan, Jumat (3/3/2023).

Menurutnya, salah satu pelanggaran yang dilakukan Kejari Timika yakni pasal 116 ayat 3 dan 4 yang mewajibkan penyidik memeriksa saksi atau ahli yang meringankan tersangka. Dia meminta Kejagung mengevaluasi Kejari Timika.

“Tadi kami sudah surati Kejagung minta perlindungan hukum, dan menyurati Kejaksaan Tinggi Papua untuk mengevaluasi hal ini. Kami juga sudah mengirim surat ke Pengadilan,” ujarnya.

Pengaduan ini bermula ketika Johannes Rettob hendak mengajukan saksi meringankan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat dan helikopter yang menjeratnya. Namun, menurut pihak Johannes, kejaksaan tidak mengindahkan permintaan Johannes terkait saksi meringankan itu.

“Bahkan kami sudah kasih masuk nama. Ternyata saksi yang meringankan tidak dipanggil, malah mereka naikkan berkas tahap 2 penyerahan dari penyidikan ke penuntutan,” ujarnya.

Yan menyatakan pada 27 Februari 2023 penyidik Kejaksaan menyerahkan berkas, barang bukti dan tersangka. Namun, katanya, pihaknya sudah meminta penundaan karena kliennnya berhalangan, tetapi malah Kejari Timika menyerahkan berkas itu ke pengadilan.

“Kan kami sudah sepakat tidak jadi dilaksanakan atau ditunda karena klien kami berhalangan artinya memang tanggal 27 tidak dilaksanakan. Pada tahap ini, seharusnya ada berita acara pelimpahan yang ditandatangani penyidik JPU dan tersangka. Tapi kemarin berkas sudah mereka limpahkan ke pengadilan. Ini pelanggaran prosedur hukum acara. Luar biasa, dan ini baru terjadi di Indonesia,” tegasnya.

Yan menyebut aparat penegak hukum seharusnya bekerja profesional. Dia meminta tidak kejaksaan terburu-buru dalam menangani kasus ini.

“Ini menyangkut hak asasi manusia, tidak perlu buru-buru, apalagi klien kami sangat kooperatif,” katanya.

Terkait laporan ini, Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana, mengaku belum mendapat info terkait laporan ini. Ketut mengaku akan melihat laporan tersebut.

“Saya belum dapat infonya. Kita lihat dulu konteks perlindungan hukum seperti apa, kalau karena penegakan hukum melajukan penindakan tindak pidana korupsi lebih baik kita saling menghormati,” ujar Ketut saat dikonfirmasi.

(Robi)

Tinggalkan Balasan