Penjelasan Mengenai Belanja Pemeliharaan 23M TA 2022

Penjelasan Mengenai Belanja Pemeliharaan 23M TA 2022

Pangandaran, LINews – Sebelumnya diberitakan terkait belanja pemeliharaan sebesar 21,9 Miliar dan Hibah 19 Miliar pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Pangandaran.

Hasil konfirmasi dan hak klarifikasi dari pihak TAPD Pemda Pangandaran sudah ditayangkan ke publik.

Menarik untuk disimak dan diikuti bahkan mendapatkan atensi dan support oleh warga masyarakat Pangandaran, karena baru kali ini di anggaran tersebut di angkat ke publik.

Adanya dugaan Finacial Fraud belanja pemeliharaan dan hibah TA 2022 saat berita terakhir pihak TAPD Pemda Pangandaran masih belum berikan data kepada LAKRI Pangandaran, sementara data – data tersebut ditunggu oleh warga masyarakat Pangandaran.

Ditemui Apudin di kediamannya Padaherang, Selasa 15 Mei 2024 menuturkan bahwa sesuai dengan arahan dan ijin dari TAPD, pihaknya harus konfirmasi juga terkait teknis ke semua SKPD untuk mempertanyakan belanja pemeliharaan dan hibah.

“Baru satu SKPD yang kami konfirmasi karena anggaran paling besar belanja pemeliharaan itu di dinas DPUTRPRKP sebesar Rp 23 Miliar,” ujar Apudin.

Saya melihat dan mendengar sendiri apa yang disampaikan salah satu staf DPUTRPRKP bahwa anggaran belanja pemeliharaan TA 2022 kurang lebih 22 Miliar.

“Sementara dalam P2APBD 23 Miliar, adapun ada selisih 21.9 miliar itu sudah ada SP2D, SPM, LPJ dan kelengkapan adminitrasinya dari pihak dinas PUPR, dan pembayaran belanja pemeliharaan sudah lunas semua dibayarkan di TA 2023, ketika sudah terbitnya SP2D, pun dengan semua pekerjaan sesuai pagu yang dianggarkan di DPA,” imbuh Apudin.

“Apudin juga menambahkan bahwa hasil konfirmasi dengan Dinas PUPR Pangandaran selama ini pihak dinas sudah sesuai aturan terlebih ketika pihak BKAD meminta data – data yang dipertanyakan oleh LAKRI Pangandaran, berkas semua sudah diserahkan ke BKAD untuk kegiatan belanja pemeliharaan TA 2022, sementara untuk hibah pihak BKAD tidak memintai ke Dinas PUPR,” paparnya.

“Lebih lanjut Apudin menjelaskan setelah hasil konfirmasi untuk kegiatan belanja pemeliharaan di DPUTRPRKP TA 2022 dianggarkan sebesar Rp 41 Miliar, dan realisasinya sebesar Rp 21,9 Miliar itu sudah sesuai CPCL pekerjaan, namun untuk realisasi pembayaran TA 2022 sebesar Rp 17 Miliar, sedangkan yang 3 Miliar itu TA 2021 (hutang) yang dianggarkan kembali TA 2022, dan dibayarkan di TA 2023,” tuturnya.

“Sedangkan dalam P2APBD dipaparkan realisasi belanja pemeliharaan sebesar 23 Miliar. Ada pun selisih ini menjadi sebuah pertanyaan besar bagi kami selaku sosial kontrol, kemana larinya selisih tersebut,” jelas Apudin.

Sementara untuk anggaran hibah kami pertanyakan kembali bahwa menurut DPUTRPRKP, pihak BKAD tidak meminta data hibah, namun demikian dari penjelasan dinas, sebelumnya tidak di invetarisir (NPHD, SPJ).

“Yang jadi pertanyaan kami di LAKRI, kenapa pihak BKAD dan Setda (TAPD) ketika duduk bareng di Common Center Parigi tanggal 17 April 2024 dalam penjelasnya tidak disiapkannya data – data berupa berkas belanja pemeliharaan dan hibah, dan kenapa baru meminta data ke semua SKPD setelah adanya pemberitaan terkait belanja pemeliharaan dan hibah,” tandasnya.

“Namun terkait NPHD Hibah berdasarkan CPCL di dinas PUPR penyaluran hibah dalam bentuk fisik pembangunan langsung ke pemerintahan desa, tentu penyaluran hibah tersebut pihak pemerintahan desa mengajukan dalam bentuk proposal, dan jumlah angka hibah belum bisa dijelaskan ke LAKRI karena dengan alasan pihak BKAD tidak meminta maka kami tidak berikan data, menurut keterangan salah satu staf PUPR kepada Apudin,” tandasnya.

“Kami LAKRI Pangandaran meminta data – data Hibah ke pihak dinas PUPR, namun dari pihak dinas semua sudah diserahkan ke BKAD, dari dinas mempersilahkan untuk konfirmasi kembali ke BKAD,” ucap Apudin.

“Bedanya keterangan dan penjelasan yang disampaikan antara pihak BKAD dan DPUTRPRKP Pangandaran, menurut kami selaku sosial kontrol di Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) Pangandaran menilai bahwa ada sebuah tata pengelolaan keuangan yang tidak baik dan keterangan yang disampaikan BKAD kontradiktif dengan keterangan yang disampaikan oleh DPUTRPRKP”, tandasnya.

“Kami tidak bisa menjustifikasi kepada siapa pun yang jelas ketika berikan keterangan bohong selaku pejabat publik, masyarakat bisa menilai sendiri dan kami berharap APH tidak tinggal diam saja, terlebih jika seorang pejabat publik mengetahui adanya dugaan penyimpangan wajib melaporkan ke pihak berwenang itu ada dasar aturan perundang – undangannya,” pungkasnya.

(BD)

Tinggalkan Balasan