Jakarta, LINews – Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyerahkan surat balasan pimpinan MPR atas usulan Fraksi Golkar perihal Pasal 4 TAP XI/MPR/1998 yang menyebut nama Presiden ke-2 RI Soeharto agar dinyatakan telah dilaksanakan. Perwakilan keluarga Soeharto, Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto) dan Siti Hardijanti Rukmana (Tutut Soeharto), serta Menkumham Supratman Andi Agtas turut hadir dalam acara tersebut.
“Kami pimpinan MPR akan menyerahkan sebuah dokumen kepada perwakilan keluarga besar mantan Presiden Soeharto sebagai bentuk pelaksanaan tugas konstitusional kami untuk merespons dan menindaklanjuti surat dari Fraksi Partai Golkar Nomor 2 Tahun 2024 yang diajukan kepada kami pimpinan MPR,” kata Bamsoet di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara V MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Sabtu (28/9/2024).
Bamsoet mengatakan surat balasan atas usulan Fraksi Golkar pada intinya menjelaskan mengenai posisi hukum kedudukan Soeharto yang telah dilaksanakan. Bamsoet mengatakan pimpinan MPR menyetujui Pasal 4 TAP/XI/MPR/1998 yang menyebut nama Soeharto telah dilaksanakan, tanpa mencabut ketetapan tersebut.
“Pada prinsipnya Fraksi Partai Golkar MPR menyampaikan bahwa Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang negara-negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, khususnya Pasal IV, secara eksplisit yang menyebut nama mantan Presiden Soeharto agar dinyatakan sudah dilaksanakan tanpa mencabut ketetapan itu,” ujarnya.
Bamsoet mengatakan undang-undang pelaksana dari TAP XI/MPR/1998 adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Pasal 34, terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan disidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penuntut umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada jaksa pengacara negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
Bamsoet mengatakan, berdasarkan serangkaian fakta hukum yang mengemuka, maka bermuara pada kepastian hukum bagi Soeharto. Di antaranya terbitnya surat ketetapan perintah penghentian penuntutan atau SKP3 pada 2006 oleh Kejaksaan Agung, sesuai dengan ketentuan Pasal 140 Ayat 1 KUHP dan terbitnya Mahkamah Agung Nomor 140 PK/Pdt2015.
“Serta dengan telah kepulangannya beliau mantan Presiden Soeharto pada tanggal 27 Januari 2008. Jadi sudah dilaksanakan, dendam apa lagi harus kita pertahankan, lepaskan. Kita adalah bukan bangsa pendendam,” jelas Bamsoet.
“Dengan mempertimbangkan berbagai fakta hukum di atas, maka kami bersepakat terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998, secara diri pribadi Bapak Haji Muhammad Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan,” sambungnya.
Sebelumnya begini bunyi Pasal 4 di Tap MPR tersebut yang memuat nama Soeharto:
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat, termasuk mantan Presiden Soeharto, dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia.
Adapun Fraksi Golkar diketahui meminta pihak MPR untuk mengkaji kembali Pasal 4 TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, khususnya yang secara eksplisit menyebutkan nama Presiden Soeharto agar dinyatakan sudah dilaksanakan, tanpa mencabut TAP tersebut maupun mengurangi maknanya.
(Roy)