Jakarta, LINews – Kejaksaan Agung ( Kejagung ) menetapkan Ketua Cyber Army M Adhiya Muzakki (MAM) sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan proses hukum pada sejumlah perkara korupsi yang ditangani penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan total bayaran yang tersangka dapat yakni hampir Rp1 miliar dari advokat Marcella Santoso (MS) yang juga tersangka dalam kasus ini.
“Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp864.500.000,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5/2025) malam.
Dia menerangkan, MAM mendapatkan uang tersebut secara bertahap. Pertama, uang sebesar Rp697.500.000 dari tersangka MS melalui Indah Kusumawati yaitu staf di bagian keuangan kantor hukum AALF.
“Dan yang (kedua) diberikan oleh MS melalui Rizki yaitu kurir di kantor hukum AALF sebanyak Rp167.000.000,” ujar dia.
Peran MAM
Abdul Qohar menjelaskan MAM bersama Direktur Pemberitaan JakTV Non-aktif Tian Bahtiar (TB), Advokat Marcella Santoso (MS), dan Junaidi Saibih (JS) bersama-sama membuat berita atau konten negatif yang menyudutkan Kejagung dalam penanganan perkara a quo di tingkat penyidikan, penuntutan, dan di persidangan.
“Selanjutnya dipublikasikan oleh tersangka MAM dan tersangka TB melalui media sosial TikTok, Instagram, dan Twitter. Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi tim pengacara MS dan JS dan sebaliknya,” ungkapnya.
Selanjutnya, MAM atas permintaan Advokat Marcella Santoso (MS) untuk membuat tim Cyber Army yang terbagi menjadi 5 tim dengan jumlah 150 orang buzzer.
“Tersangka MAM atas permintaan tersangka MS bersepakat untuk membuat Tim Cyber Army dan membagi tim tersebut menjadi 5, yaitu Tim Mustafa I, Tim Mustafa II, Tim Mustafa III, Tim Mustafa IV, dan Tim Mustafa V yang berjumlah sekitar 150 orang buzzer,” ujar dia.
Kemudian, ia pun merekrut, mengerahkan, serta membayar para buzzer tersebut untuk memberikan komentar pada berita negatif, serta menugaskan buzzer untuk membuat video dan konten negatif berdasarkan materi yang diberikan Marcella dan advokat Junaedi Saibih yang dipublikasikan melalui media sosial seperti TikTok, Instagram, maupun Twitter.
Para buzzer juga diwajibkan untuk memberikan komentar yang membenarkan video dan konten negatif yang diunggah di ketiga platform media sosial itu. “Narasi-narasi mendiskreditkan penanganan perkara a quo yang dilakukan oleh Jampidsus Kejaksaan Agung pimpinan Kejaksaan Agung dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan,” jelas dia.
MAM diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
(Adr)