Jakarta, LINews – Pengadilan Militer kembali memenjarakan dan memecat Prajurit TNI karena terbukti melakukan homoseksual atau lesbian, gay, biseksual dan trangender (LGBT). Ini merupakan pemecatan dan pemenjaraan prajurit LGBT untuk kesekian kalinya.
Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Militer yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (6/6/2022). Kasus pertama di Aceh dan kasus kedua di Aceh.
Kasus Jakarta
Duduk sebagai terdakwa Serda AP. Awalnya, Serda AP mengaku pernah menjadi korban LGBT oleh seniornya saat pelatihan.
“Terdakwa dipaksa oleh pelatih Kompi II untuk melakukan onani sesama letting hingga mengalami ejakulasi bersama-sama dan dengan adanya kejadian tersebut Terdakwa menjadi penasaran sampai dengan sekarang ini,” urai oditur militer.
Serda AP pernah melakukan hubungan sesama jenis di sebuah apartemen di Depok. Serda AP melakukan hubungan anal seks hingga ejakulasi.
“Setiap Terdakwa melakukan hubungan badan sesama jenis, Terdakwa tidak pernah memberikan imbalan atau menerima imbalan berupa jasa ataupun barang, dan Terdakwa melakukan hubungan badan sesama jenis atas dasar suka sama suka dan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun,” beber oditur militer.
Pada Juli 2020, Serda AP kenalan dengan Prada JH. Selain itu, Serda AP juga pernah berhubungan badan dengan sesama jenis, di antaranya:
1. Dengan anggota Polda Metro Jaya, Bripda RE di sebuah apartemen di Margonda. Serda AP berperan sebagai perempuan.
2. Homoseksual dengan seorang pegawai pertambangan di Kaltim pada Juli 2018. Serda AP sebagai laki-laki.
3. Video call seks dengan anggota Polres Halmahera Barat, Bripda SM kurun 2018.
4. Homoseksual dengan mahasiswa di sebuah hotel di Cibinong.
“Kehidupan sehari-hari Terdakwa adalah biasa saja. Namun jika kepada laki-laki yang disukai Terdakwa merasa nyaman, dan Terdakwa menyukai sosok laki-laki yang bisa nyambung dengan omongan Terdakwa, badan yang ideal, tinggi dan berkulit putih,” urai oditur militer.
Serda AP mengaku ada grup Telegram sesama jenis dengan nama ‘TNI dan Polri’. Atas perbuatannya itu, Serda AP akhirnya dipenjara dan dipecat.
“Menjatuhkan pidana pokok penjara selama 9 bulan. Pidana tambahan, dipecat dari dinas militer TNI AD,” demikian bunyi putusan Pengadilan Militer II-08 Jakarta.
Majelis menilai perbuatan Terdakwa dengan melakukan hubungan sesama jenis adalah perbuatan yang sangat dilarang dan tidak boleh terjadi karena bertentangan dengan norma agama dan kepatutan dalam masyarakat serta melanggar hukum. Di sisi lain Terdakwa sudah mengetahui dan memahami tentang adanya Perintah dari pimpinan TNI tentang larangan bagi prajurit untuk melakukan perbuatan hubungan sesama jenis (LGBT) dan ditindak tegas dipecat dari dinas.
Perintah atasan soal larangan LGBT itu di antaranya:
1.Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/398/2009 tanggal 22 Juli 2009
2.Surat Telegram Kasad Nomor ST/2497/2012 tanggal 18 Desember 2012
3.Surat Telegram Pangdivif 1 Kostrad Nomor STR/177/2019 tanggal 6 September 2019.
4.Surat Telegram Pangdivif 1 Kostrad Nomor STR/66/2019 tanggal 1 Mei 2020
“Tetapi justru Terdakwa tidak menghiraukan dan melanggar perintah dari pimpinan TNI tersebut, bahkan Terdakwa melakukannya berulangkali dengan pasangan yang berbeda-beda baik dari sesama prajurit, anggota Polri maupun dengan masyarakat sipil,” beber majelis hakim.
Dilihat dari sisi kepentingan militer, kata majelis, perbuatan Terdakwa melanggar perintah dinas dari pimpinan TNI dengan melakukan perbuatan hubungan sesama jenis (LGBT). Terlebih telah melakukan berulangkali dengan sesama prajurit tentu akan mempengaruhi dan merusak mental prajurit serta merusak disiplin prajurit di satuan.
Seorang prajurit dan satuan dituntut untuk selalu dalam kondisi siap melaksanakan tugas kondisi tersebut tentunya tidak akan tercapai apabila ada perbuatan prajurit yang menyimpang dan berpotensi untuk mempengaruhi prajurit yang lain di satuan.
“Dengan kondisi yang demikian akan menggangu tugas pokok satuan dan merugikan kepentingan satuan maupun kepentingan militer pada umumnya,” ucap majelis.
Mengapa Serda AP dipecat?
Majelis menilai kehadiran Terdakwa dikhawatirkan akan mengganggu dan menggoyahkan sendi-sendi disiplin dan tata tertib kehidupan Prajurit TNI yang selama ini sudah terbina dengan baik.
“Maka Majelis Hakim berpendapat Terdakwa tidak layak lagi untuk dipertahankan sebagai Prajurit TNI, oleh karenanya Terdakwa harus dipisahkan dari dinas militer, dengan demikian permohonan pidana tambahan pemecatan dari dinas militer sebagaimana Oditur Militer mohonkan dalam tuntutannya dapat diterima serta menolak dan mengesampingkan permohonan penasihat hukum terdakwa,” beber majelis. (Tony)