MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Terbuka

MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Terbuka

Jakarta, LINews — Hanya delapan dari sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang ikut dalam rapat permusyawaratan hakim untuk memutus perkara uji materi sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur di UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Delapan hakim konstitusi yang ikut dalam rapat yaitu hakim ketua sekaligus anggota Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic, dan Guntur Hamzah. Sementara hakim Manahan M.P. Sitompul absen dalam rapat yang digelar pada Rabu (8/6) itu.

Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan jumlah delapan hakim konstitusi yang hadir di rapat permusyawaratan hakim tak melanggar hukum acara. Ia menjelaskan rapat untuk menentukan putusan minimal dihadiri tujuh hakim.

“Menurut ketentuan hukum acara kita, minimal putusan itu diambil oleh tujuh hakim konstitusi,” ujar Saldi dalam jumpa pers usai sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6).

Ia mengatakan saat rapat permusyawaratan hakim, Mahanan sedang bertugas ke luar negeri. Namun, Manahan tetap hadir dalam sidang pengucapan putusan. Menurut Saldi, hal itu tidak masalah.

“Misalnya kalau saya tidak hadir di (rapat) putusan itu, saya boleh tetap hadir di pengucapan. Bahkan, mengucapkannya pun boleh,” katanya.

Lihat Juga : KPK Selidiki Bupati Bolmut Depri Pontoh usai Temuan LHKPN

Sementara itu, pada sidang pengucapan putusan hari ini, hakim konstitusi Wahiduddin Adams justru tak hadir karena bertugas ke luar negeri. Saldi menjelaskan Wahiduddin baru berangkat pada Rabu (14/6) malam.

Dalam sidang hari ini, MK menolak permohonan uji materi terhadap pasal yang mengatur sistem pemilu dalam UU Pemilu 7/2017. Mahkamah mempertimbangkan implikasi dan implementasi penyelenggaraan pemilu tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilu.

Menurut mahkamah, perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hingga hak dan kebebasan berekspresi.

Putusan ini diwarnai pendapat berbeda atau dissenting opinion dari satu hakim, yaitu hakim konstitusi Arief Hidayat. Ia mendorong sistem pemilu proporsional terbuka terbatas.

(Aryan)

Tinggalkan Balasan