MK Sebut Menteri Nyapres Tak Wajib Mundur

MK Sebut Menteri Nyapres Tak Wajib Mundur

Jakarta, LINews – Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mewajibkan menteri mundur bila mencalonkan diri menjadi presiden (capres). MK beralasan nyapres adalah hak konstitusional setiap warga negara.

“Dalam perspektif seseorang warga negara yang mengemban jabatan tertentu sejatinya pada diri yang bersangkutan melekat hak konstitusional sebagai warga negara untuk dipilih dan memilih sepanjang hak tersebut tidak dicabut oleh undang-undang atau putusan pengadilan,” demikian pertimbangan MK, Selasa (1/11/2022).

“Oleh karena itu, terlepas pejabat negara menduduki jabatan dikarenakan sifat jabatannya atas dasar pemilihan ataupun atas dasar pengangkatan, seharusnya hak konstitusionalnya dalam mendapatkan kesempatan untuk dipilih maupun memilih tidak boleh dikurangi,” sambungnya.

Menurut MK, membedakan syarat pengunduran diri pejabat publik/pejabat negara, baik yang diangkat maupun dipilih, tidak relevan lagi untuk diberlakukan pada konteks saat ini.

“Karena untuk mengisi jabatan-jabatan politik dimaksud memerlukan calon-calon yang berkualitas dari berbagai unsur dan potensi sumber daya manusia Indonesia,” urainya.

Terlebih lagi, untuk dapat dicalonkan sebagai Presiden atau Wakil Presiden memiliki sifat dan syarat khusus.

Baca Juga: Rakyat Mulai Tak Percaya Pada Survei Capres 2024

“Oleh karena itu, untuk memberikan perlindungan hak konstitusional warga negara, in casu untuk dapat dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden, Mahkamah memiliki pertimbangan lain berkaitan dengan permasalahan konstitusionalitas norma Pasal 170 ayat (1) UU 7/2017 beserta Penjelasannya,” ucapnya.

Dalam perspektif adanya kekhawatiran netralitas calon yang bersangkutan sehingga diwajibkannya untuk mengundurkan diri, hal tersebut tidak berbanding lurus dengan perlindungan hak konstitusional yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan.

“Terlebih di dalam mendapatkan jabatannya tersebut, pejabat yang bersangkutan memerlukan perjalanan karier yang panjang, bisa jadi di saat itulah sesungguhnya puncak karier dari pejabat yang bersangkutan,” bebernya.

Dengan demikian, menurut MK, tanpa harus mengundurkan diri, kematangan profesionalitas pejabat yang dimaksud masih dapat dipergunakan di dalam memberikan kontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara, sekalipun pejabat yang bersangkutan kalah dalam kontestasi pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

“Di samping itu, adanya perlakuan yang berbeda terhadap menteri atau pejabat setingkat menteri sebagai pejabat negara yang diharuskan mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam norma Pasal 170 ayat (1) UU 7/2017 apabila dicalonkan sebagai Presiden atau Wakil Presiden menimbulkan pembatasan dalam pemenuhan hak konstitusional,” bebernya.

Atas pertimbangan di atas, maka MK memutuskan:

“Menyatakan frase ‘pejabat negara’ dalam Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, Pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota, termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri, sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri, mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari Presiden,” kata Ketua MK Anwar Usman pada Senin (31/10) kemarin.

(Vhe)