Pasien Cuci Darah Was-Was Diduga Perawat Belum Kantongi Ijin SIPP Ini Kata Derut PMC Banjar

Pasien Cuci Darah Was-Was Diduga Perawat Belum Kantongi Ijin SIPP Ini Kata Derut PMC Banjar

Banjar, LINews – Penangan dan perawatan pasien cuci darah / Hemodialisa harus ditangani secara khusus sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) artinya dimulai masuk ke ruangan harus lakukan screaning hingga selesai penangan pasien.

Tentu hal ini harus memperhatikan dimulai dari tenaga medis yang benar – benar profesional yang dibuktikan dengan sertifikasi dan ijin SIPP, tidak cukup hanya dengan perawat yang berpengalaman ataupun senior.

Namun kenyataannya masih ada Rumah Sakit yang belum lakukan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi dibeberapa pasien rawat jalan cuci darah di RS PMC Kota Banjar.

Ditemui LINews, Selasa 14 Juni 2023, anak dari pasien EN didampingi Ketua LAKRI Pangandaran Apudin menuturkan bahwa selama 6 tahun perawatan orang tuanya di RS PMC baik dan berjalan lancar.

Namun kesini mendapatkan pelayanan dan penangan kurang memuaskan, hal ini disampaikan ketika seorang perawat hendak memasukan jarum untuk cuci darah kepada orang tuanya, ungkap EN yang namanya enggan dipublikasikan.

EN menjelaskan sebelum Ibu nya hendak ditangani mempertanyakan apakah perawat tersebut memiliki Sertifikat pelatihan teknik khusus keperawatan Hemodialisa dan SIPP yang dikeluarkan DPMPTSP dan rekomendasi dari Dinas Kesehatan

“Sebuah hal yang wajar bagi keluarga pasien mempertanyakan karena hak bagi pasien ingin mendapatkan pelayanan”, ujar EN kepada LINews.

Dirinya mempunyai dasar acuan kepada UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Bagian Keempat Pasal 32 tentang Hak Pasien, dari huruf (a) hingga (r).

EN juga mempertanyakan perihal alat medis berupa tabung untuk cuci darah yang bisa digunakan beberapa kali pemakaian hingga 6 – 7x pakai, karena mengacu kepada aturan baru hanya dipergunakan untuk 1x pakai, sementara sebelumnya dilakukan hingga 7x pakai, tuturnya.

Masih menurut EN bahwa Ibu nya ditangani tidak mau dijadikan percobaan oleh perawat yang belum bersertifikat keahlian Hemodialisa artinya hak pasien juga mendapat pelayanan yang baik dan profesional, imbuhnya.

Sementara pada saat itu, pasien orang tuanya dapati keluhan sesak nafas sampai ngedrop hingga keluarga pasien meminta untuk segera ditindaklanjuti, namun saat hendak ditangani, dirinya mempertanyakan terkait keahlian dan mempertanyakan SIPP.

Perawat yang menangani saat ini berinisial DN yang notabenenya juga kepala ruangan, tambah EN kepada LINews.

Sekarang orang tua nya lakukan cuci darah ke salah satu Rumah Sakit di Bandung hingga sekarang menetap Kos di Bandung dan Alhamdulillah penanganan dan pelayanan pun jauh lebih baik, dan lebih memanusiakan manusia, papar EN

Sementara dikonfirmasi oleh awak media dan LSM LAKRI Pangandaran dan GRIP Banjar kepada pihak Manajemen RS PMC, Suci Direktur Rumah Sakit yang juga didampingi oleh beberapa staf manajemen, Jum’at 16 Juni 2023, di Ruang Meeting lantai 2.

Terkait pelayanan, penanganan, ijin SIPP bagi perawat yang mempunyai sertifikat khusus keperawatan dibidang Hemodialisa, jumlah perawat yang menangani khusus pasien cuci darah hingga alat kesehatan berupa mesin dan tabung cuci darah, Suci menjelaskan bahwa pertemuan ini tidak hanya sekali dua kali namun demikian dirinya baru menjabat 10 bulan di RS PMC Kota Banjar yang sebelumnya di TMC Tasikmalaya tentu sedikit banyak faham tentang Hemodialisa, tutur Suci.

Perubahan kepemilikan dan manajemen sebelumnya dan yang baru saya coba aplikasi karena adanya perubahan dalam regulasi, kebijakan Rumah Sakit, SPO, dengan mempertimbangkan keselamatan pasien sehingga tidak sinkron dengan para perawat kami sebelumnya, jelasnya.

“Hampir 100% perawat mengundurkan diri karena tidak sefaham dengan manajemen RS PMC, terkait kebijakan diatas, namun demikian dirinya mengacu kepada regulasi dari Perhimpunan Ginjal Indonesia, untuk diterapkan di RS PMC”, terangnya.

Sementara rumah sakit harus tetap berjalan dan para perawat yang sudah bersertifikasi keluar, maka saat itu jajaran Direksi bersama BPJS Kesehatan untuk rapat mencari solusi karena ingin bukan keingan manajemen, adapun jika tidak sefaham mereka (perawat) keluar, tandas Suci.

Dengan kondisi seperti ini maka dirinya bersama dr. Rizky dan Komite Keperawatan di RS PMC lakukan rapat dengan ambil perawat dengan kualifikasi keperawatan yang senior di PMC, minimal diatas 3 tahun, karena masuk ke PK 2 atau PK 3, hal tersebut ada aturan regulasi UU nya ada, paparnya.

“Walau belum bersertifikat pihak manajemen rumah sakit tetap perawat tersebut diperbantukan untuk pasien hemodialisa”, kata Suci.

Namun demikian pihak manajemen telah mengirim 2 perawat ke RSUD Ciamis untuk lakukan pelatihan selama 3 Minggu, sembari open receuitmen perawat yang mempunyai keahlian di bidang Hemodialisa, hingga mendapat kandidat 1 orang yang bersertifikat, dan menarik 2 perawat dari RS Dadi Keluarga Purwokerto yang pada saat itu sedang off, ujarnya.

Lebih lanjut Suci menuturkan bahwa RS PMC mempunyai 9 mesin sudah cukup memback-up pasien hemodialisa, dan sudah berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan karena ini berhubungan dengan pengklaiman pasien, dan BPJS Kesehatan pun sudah Ok.

Hingga sekarang RS PMC sudah mempunyai 4 perawat yang sudah bersertifikat, dan rencana 2 perawat akan diberangkatkan pelatikan ke RSPAD di Bandung pada awal bulan Juli 2023.

Terkait penggunaan mesin cuci darah, Suci menjelaskan dari segi bisnis dipergunakan semua 9 mesin, namun dengan 2 shif, dipergunakan paling 16 – 17 pasien, karena harus ada cadangan ketika emergency.

Sementara terkait SIPP dirinya menegaskan bahwa semua perawat harus punya izin SIPP hingga memanggil HRD untuk menargetkan semua perawat harus berizin dan tersertifikat dan terkait dializer semua sudah single artinya dipergunakan 1x pakai dibuang untuk sekarang.

Sebelumnya sesuai regulasi itu normalnya dipergunakan 6x pemakaian daur ulang dan yang ke 7 itu baru, tetapi pada saat running Hemodialisa, apakah dializer tersebut bocor atau ada trouble karena pada saat itu on the spot.

Untuk pasien baru wajib pemeriksaan skrining HD yang dilakukan 3 tahap yaitu skrining HIV, HCB dan HDSAi, begitupun dengan pasien lama itu wajib dilakukan bisa dilakukan per 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan 1 kali skrining.

Sementara untuk pemeriksaan darah HB dilakukan pemeriksaan 1 bulan 1 kali yang biasa RS PMC lakukan.

Sebelumnya ada pasien ditemukan Hepatitis positif, kita lakukan skring ke semua pasien di RS PMC dan adapula yang HIV, hingga dengan pertimbangan untuk keamanan perawat dan pasien untuk mencegah penularan.

Dikonfirmasi terkait jika ada pasien yang terindikasi virus HIV, ditanyakan kelengkapan penangan tindakan uni layak operasi untuk perlengkapan dan kelengkapannya harus siap semua, pihak RS PMC berdalih karena keterbatasan SDM terbatas dan pengetahuan HIV pun harus pelatihan kembali, hingga pihak manajen harus ambil pilihan dirujuk ke rumah sakit yang secara kelengkapannya mempuni.

“Bukannya tidak menentukan kondisi pasien untuk mengorbankan 1 mesin Hemodialisa, sekelas RSUD Banjar pun tidak mempunyai khusus mesin yang terindikasi HIV apalagi kami yang bukan siapa – siapa, ibaratnya seperti itu”, pungkas Suci.

(BD)

Tinggalkan Balasan