MK Pertanyakan Bukti AMIN Kaitkan APDESI 2022 Dukung Prabowo

MK Pertanyakan Bukti AMIN Kaitkan APDESI 2022 Dukung Prabowo

Jakarta, LINews – Mahkamah Konstitusi (MK) menyoroti salah satu dalil tim hukum pasangan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) terkait adanya acara Silaturahmi Nasional APDESI 2022. MK mempertanyakan bukti dari tim AMIN soal acara itu dikaitkan dengan dukungan untuk memenangkan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.

Hal itu disampaikan hakim Suhartoyo saat membacakan pertimbangkan pokok permohonan pemohon untuk gugatan yang diajukan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin(22/4/2024). Mulanya, Suhartoyo mengungkap tim AMIN menyertakan bukti dari pemberitaan online terkait acara APDESI itu.

“Bahwa setelah Mahkamah mencermati dengan seksama bukti yang diajukan oleh Pemohon terkait dengan kegiatan Silaturahmi Nasional APDESI tahun 2022 yang memunculkan usulan Jokowi 3 periode’ yaitu berupa bukti yang diperoleh dan pemberitaan online,” kata Suhartoyo.

Dalam bukti pemberitaan online itu, kata Suhartoyo, disebutkan ada dukungan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjabat selama 3 periode. Bukti yang diserahkan Tim AMIN itu, kata Suhartoyo, juga menyebutkan dukungan menjabat 3 periode itu muncul dari aspirasi para kades.

“Yang pada pokoknya dalam pemberitaan tersebut menyatakan adanya dukungan kepada Presiden Jokowi untuk melanjutkan selama 3 periode dari para kepala desa yang muncul karena aspirasi para kepala desa tersebut diterima oleh kepala negara,” katanya.

Suhartoyo juga mempertanyakan bukti yang diserahkan tim AMIN soal adanya pengerahan kepada para kades untuk memenangkan Prabowo-Gibran di acara tersebut. Suhartoyo juga menilai Tim AMIN tidak cukup bukti soal ada arahan untuk menyatakan dukungan Jokowi 3 periode.

“Berdasarkan hal tersebut, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memberikan bukti yang cukup untuk dapat membuktikan adanya pengarahan kepada para kepala desa dalam kegiatan tersebut yang ada kaitannya untuk mendukung kemenangan Pasangan Calon Nomor Urut 2 atau setidaknya arahan ataupun perintah kepada para kepala desa untuk menyatakan dukungan Jokowi 3 periode,” ujarnya.

“Sebab, pada saat itu dapat dipastikan belum ada penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk pemilu tahun 2024,” sambungnya.

Selain itu, Suhartoyo menilai bukti yang diajukan tim AMIN tidak jelas menerangkan siapa yang mencetuskan dukungan ‘Jokowi 3 periode’ beserta konteks dukungannya. Dengan demikian, MK menilai tidak terjadi pengerahan kades untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

“Selain itu, bukti yang diajukan oleh Pemohon tidak jelas menunjukkan siapa yang mencetuskan dukungan Jokowi 3 periode dan dalam konteks apakah dukungan tersebut dicetuskan,” kata Suhartoyo.

“Dengan demikian Mahkamah tidak dapat menilai telah terjadi pengerahan kepala desa untuk pemenangan Pasangan Calon Nomor Urut 2 ataupun telah terjadi pelanggaran pemilu,” imbuhnya.

Suhartoyo juga menjabarkan Tim AMIN mengajukan bukti berupa cuplikan video dan rekaman suara di Banjarnegara dan di Kabupaten Batu Bara. Suhartoyo mengatakan bukti tersebut tidak kuat untuk dapat dinilai telah adanya pelanggaran pemilu karena tidak diketahui identitas dalam video maupun rekaman suara tersebut.

“Menurut Mahkamah, bukti tersebut tidak cukupi kuat untuk dapat dinilai telah adanya pelanggaran pemilu karena tidak dapat diketahui siapakah orang yang terdapat dalam video maupun rekaman suara tersebut, di mana tempat kejadian berlangsungnya video dan rekaman suara tersebut, kapan kejadian sebagaimana disebutkan baik dalam video maupun rekaman suara tu, dalam konteks apakah peristiwa baik dalam video maupun rekaman suara tersebut dilakukan dan terhadap siapa peristiwa tersebut dikenai,” katanya.

Suhartoyo juga menilai tim AMIN tidak menjelaskan uraian di persidangan soal video atau rekaman tersebut. Dengan demikian, hakim menilai dalil Tim AMIN tidak beralasan hukum.

“Pemohon pun tidak memberikan uraian penjelasan yang cukup dalam persidangan yang dapat menggambarkan apa yang sesungguhnya disampaikan dalam video maupun dalam rekaman suara tersebut,” ujarnya.

“Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan bukan di atas menurut Mahkamah dalil-dalil Pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum,” imbuhnya.

(Yos)

Tinggalkan Balasan