Pimpinan KPK Firli Bahuri dan Dugaan Pemerasan SYL

Pimpinan KPK Firli Bahuri dan Dugaan Pemerasan SYL

Jakarta, LINews — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin menjadi sorotan publik karena pelbagai masalah yang menyeret pimpinan. Firli Bahuri dan kawan-kawan telah beberapa kali dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK, bahkan ke penegak hukum lain.

Paling anyar, pimpinan KPK dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan pemerasan kepada mantan Menteri Syahrul Yasin Limpo (SYL) terkait penanganan kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian.

Bukan kali ini saja pensiunan Polri jenderal bintang tiga itu dilaporkan ke polisi. Firli sebelumnya juga dilaporkan terkait dugaan kebocoran penyelidikan dugaan korupsi di Kementerian ESDM. Laporan ini masih diusut penyidik Polda Metro.

Firli juga sudah pernah diberi sanksi ringan berupa Teguran Tertulis II oleh Dewas KPK terkait pelanggaran kode etik berupa gaya hidup mewah pada Juni 2020 lalu.

Firli pun kembali dilaporkan ke Dewas KPK terkait pertemuannya dengan SYL. Foto pertemuan mereka di lapangan bulu tangkis tersebar luas. Laporan dilayangkan oleh Komite Mahasiswa Peduli Hukum.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah Castro menilai standar moralitas dan etika KPK menurun. Hal itu disebabkan revisi Undang-Undang KPK dan terpilihnya Firli Cs.

Castro mengatakan saringan integritas KPK sudah jebol sehingga tidak heran kalau KPK sekarang cenderung rentan dengan negosiasi dan tawar menawar.

“Pembunuhan KPK dari luar dimulai dari revisi UU-nya. Dan pembunuhan KPK dari dalam dimulai saat Firli didesain sebagai ketua KPK, yang notabene bermasalah sejak awal. Bahkan sejak masih menjabat Deputi Penindakan. Ini yang sering disebut strategi kuda troya menghancurkan KPK,” ujar Castro, Senin (9/10) malam.

“Bahkan para malaikat yang masuk ke KPK, akan keluar jadi iblis. Lihat aja orang-orang di Dewas KPK, rekam jejaknya tidak diragukan. Tapi faktanya cuma jadi stempel Firli cs,” ujarnya.

Castro menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan melanggengkan kepemimpinan Firli Cs. Ia mengkritik Jokowi yang justru memperpanjang masa jabatan Firli Cs selama satu tahun menindaklanjuti perubahan periode komisioner KPK.

“Tapi lagi-lagi ini soal niat dan keseriusan presiden. Ini yang belum kita dapatkan dari seorang presiden, yakni ketegasan terhadap situasi yang makin buruk di KPK akibat ulah pimpinan-pimpinannya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Herdiansyah turut menyinggung Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari semula empat tahun menjadi lima tahun yang langsung berlaku. Oleh karena itu, Firli cs yang mestinya selesai bertugas pada 20 Desember 2023 menjadi 20 Desember 2024.

“Sadar tidak sadar, MK berkontribusi melanggengkan kekuasaan Firli cs. Apalagi MK menguji hal yang bukan kewenangannya, soal usia,” kata dia.

Sementara itu Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan Firli sudah tersandung pelanggaran etik ketika menjadi Deputi Penindakan KPK.

Saat itu Firli dua kali bertemu dengan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Zainul Majdi ketika KPK sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada tahun 2009-2016.

Kemudian Firli juga bertemu pejabat BPK, Bahrullah Akbar di Gedung KPK. Saat itu, Bahrullah bakal diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap dana perimbangan.

Kemudian pelanggaran ketiga dilakukan ketika Firli bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta, 1 November 2018. Namun, saat akan dijatuhkan sanksi, Firli keburu ditarik kembali ke Polri.

Feri mengatakan sejak awal Firli telah memiliki catatan masalah. Ia pun menyoriti proses seleksi yang dilakukan oleh panitia seleksi (pansel) calon pimpinan KPK yang dibentuk oleh Jokowi.

“Karena sedari awal Firli dipilih dengan banyak masalah. Dan proses seleksi memang tidak memperlihatkan dan menunjukkan keinginan menghasilkan pimpinan KPK yang baik,” ujar Feri saat dihubungi Law-Investigasi, Senin (9/10) malam.

Feri mengatakan Firli bukanlah figur yang layak menjadi pimpinan KPK karena catatan yang luar biasa buruk dalam perjalanan kariernya. Firli, kata dia, semestinya tidak mungkin menjadi pimpinan KPK, kecuali didukung oleh kekuatan besar.

Menurut Feri, Jokowi turut bertanggung jawab karena berperan dalam proses pemilihan Firli Cs. Feri menilai Jokowi memiliki kepentingan besar dalam proses tersebut.

“Begitu dia (Firli) punya banyak masalah, bukan berarti presiden tidak tahu. Presiden yang mengizinkan orang bermasalah seperti Firli ini terpilih. Dan inilah konsekuensinya. Bukan tidak mungkin ini adalah upaya presiden mengelola dan mengatur KPK sehingga tidak bertaji dan diisi oleh orang-orang bermasalah,” ujarnya.

Feri menyinggung perkara dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terkait penanganan kasus dugaan korupsi di Kementan yang kini berstatus penyidikan. Ia menuding Firli merupakan sosok yang sengaja ditunjuk untuk merusak KPK.

“Nah, ini bukan sesuatu yang mengherankan kalau kemudian Firli juga memiliki masalah ketika menjadi pimpinan KPK saat ini. Ini hanya peristiwa berulang yang pernah dilakukan Firli sebelumnya. Tidak mengherankan dia melakukan pemerasan untuk kepentingan-kepentingan pribadinya. Jadi dari awal sudah ditujukan sebagai figur yang akan merusak KPK,” kata Feri.

Namun, Feri menegaskan kasus dugaan korupsi Syahrul harus terus diusut. Menurutnya, terdapat permasalahan besar dari jual beli jabatan di Kementan. Feri menduga tradisi jual beli jabatan ini juga terjadi pada kementerian yang lain.

“Perkara bagaimana SYL ditangani oleh berbagai pihak untuk diloloskan dari jeratan pemberantasan korupsi juga masalah serius yang semuanya adalah perbuatan melanggar hukum yang merusak upaya pemberantasan korupsi. Jadi tidak boleh kasus ini dari sudut salahnya Firli Bahuri saja,” imbuhnya.

Law-Investigasi telah meminta tanggapan Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin terkait pernyataan Feri Amsari tersebut, namun belum mendapat respons.

(Remond)

Tinggalkan Balasan