Peluang Korupsi Di Bidang Pendidikan

Peluang Korupsi Di Bidang Pendidikan

Oleh : Veronica

Korupsi merupakan ancaman yang serius bagi setiap negara. Tragisnya lagi, korupsi di Tanah Air telah masuk ke setiap relung kehidupan. Lembaga eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif yang seharusnya menjadi pihak yang menangani masalah korupsi, tidak jarang menjadi sarang koruptor. Bagaimana dengan korupsi di lembaga pendidikan?

Teman-teman penulis di sekolah sering membuat pernyataan yang (maaf) menurut penulis sedikit narsis. Misalnya, mereka mengklaim bahwa pelaku pendidikan di sekolah tidak mungkin korupsi karena memang tidak ada yang dikorupsi. Pernyataan, “Memangnya mau korupsi kapur, paling hanya korupsi waktu”, menjadi pernyataan yang sering diungkapkan teman sejawat di sekolah. Benarkah demikian? Benarkah sekolah masih menjadi moral force? Benarkah sekolah memang benar-benar daerah putih yang terbebas dari praktik korupsi?

Menjawab pertanyaan di atas tentu tidak mudah. Tanpa mengetahui terminologi korupsi tentu akan memberikan jawaban yang bias. Joseph Nye (1967) menyatakan bahwa korupsi merupakan peringai yang menyimpang dari tugas yang seharusnya oleh pejabat untuk kepentingan pribadi, hal-hal yang berkaitan dengan keuangan atau peningkatan status, atau pelanggaran hukum terhadap jenis praktik tertentu karena kepentingan pribadi. Dengan mengacu pada terminologi di atas, kita dapat menyatakan bentuk-bentuk korupsi yang terjadi di lembaga pendidikan.

Bentuk korupsi di lembaga pendidikan sangat variatif, bahkan sering tidak disadari oleh pelaku. Misalnya, pemberian hadiah orangtua kepada guru untuk “mempermudah” nilai anaknya, pembocoran soal atau kunci jawaban ujian, lobi-lobi dengan uang suap untuk mendapatkan jatah bantuan atau anggaran dana dari pemerintah, uang suap untuk mendapatkan jabatan tertentu, uang suap untuk mempermudah izin operasional sekolah baru, dan uang suap untuk memperlancar akreditasi sekolah. Pelaku praktik korupsi ini sering memandang uang suap sebagai bagian dari servis.

Bentuk korupsi yang paling umum dalam bidang pendidikan antara lain, pertama, orangtua mungkin disarankan untuk membeli buku atau alat bantu mengajar yang ditulis oleh guru anaknya. Dalam konteks ini, guru berjualan karya yang “dipaksakan” untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Kedua, orangtua disarankan membayar sekolah khusus. Setelah jam sekolah berlangsung, guru akan mengajar anaknya materi inti dari kurikulum yang diajarkan. Dalam konteks ini guru berbisnis trik dan tips yang jitu dalam menyelesaikan soal ujian. Trik-trik itu mungkin tidak diberikan di jam pembelajaran intrakurikuler. Dengan kata lain, di sekolah guru berbisnis les tambahan. Yang patut disayangkan adalah guru terkadang lebih bersemangat memberi pelajaran pada jam khusus tersebut karena honornya besar.

Ketiga, orangtua disarankan memberi sumbangan untuk dana pembangunan dan kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Pengabaian dalam hal ini akan berakibat pada, contohnya penahanan buku rapor/kartu arsip siswa. Tragisnya lagi, di sekolah swasta uang sumbangan yang tidak lunas akan mempersulit siswa saat akan mengambil kartu peserta ujian semester atau ujian nasional.

Model-model korupsi di lembaga pendidikan memang sulit dihentikan karena modusnya yang berbeda dengan korupsi di lembaga lain yang kebanyakan modusnya penyelewengan anggaran atau dalam bentuk penggelembungan anggaran. Korupsi di lembaga pendidikan semu, dan sejatinya mengandung potensi bahaya lebih tinggi. Jika korupsi anggaran hanya merugikan negara dalam bentuk uang, korupsi di lembaga pendidikan merugikan secara ekonomi dan non-ekonomi seperti merusak mental siswa dan merusak masa depan siswa.

Transparansi Internasional menyatakan, korupsi dalam bidang pendidikan itu sangat merugikan karena membahayakan masa depan sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa karena korupsi di lembaga pendidikan lebih berdampak jangka panjang, mengancam persamaan akses, kuantitas dan kualitas pendidikan, dirasakan oleh orang-orang miskin karena tertutupnya akses memperoleh pendidikan yang bermutu sehingga anak-anak orang miskin sulit keluar dari kemiskinannya.

Solusi

Melihat dampaknya yang jauh lebih membahayakan dibanding korupsi yang lain, korupsi di lembaga pendidikan harus segera ditangani dengan serius. Jika tidak, hal itu sama halnya menciptakan calon-calon koruptor baru baik yang terang-terangan maupun terselubung.

Menurut penulis, ada tiga hal yang dapat dilakukan. Pertama, sistem pendidikan tidak memberi peluang untuk terjadi korupsi. Sebagai contoh, jika benar terjadi kebocoran soal atau kunci jawaban dalam ujian sebenarnya mengindikasikan bahwa ujian tersebut dirasa sangat memberatkan sehingga terjadi korupsi di lembaga pendidikan (dengan modus beredarnya kunci jawaban, adanya pelajaran tambahan yang harus bayar mahal). Kebohongan dalam ujian ini akan memberi dampak rusaknya mental siswa. Oleh karena itu, sistem ujian harus diubah. Penciptaan sekolah-sekolah mahal merupakan bentuk korupsi karena menghilangkan akses anak-anak dari keluarga miskin sehingga sistem pendidikan mahal harus ditinjau ulang, dan masih banyak sistem lain yang harus dibenahi.

Kedua, adanya pengawasan yang ketat di lembaga pendidikan. Sayang, fungsi kepengawasan dalam bidang apa pun di negeri ini kurang/tidak maksimal karena pengawas memosisikan diri sebagai pihak yang harus diservis dengan baik. Jika sudah diservis ada kecenderungan semua masalah akan easy going.

Ketiga, ada pencerahan terhadap pendidik karena pendidik itu sendirilah sejatinya yang menjadi kunci untuk menghilangkan korupsi di bidang pendidikan.