Jakarta, LINews – Pembengkakan biaya atau perubahan biaya (cost overrun) proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung mendapatkan sorotan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
BPKP dalam hasil auditnya menyatakan bila Pembengkakan Biaya Kereta Cepat Lebih Rendah dari Perkiraan KCIC.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui juru bicaranya Adita Irawati belum mau berkomentar terkait temuan BPKP soal KCIC.
Meski begitu, Proyek dari KCIC yaitu Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ditargetkan bisa rampung tahun ini.
Namun, pemerintah belum memastikan apakah moda transportasi tersebut akan bisa langsung beroperasi.
“Belum [tahun ini beroperasi]. Paling enggak pembangunannya. Soal operasional masih ada buntut lagi hal-hal lain,” kata Adita saat dihubungi Law-Investigasi.
Adita mengaku bahwa sebelumnya kereta cepat ditargetkan beroperasi tahun ini. Namun, dia berharap setidaknya progres pembangunan bisa semakin mendekati hasil pada tahun ini.
Ia juga menjelaskan terkait dengan temuan BPKP saat ini belum bisa diketahui pasti soal jumlah biaya bengkak proyek KCIC.
“Kita sedang lakukan prosesnya. Jadi belum bisa update soal itu,” ujarnya.
Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut ditargetkan bisa melakukan uji coba tes dinamis pada akhir 2022.
Pendanaan KCIC Sempat Bermasalah
Awalnya, pendanaan KCJB disepakati tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini sempat ditegaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2015 silam, ia bahkan meneken Peraturan Presiden (Perpres) tentang hal ini.
“Kereta cepat tidak gunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk business to business. Pesan yang saya sampaikan kereta itu dihitung lagi,” kata Jokowi (15/9/2015), dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.
Namun, proyek kereta cepat itu mengalami cost overrun. Jokowi lantas meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Dalam Perpres itu, proyek KCJB kini bisa dibiayai APBN. Pendanaan dari APBN itu dilakukan melalui penyertaan modal negara (PMN) kepada pimpinan konsorsium dan penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium.
Untuk diketahui, Initial budget atau nilai investasi awal sebesar Rp87 triliun atau US$6 miliar dengan asumsi (Rp14.400/US$
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung awalnya diestimasi hanya memakan biaya US$ 5,5 miliar, kemudian membengkak jadi US$ 5,8 miliar dan meningkat lagi jadi US$ 6,07 miliar. Saat itu ditargetkan pembangunannya bisa selesai 2019.
Terbaru, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung diperkirakan ada pembengkakan biaya lagi mencapai US$ 1,176-1,9 miliar, menjadi maksimal US$ 7,97 miliar. Hasil audit BPKP pembengkakan berada di angka US$ 1,176 miliar.
Jika sudah selesai nanti, kereta cepat Jakarta-Bandung akan membentang sepanjang 142,3 kilometer (km) dengan menghubungkan 4 stasiun yakni Stasiun Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur, Karawang, Walini (Padalarang) dan Tegalluar. Jika menempuh perjalanan langsung diperkirakan hanya butuh waktu 36 menit.
Pemerintah menargetkan kereta cepat bisa diuji coba pada November 2022. Rencananya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Presiden China Xi Jinping akan menjajalnya sekaligus menghadiri agenda G20 di Bali.
Dua Kali BPKP Lakukan Audit
Badan Pengawasan dan Keuangan Pembangunan (BPKP) telah mengaudit proyek kereta cepat tersebut dua kali karena cost overrun.
“Kementerian BUMN telah dua kali meminta BPKP untuk melakukan pengawasan dalam bentuk review atas cost overrun,” kata juru bicara BPKP Eri Satriana, Jumat (7/10/2022).
Ia menyatakan, review (audit) pertama dilaksanakan pada awal 2022, sedangkan yang kedua berlangsung pada triwulan ke-3 tahun 2022. Ketika Law Justice meminta hasil audit, BPKP menolak karena kode etik mereka.
“Dikarenakan adanya prinsip kode etik dalam pelaksanaan audit oleh auditor, maka kami tidak dapat memberikan hasil audit tersebut karena sepenuhnya, hasil audit sepenuhnya merupakan milik management atau yang meminta audit kepada BPKP,” kata Eri.
Sementara itu, hasil audit telah diserahkan BPKP pada Kemen BUMN selaku pihak yang meminta review.
Namun, hasil audit BPKP pertama telah bocor ke masyarakat. Hasil audit pertama menyatakan, cost overrun KCJB sekitar Rp 16,8 triliun, tidak sampai Rp 27 triliun seperti yang diperkirakan PT KCIC.
Ketika ditanyai penyebab mengapa ada perbedaan selisih cost overrun antara PT KCIC dan BPKP, Eri menjawab.
“Dikarenakan adanya aturan baru yang diberlakukan, salah satunya terkait perpajakan, maka secara perhitungan dan asumsi akan mempengaruhi hasil review,” katanya.
BPKP juga telah menyerahkan rekomendasi audit tersebut pada Kemen BUMN. Sementara itu, audit kedua masih berlangsung hingga sekarang.
Eri juga mengatakan tentang audit lanjutan. “Sejauh ini kami belum ada permintaan lanjutan baik itu reviu ataupun audit investigasi,” pungkasnya.
Manajemen KCIC Tunggu Keputusan Pemerintah
Sementara itu, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menunggu keputusan pemerintah mengenai pembengkakan biaya (cost overrun) pada proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung (KCJB).
GM Corporate Secretary KCIC Rahadian Ratry menyatakan, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021, besaran pembiayaan cost overrun merupakan keputusan komite kereta cepat yang diketuai oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) dan beranggotakan Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan hingga Kementerian Perhubungan.
Keputusan tersebut dilakukan setelah mendapatkan review dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Hingga saat ini kami PT KCIC masih menunggu keputusan tersebut. Mengenai sumber pembiayaan,” kata Rahadian.
Senada dengan Kemenhub, Rahadian belum bisa berkomentar lebih jauh mengenai adanya temuan tersebut.
Ia menyatakan saat ini terkait proyek tersebut masih dalam negosiasi antara pemegang para saham dari Indonesia dan Tiongkok.
“Hal tersebut masih dalam tahap negosiasi antara pemegang saham BUMN Indonesia dan Tiongkok sehingga kami belum bisa berkomentar lebih jauh,” ujarnya.
Terkait apakah pengaruh kenaikan biaya proyek (cost overrun) akan mempengaruhi kepemilikan saham di PT KCIC, Melalui keterangannya Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menerangkan, hal itu tentunya masih menjadi bahan diskusi di shareholder terkait.
Sebab, dari segi ekuitas, baik konsorsium BUMN Indonesia maupun konsorsium badan usaha Tiongkok Beijing Yawan HSR Co.Ltd telah menyetorkan modal.
Dwiyana menyebut, cost overrun pasti akan diambilkan terlebih dahulu dari equity. Lalu, jika memang kedua belah pihak tidak sanggup, maka akan dicarikan alternatif pendanaan dari luar.
“Ini yang mungkin akan terjadi dinamika pada saat terkait dengan cost overrun apakah kepemilikan saham nya tetap seperti sekarang atau berubah menyesuaikan dengan nanti strategi bisnis terkait dengan pendanaan cost overrun,” jelas Dwiyana.
Kejaksaan Agung Akan Koordinasi
Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) Febrie Adriansyah buka suara menanggapi bengkaknya biaya kereta cepat.
“Nanti kita koordinasikanlah (dengan BPKP) hasil dari audit itu,” kata Jam Pidsus Febrie Adriansyah saat hendak pulang dari kantornya, Rabu (5/10/2022).
Kejaksaan Agung diketahui telah beberapa kali mengungkap kasus korupsi di BUMN, dari kasus Jiwasraya, ASABRI, hingga Garuda yang masih berlangsung.
(Tim Investigasi)